PERKARA
Dinilai Tak Becus, Bupati dan DPRD Sarolangun Digugat Setengah Triliun

DETAIL.ID, Sarolangun – Ikatan Kerukunan Keluarga Kabupaten Sarolangun (IKKKS) menggugat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sarolangun ke Pengadilan Negeri Sarolangun. Mereka menilai kinerja Pemkab Sarolangun tidak becus sehingga digugat hingga setengah triliun.
“Kita mewakili masyarakat yang tergabung dalam Ikatan Kerukunan Keluarga Kabupaten Sarolangun (IKKKS). Ini sebenarnya bisa dibilang salah satu bentuk protes atau kekecewaan terhadap kinerja dari bupati,” kata Ketua IKKKS, Ibnu Kholdun kepada detail, usai sidang di Pengadilan Negeri Sarolangun, Kamis (7/11/2019).
Ibnu Kholdun mengatakan gugatan tersebut dilakukan pihaknya karena mereka menilai Cek Endra selama tiga periode; satu periode sebagai wakil bupati dan dua periode tidak tampak melakukan pembangunan.
“Sesuai dengan ketentuan Undang-undang bahwa tugas bupati ini adalah salah satunya untuk membangun Kabupaten Sarolangun,” ujar Ibnu Kholdun
Baca Juga: Plt Dirut RSUD Raden Mattaher Digugat ke Pengadilan Negeri Jambi
Ia memberi contoh pasar. Menurutnya, dari zaman Bupati HM Madel, Bupati Hasan Basri Agus, sampai dengan Bupati sekarang Cek Endra tidak ada mengalami perubahan. “Itu contoh kecil saja, ditambah tidak adanya pembangunan-pembangunan lain,” ujar Ibnu Kholdun.
Menurutnya, Sarolangun adalah kabupaten yang sangat kaya dengan sumber daya alam (SDA), dibuktikan dengan jumlah tambang batu bara resmi ada 24 perusahaan berdasarkan data Dinas ESDM Provinsi Jambi.
“Artinya kan kaya, selanjutnya kita kembali pada data Badan pusat statistik (BPS) Provinsi Jambi. Data yang kami peroleh, tingkat kemiskinan Kabupaten Sarolangun ini meningkat. Ini kan jadi suatu pertanyaan. Dengan sumber daya alam yang kaya, kok tingkat kemiskinan makin tinggi,” kata Ibnu Kholdun.
Ia menyebutkan Sarolangun ini penduduknya mayoritas 90 persen bercocok tanam. Dengan adanya eksplorasi tambang Batubara mengakibatkan kerusakan ekosistem ini akan berdampak pada anak cucu 10 sampai 20 tahun mendatang.
“Kami mengajak seluruh masyarakat Sarolangun berpikir objektif. Mau ke mana Kabupaten Sarolangun ini, mau kita apa kan? Ini yang kita gugat adalah Pemerintah Kabupaten Sarolangun sebagai pengelola pemerintahan tergugat satu dan DPRD sebagai tergugat dua,” ujarnya.
Secara spesifik materi gugatannya terkait kegagalan dari kinerja Pemkab Sarolangun. Pihaknya menghitung dalam rentang waktu bupati menjabat, kemudian dengan kekayaan sumber daya alam Sarolangun yang dikorelasikan dengan pembangunan Kabupaten Sarolangun yang ada saat ini.
Sebagaimana tuntutannya terhadap tergugat satu maupun tergugat dua dinilai terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum ini pertama melanggar Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, kemudian Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Asas Umum Pemerintahan yang Baik, kemudian Undang-undang Nomor 17 tentang MD3. Artinya fungsi MD3 ini tentang fungsi legislatif itu ada fungsi pengawasan dan budgeting yang dinilainya tidak berjalan.
“Selain perbuatan melawan hukum, tuntutan kami adalah minta ganti rugi sebesar Rp500 miliar dan uang ini nantinya harus disetorkan seutuhnya ke kas daerah untuk pembangunan Kabupaten Sarolangun. Jadi bukan buat kami tapi disetorkan ke kas daerah dan itulah untuk pembangunan,” kata Ibni Kholdun.
Menanggapi hal ini, pengacara pemerintah Kabupaten Sarolangun, Erick Abdillah dikonfirmasi setelah sidang tersebut mengatakan bahwa gugatan Ibnu Kholdun dan kawan-kawan berkenaan dengan perbuatan melawan hukum.
“Salah satu dalilnya, Beliau mengatakan selama 15 tahun terakhir ini tidak ada pembangunan. Tentu kami dari kuasa hukum Pak Bupati Sarolangun beserta DPRD, kami menyanggah itu,” kata Erick Abdillah.
Ia menyebut, agenda hari ini adalah bukti surat. Tadi dihadirkan di majelis persidangan. Bukti surat kalau penggugat mengatakan dalam pengelolaan keuangan tidak baik, dibuktikan tadi bukti surat bahwasanya Pemerintah Kabupaten Sarolangun semenjak tahun 2016, 2017 dan terakhir 2018 mendapat sertifikat WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
“Dilanjutkan juga, piagam-piagam penghargaan terhadap pembangunan, terhadap pembinaan suku anak dalam, terhadap seni, budaya dan semuanya. Jadi, tadi kita hadirkan itu menjadi bukti surat, nanti ke depan mungkin ada saksi,” ujarnya.
“Jadi, kami dari kuasa hukum Bupati dan DPRD Kabupaten Sarolangun menyangkal seluruh tuduhan-tuduhan dari Saudara Ibnu Kholdun itu. Nanti biar majelis yang menilai, ya kan,” ucapnya.
Reporter: Warsun Arbain
PERKARA
Polisi Tunggu Hasil Keterangan Ahli Untuk Kasus Karhutla di Desa Gambut Jaya

DETAIL.ID, Jambi – Polisi masih terus mendalami kasus kebakaran lahan di Desa Gambut Jaya, Sungai Gelam, Muarojambi yang menghanguskan areal lahan mencapai 181 hektare pada pertengahan Juli lalu.
Sebanyak 18 saksi termasuk pemilik lahan bernama Edi, yang merupakan sosok pengusaha asal Medan, Sumatera Utara juga disebut oleh polisi telah dimintai keterangan. Namun kasus ini masih mentok dengan status penyelidikan di meja polisi.
Direktur Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia, mengakui bahwa proses pada kasus ini memang cukup lama. Hal itu menurutnya lantaran tidak ditemukan barang bukti yang mengarah langsung pada tindak pidana di lokasi kebakaran.
“Gini kalau yang lain itu (perkara serupa) alat buktinya ada. Korek, minyak ada di situ. Sekarang kan kita tidak punya itu. Unsur sengaja membakar itu tidak kita temukan di lokasi,” ujar Kombes Pol Taufik Nurmandia pada Senin kemarin, 25 Agustus 2025.
Namun dia memastikan bahwa proses hukum tetap bakal berlanjut dengan permintaan keterangan dari ahli, hingga lanjut dengan gelar perkara untuk membuat terang dugaan tindak pidana tersebut dan menetapkan tersangkanya.
“Ahli bagian kerusakan lingkungan belum kita periksa. Nanti setelah ada hasil ahli, baru kita lanjut (gelar),” ujarnya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Tiga dari Tujuh Terdakwa Korupsi Samsat Bungo Ajukan Eksepsi, Katanya Dakwaan Tidak Jelas

DETAIL.ID, Jambi – Tiga dari tujuh terdakwa perkara korupsi pajak kendaraan bermotor di UPTD Samsat Bungo yakni Asep Hadi Suganda, M Suhari, dan Marwanto mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Senin, 25 Agustus 2025.
Suhari dan Marwanto lewat penasihat hukumnya, Ihsan Hasibuan menilai ada kekeliruan dalam proses penanganan perkara tersebut oleh pihak Kejaksaan. Menurutnya, dugaan penyimpangan yang terjadi di Samsat Bungo pada 2019 itu harusnya diselesaikan dengan mekanisme hukum pajak, sehingga pengadilan Tipikor Jambi tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara.
“Bahwa perkara ini bukan perkara tindak pidana korupsi. Berdasarkan dakwaan yang diuraikan oleh jaksa penuntut umum, jelas bahwa perkara adalah mengenai pajak daerah,” ujar Ihsan Hasibuan, membacakan eksepsi.
Dalam beberapa regulasi yang ia uraikan, Ihsan juga menyatakan bahwa pihak yang berwenang melakukan penyidikan atas perkara ini adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada OPD tempat terdakwa bekerja bukan penyidik Kejari Bungo. Dakwaan JPU pun dinilai kabur dan tidak jelas.
Sementara dalam perkara terdakwa Marwanto Ihsan juga menyingung soal pengembalian kerugian senilai Rp 300 juta yang telah dibayarkan pada tahun 2020.
Penasihat Hukum Suhari dan Marwanto tersebut meminta kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara agar mengabulkan nota keberatan dan menyatakan dakwaan gagal demi hukum dan tidak dapat diterima.
Penasehat hukum terdakwa Asep Hadi juga menyinggung soal ketidakjelasan motif serta ketidakpastian nilai kerugian keuangan negara sebagaimana dakwaan JPU atas kliennya.
Atas eksepsi ketiga terdakwa, sidang dengan agenda putusan sela bakal dilaksanakan pada Rabu 27 Agustus mendatang.
Sebelumnya ketiga terdakwa bersama 4 terdakwa lainnya yakni Irniyanti, Riki Saputra, M Sabirin, dan Hasanul Fahmi didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain setidak-tidaknya sejumlah kekurangan pembayaran kewajiban Pajak Kendaraan Bermotor dan/atau Denda Pajak Kendaraan Bermotor yang seharusnya disetorkan ke kas umum daerah Provinsi Jambi Tahun 2019 yang merugikan keuangan negara c.q Pemerintah Daerah Provinsi Jambi sebesar Rp 1.856.142.800.
Sebagaimana Laporan Hasil Audit Inspektorat Provinsi Jambi tentang penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan pajak kendaraan bermotor pada UPT Pengelolaan Pendapatan Daerah Kabupaten Bungo pada BPKPD Provinsi Jambi Tahun 2019.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Kemas Ulang Beras SPHP ke Karung Polos, Pemilik RPK Ditangkap Polisi dan Dijerat Pasal Perlindungan Konsumen

DETAIL.ID, Jambi – Rudi Setiawan (34) salah satu mitra Rumah Pangan Kita (RPK) Bulog Jambi ditangkap oleh personil Sub Dit 1 Indagsi Ditreskrimsus Polda Jambi lantaran memindahkan isi beras kemasan SPHP ke dalam karung polos tanpa merek ukuran 5 kg, 10 kg, hingga 20 kg tanpa izin.
Direktur Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia saat ungkap kasus di Polda Jambi menyampaikan bahwa pengungkapan terhadap Rudi berawal dari adanya informasi peredaran beras tanpa merek di daerah Mayang, Kota Jambi.
“Kemudian personel Sub Dit 1 melakukan pengecekan pada Minggu 24 Agustus, personel menemukan salah satu pekaku usaha dimana atas nama atas nama CV Gembira Maju yang melakukan penjualan beras yang masih dalam karung polos ini dengan berat 5 kg, 10 kg dan 20 kg,” kata Kombes Pol Taufik Nurmandia pada Senin, 25 Agustus 2025.
Adapun beras SPHP tanpa label tersebut diperoleh dari Rudi Setiawan, polisi pun melakukan pengembangan hingga ke rumah pelaku di Perumahan Bumi Citra Lestari, Pal Merah, Jambi. Hasilnya polisi menemukan 200 kg lebih beras SPHP dengan kemasan yang masih utuh disimpan oleh pelaku dalam rumahnya.
“Jadi ini kan RPK ini harusnya di warung. Ini beras kita temukan disimpan di rumah. Jadi modusnya dimana beras diganti karungnya, dan dijual ke warung-warung dengan berat tertentu,” ujarnya.
Pada polisi Rudi beralasan supaya beras cepat laku. Dia pun bisa menjual sekali banyak. Dari harga Rp 11.300/kg yang dibeli dari Bulog, Rudi kemudian menjual beras SPHP tanpa label dengan harga Rp 12.600. Kini, Rudi Setiawan ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 62 ayat 1 UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara peling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Sementara itu Kepala Kanwil Bulog Jambi, Ali Ahmad Najih menegaskan bahwa pihaknya sudah langsung menjatuhkan sanksi kepada RPK milik Rudi. Statusnya sebagai rekanan langsung dicabut dan masuk daftar hitam.
Ia menekankan bahwa terdapat perjanjian yang mengikat antara Bulog dengan para mitra atau RPK. Ketika terjadi pelanggaran maka berdampak pada aspek hukum.
“Kami akan terus berkoordinasi dan monitor dengan Satgas Pangan termasuk Dinas terkait. Agar penyaluran SPHP ini dapat berlangsung dengan baik, hingga menyentuh konsumen. Ini yang perlu kita antisipasi ke depan,” kata Aan.
Reporter: Juan Ambarita