PERISTIWA
Neo Bank akan Saingi Fintech di Indonesia

DETAIL.ID, Jakarta – Ekonom INDEF Aviliani menyebut muncul neo bank alias bank digital yang siap menyaingi bisnis dan pasar perusahaan keuangan berbasis teknologi (fintech). Neo bank menawarkan berbagai layanan keuangan bank, mulai dari pembayaran hingga pinjam meminjam, namun serba digital tanpa harus ke kantor cabang.
Menurut Avi, sapaan akrabnya, neo bank di masa depan bisa menyaingi fintech karena memiliki banyak kelebihan. Sebab, neo bank tidak hanya bisa memberikan layanan pembayaran saja atau pinjam meminjam saja seperti fintech, namun bisa keduanya sekaligus layaknya bank tradisional.
Proses dan layanannya dilakukan secara digital yang cepat, mudah, dan praktis seperti keunggulan fintech dari bank tradisional. Selain itu, neo bank sangat bisa menyaingi fintech karena unggul dalam hal penghimpunan dana, sementara hal ini tidak dimiliki fintech.
“Fintech itu tanpa kerja sama dengan bank tidak akan mudah, terlihat fintech ini meski banyak sekarang, tapi mereka tidak bisa cepat besar. Mereka belum punya ekosistem yang cukup untuk menutup biaya operasional. Dananya pun masih dari bank karena tidak bisa himpun dana dari tabungan, tapi dari investor,” ujar Aviliani dalam diskusi virtual bertajuk Bank Tradisional vs Neo Bank, Selasa 17 November 2020.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ number_post=”8″ post_offset=”1″]
Sementara neo bank sangat mungkin menjadi besar karena sistem dasarnya berupa bank yang bisnisnya sudah lazim di masyarakat. Hanya saja, tantangannya, yaitu modal atau investasi untuk pengembangan sistem.
“Investasi ini ada yang mampu, ada yang masih cari. Seperti BCA itu dia beli Bank Royal untuk nantinya dibuat jadi bank digital,” ujarnya.
Tantangan lain, belum ada sistem data kependudukan yang terintegrasi menjadi satu identitas (single identity).
Menurut Avi, saat ini data kependudukan di Dukcapil sudah mulai terintegrasi dengan data pajak dan bank.
Sayangnya, semua data ini harus buat kerja samanya satu per satu, sehingga tidak terintegrasi dengan otomatis.
“Saat ini data KTP untuk membuat rekening bank saja masih belum jelas, jadi ini PR juga untuk pemerintah untuk bisa mempersiapkan sistem data penduduk yang terintegrasi dan satu,” katanya.
Tantangan lain tentunya ada di regulasi, baik yang berasal dari Bank Indonesia (BI) dalam hal pembayaran maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pinjam meminjam. Lagi-lagi, ini menjadi pekerjaan rumah bagi otoritas untuk memetakan kebutuhan aturan bagi kehadiran neo bank ke depan.
“Sebenarnya di Indonesia sudah ada BTPN dan Digibank dari DBS, tapi skalanya masih terbatas, belum seperti neo bank di luar negeri,” ucapnya.
Lebih lanjut, Aviliani menekankan persiapan menuju neo bank ini harus segera dilakukan karena sejumlah survei menyatakan potensi neo bank akan sangat pesat dalam beberapa tahun ke depan. Bila Indonesia tidak bisa menghadirkannya juga, maka neo bank asing yang dikhawatirkan akan mendominasi pasar.
Potensi neo bank ini tercermin dari hasil survei bertajuk Fintech and Digital Banking 2025 Asia Pacific yang dijadikannya sebagai referensi. Survei dilakukan oleh lembaga internasional yang tak disebutkan namanya belum lama ini.
Hasil survei menyatakan bahwa 44 persen dari total 250 bank teratas yang ada di Asia Pasifik bakal menyelesaikan transformasi connected core pada 2025. Transformasi ini berupa modernisasi berbasis platform dan komponen untuk layanan transaksi.
Bahkan, menurut survei 48 persen bank di Asia Pasifik diprediksi mengganti mekanisme layanan mereka dari manusia menjadi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) alias robot pada 2025. Khususnya untuk keputusan berbasis data.
Hal ini membuat 63 persen nasabah bank di Asia Pasifik bisa mengadopsi layanan bank secara digital pada 2025. “Nasabah akan bersedia beralih ke neo bank (bank digital tanpa kantor cabang),” katanya.
Sementara Kepala OJK Institute Agus Sugiarto mengatakan neo bank mulanya berkembang di luar negeri. Beberapa negara sudah mengimplementasikan bisnis bank digital tanpa kantor cabang ini.
Misalnya, Singapura punya Aspire Bank dan You Trip, Korea Selatan punya Kakao Bank, serta Australia ada Judo Bank dan Volt. Lalu, China memiliki dua neo bank, yaitu WeBank dan My Bank.
Sedangkan di Inggris ada Atom dan Monzo. Kemudian, ada Juno dan Axos di AS serta Jibun Bank di Jepang. Menurut Agus, selama ini neo bank kerap disamakan dengan fintech, padahal berbeda karena fintech tidak beroperasi dengan aturan rinci seperti neo bank yang saat ini masih merujuk pada aturan bank tradisional.
Kendati begitu, ia bilang bukan berarti neo bank ke depan tidak akan memiliki aturan yang lebih rinci. OJK selaku regulator mengaku siap membuat aturannya, namun masih perlu kajian mendalam.
“Kajiannya ini baik dari sisi makroprudensial dan mikroprudensial. Kenapa? Karena harus dipikirkan dampaknya pada kestabilan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, tapi juga bagaimana menumbuhkembangkan neo bank dan melindungi konsumen,” ujarnya.

PERISTIWA
GMNI Laporkan Dugaan Korupsi di Disdikbud Tebo ke Kejati Jambi

DETAIL.ID, Jambi — Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jambi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Tebo ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, Selasa, 7 Oktober 2025.
Ketua DPC GMNI Jambi, Ludwig Syarif Sitohang mengatakan laporan ini merupakan hasil investigasi dan telaah dokumen terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI TA 2024 yang menemukan sejumlah indikasi penyimpangan dalam pengelolaan dana pendidikan di Kabupaten Tebo.
“Korupsi di sektor pendidikan adalah bentuk perampokan terhadap masa depan bangsa. Setiap rupiah yang dikorupsi berarti merampas hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,” ujar Ludwig.
Menurut GMNI Jambi, ada lima poin utama dugaan penyimpangan yang menjadi dasar laporan yakni:
- Temuan tindak lanjut rekomendasi BPK 2024, meliputi indikasi kerugian negara dari pembayaran gaji dan tunjangan ASN, honorarium berlebih, perjalanan dinas fiktif, serta pengelolaan dana BOS yang tidak tertib, dengan potensi kerugian mencapai lebih dari setengah miliar rupiah.
- Penggunaan anggaran pendidikan untuk proyek videotron di rumah dinas bupati, yang dinilai tidak relevan dengan peningkatan mutu pendidikan.
- Penunjukan langsung kontraktor dari luar provinsi, yang dianggap menyalahi prinsip transparansi dan mengabaikan pemberdayaan kontraktor lokal.
- Dugaan pengaturan proyek mengatasnamakan kepala daerah, dengan keterlibatan pejabat aktif di Disdikbud Tebo dan kontraktor tertentu.
- Rekam jejak pejabat bermasalah, salah satunya Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Rahman Dwiyatma yang disebut pernah terlibat penyimpangan anggaran dan laporan fiktif pada tahun-tahun sebelumnya.
GMNI Jambi mendesak Kejati Jambi untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut. “Hukum harus berpihak pada kebenaran, bukan pada kekuasaan. Jika ada pejabat yang bermain dengan dana pendidikan, berarti mereka bermain dengan masa depan anak-anak bangsa,” ujarnya.
Organisasi mahasiswa berhaluan nasionalis ini juga menyampaikan empat pernyataan sikap, sebagai berikut:
- Mendesak Kejati Jambi melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat.
- Menuntut pemerintah daerah mengevaluasi pejabat yang terindikasi melanggar etika dan hukum.
- Mendorong Inspektorat, BPK, dan DPRD Tebo memperkuat fungsi pengawasan penggunaan APBD sektor pendidikan.
- Mengajak masyarakat, guru, dan pelajar menjaga transparansi serta integritas di dunia pendidikan.
“Laporan ini adalah bentuk tanggung jawab moral GMNI sebagai bagian dari kekuatan moral bangsa untuk mengawal jalannya pemerintahan yang bersih dan berpihak pada rakyat. Kami percaya, penegakan hukum yang adil dan tegas di sektor pendidikan akan menjadi langkah awal untuk menyelamatkan masa depan anak-anak Jambi dari kebobrokan birokrasi,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
PERISTIWA
Warga Kecewa! DPRD Terkesan Memihak PT SAS, Pembangunan Stockpile Juga Berlanjut

DETAIL.ID, Jambi – Aktivitas PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) kembali menuai kecaman dari warga Aur Kenali dan Mendalo Darat. Pasalnya, perusahaan tersebut tetap beroperasi meski sebelumnya telah ada kesepakatan antara warga, Gubernur Jambi, dan Wali Kota Jambi untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan hingga waktu yang belum ditentukan.
Warga menilai langkah PT SAS tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap kesepakatan resmi dan lembaga pemerintahan.
“Kami kecewa, ternyata setelah pertemuan ilegal yang difasilitasi DPRD, PT SAS malah tetap bekerja. Jadi untuk apa ada kesepakatan dengan Gubernur dan Wali Kota?” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya pada Sabtu, 4 Oktober 2025.
Kemarahan warga makin memuncak setelah mengetahui DPRD Provinsi Jambi justru memfasilitasi pertemuan mendadak antara PT SAS dan sebagian warga pada Jumat 3 Oktober 2025, tanpa sepengetahuan kelompok masyarakat yang selama ini konsisten menolak keberadaan stockpile batu bara di kawasan pemukiman.
Pertemuan yang disebut dialog oleh pihak DPRD itu dinilai warga ilegal dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Mereka menilai, langkah tersebut seolah membuka jalan bagi PT SAS untuk kembali beroperasi.
“Kalau DPRD malah berpihak pada perusahaan, lalu siapa yang membela rakyat? Kami menduga kuat DPRD sudah menjadi beking PT SAS,” ujar warga lainnya.
Sebelumnya, Gubernur Jambi dan Wali Kota Jambi telah sepakat bersama warga bahwa aktivitas PT SAS harus dihentikan sampai ada kejelasan hasil kajian dampak lingkungan dan tata ruang.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya setelah DPRD Kota dan Provinsi Jambi membuat pertemuan, pengerjaan TUKS dan stockpile PT SAS/RMK masih beroperasi dan aktivitas pengangkutan batu bara tetap berlangsung.
Hingga berita ini diterbitkan, belum diperoleh tanggapan resmi dari DPRD Provinsi Jambi maupun manajemen PT SAS terkait tudingan tersebut.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Pertemuan Mendadak DPRD, PT SAS dan Sejumlah Warga Picu Kontroversi

DETAIL.ID, Jambi – Pertemuan mendadak antara DPRD Provinsi Jambi, PT SAS, dan sejumlah warga Aur Kenali serta Mendalo Darat pada Kamis kenarin, 2 Oktober 2025 menuai sorotan tajam. Warga menilai agenda tersebut melanggar kesepakatan sebelumnya dengan Gubernur Jambi.
Ketua DPRD Provinsi Jambi Hafiz Fattah, Wakil Ketua I Ivan Wirata, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta sejumlah warga hadir dalam forum yang disebut sebagai mediasi. Namun, masyarakat mengaku baru menerima pemberitahuan dua jam sebelum pelaksanaan tanpa adanya surat undangan resmi.
Dalam rekaman video yang beredar, warga menolak berdialog. Mereka menyatakan pertemuan itu tidak sesuai jalur komunikasi yang telah ditetapkan bersama gubernur.
“Kami hadir hanya untuk memastikan tidak ada dialog. Yang harus ditindaklanjuti sekarang adalah adu data PT SAS mengenai rencana aktivitas mereka di lokasi stockpile,” kata perwakilan warga, Dlomiri.
Masyarakat menegaskan bahwa dialog resmi sudah pernah difasilitasi gubernur, sehingga tidak perlu ada pertemuan serupa. Mereka menuntut DPRD menyatakan sikap tegas menolak keberadaan stockpile PT SAS, bukan justru memfasilitasi dialog baru.
Selain itu, warga juga mempertanyakan kehadiran salah satu petinggi organisasi masyarakat dan perwakilan media tertentu dalam forum tersebut. Mereka menduga ada kepentingan lain di balik keterlibatan pihak yang dinilai tidak relevan.
“Yang kami butuhkan dari DPR bukan memediasi pertemuan, tapi berdiri bersama rakyat dengan jelas menolak stockpile PT SAS,” ujarnya.
Rencana pembangunan stokpile PT SAS di kawasan tersebut ditolak warga karena dinilai berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan mengganggu kehidupan masyarakat sekitar.
Reporter: Juan Ambarita