Connect with us

PERKARA

Gaya Merambah PT Bukit Kausar: Pidana Dihapus, Restorasi Mangkir

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Siapa bilang merambah kawasan hutan tak bisa dimaafkan? Bergurulah kepada PT Bukit Kausar — anak perusahaan PTPN VI yang dibeli pada tahun 2000 silam. Urusan pidana bisa dihapus berganti dengan perjanjian restorasi yang diingkari sampai sekarang.

Padahal areal yang dirambah tak tanggung-tanggung, mencapai 375 hektar. Namun sampai dengan batas akhir waktu yang telah ditetapkan yaitu 31 Maret 2018, janji PT Bukit Kausar untuk merestorasi lahan bekas rambahan itu, hanya tinggal janji.

Lahan 375 hektar berada di dalam Blok Taman Raja, Kabupaten Tanjung Jabung Barat — masuk dalam kawasan konservasi yang disisihkan dari konsesi milik PT Rimba Hutani Mas (RHM), anak perusahaan Sinarmas Forestry.

Kisah ini bermula pada tahun 2007. Ketika itu, PT RHM telah menandatangani kesepakatan dengan Forum Komunikasi Daerah (FKD) Jambi dan beberapa lembaga NGO (Non Goverment Organization) di Jambi. Mereka bersepakat bahwa sebagian lahan PT RHM seluas 9.687 hektar yang berada di sebagian blok Taman Raja dijadikan kawasan konservasi.

Kesepakatan itu diperkuat dengan Surat Keputusan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Nomor 522.5.A/627/Dinhut 2007 tanggal 21 Februari 2007 tentang Permohonan Persetujuan Prinsip Pengelolaan Kawasan Lindung sebagian Blok Taman Raja seluas 9.687 hektar secara kolaboratif.

Tujuh tahun kemudian, sebagian kawasan konservasi itu ternyata berganti menjadi kebun sawit PT Bukit Kausar. Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jambi sesuai dengan Laporan Kejadian Nomor: 094.E/03/VIII/Dishut/2014 tanggal 27 Agustus 2014 menemukan bukti-bukti bahwa lahan seluas 375 hektar dirambah oleh PT Bukit Kausar. Junaidi selaku Direktur PT Bukit Kausar sebagai tersangka.

Status tersangka Junaidi lantas dihapus. Dengan catatan PT Bukit Kausar menebang habis kebun sawit hasil rambahannya. Setelah itu, lahan tersebut direhabilitasi kembali dengan tanaman hutan.

Kesepakatan ini tertuang dalam Perjanjian Penyelesaian Areal antara PT Bukit Kausar dengan PT Rimba Hutani Mas pada 30 Maret 2015 untuk merehabilitasi Kawasan Taman Raja menjadi Kawasan Konservasi dengan batas waktu 1 tahun penanaman dan 2 tahun perawatan yang akan berakhir pada 31 Maret 2018.

Nyatanya janji tinggal janji. Sampai Iskandar Sulaiman dan Junaidi pensiun, PT Bukit Kausar masih mangkir dari janjinya. Iskandar pensiun dari jabatan Direktur Utama PTPN VI pada 2016. Kini dia duduk sebagai salah satu pengurus DPP Dewan Masjid Indonesia (DMI) periode 2017-2022 yang dipimpin Jusuf Kalla. Sementara Junaidi setelah pensiun, tak diketahui ke mana rimbanya.

Lahan rambahan seluas 375 hektar itu diduga merupakan hasil bancakan para petinggi PTPN VI. Iskandar Sulaiman memiliki 120 hektar, Karim 60 hektar dan Arfinaldi 60 hektar serta para mantan petinggi lainnya.

Plt Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jambi, Ir Erizal mengaku belum mendapat informasi bahwa lahan itu belum direstorasi. “Sudah disuntik mati semua tanaman yang dirambah mereka. Namun kami belum dapat informasi kalau belum direstorasi. Nanti kami konfirmasi dengan PT RHM,” kata Erizal kepada detail, Senin (9/4/2018).

Feri Irawan, salah satu Anggota FKD pekan lalu telah mengecek ke lokasi dan baru 60 persen yang direstorasi. “PT Bukit Kausar patut diberi sanksi karena sampai batas akhir waktunya mereka masih belum merehabilitasi semua lahan rambahan itu,” katanya kepada detail, Senin (9/4/2018).

Menurut Feri, tindakan PT Bukit Kausar inilah salah satu bukti bahwa perambahan yang dilakukan perusahaan selalu bisa ditolerir sementara jika masyarakat langsung ditangkap.

Direktur PT Bukit Kausar, Sutardi membantah jika disebutkan bahwa mereka belum merestorasi lahan seluas 375 hektar tersebut. “Ah tidak benar itu. Sudah kami restorasi kok. Hanya tinggal 15 hektar lagi yang belum,” katanya dengan nada ketus kepada detail, Sabtu (7/4/2018) lalu. Selain sebagai Direktur PT Bukit Kausar, Sutardi juga menjabat Direktur PT Mendahara Agro Jaya Industri (MAJI).

Barangkali Sutardi sedang berkhayal! (DE 01/DE 02)

PERKARA

Orang Tua Korban Pencabulan Masih Tak Terima dengan Vonis Rendah Yanto, Imelda Juga Ungkap Soal Tawaran Duit

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Imelda masih tak habis pikir dengan vonis ringan 2 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim pada Yanto alias Risky Aprianto. Orangtua korban pencabulan tersebut bahkan menilai jika Yanto memutarbalikkan fakta sepanjang persidangan.

Dalam pertimbangan hal yang meringankan, sebagaimana Hakim Suwarjo menyebut terdakwa berperilaku sopan dan mengakui perbuatannya di muka persidangan. Juga dibantah oleh Imelda, menurut Imelda Yanto bahkan tidak pernah meminta maaf secara langsung pada keluarganya.

Padahal imbas aksi pencabulan yang dilakukan Yanto terhadap putranya yakni A (14), anak Imelda itu kini mengalami trauma berkepanjangan. Korban yang masih duduk di bangku SMP itu juga disebut kerap mengalami bullying ikhwal peristiwa yang dialaminya.

“Masih (trauma) sampai sekarang. Emosinya tuh kalau dia marah tuh, enggak stabil,” kata Imelda, Sabtu 5 Juli 2025.

Imelda juga mengungkap bahwa semenjak kasus pelecehan sesama jenis yang menimpa anaknya tersebut mulai mencuat di media massa, sampai ditangani polisi hingga bergulir di pengadilan. Rumahnya silih berganti didatangi orang tak dikenal.

Mereka berupaya meloby negoisasi agar kedua pihak bisa berdamai. Dalam negoisasi bahkan Imelda bilang keluarganya pernah dari Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Namun semua tawaran duit gede tersebut diabaikan oleh Imelda bersama keluarga. Mereka takut, perkara serupa bakal kembali berulang kepada anak-anak yang lain. Terlebih pelaku Yanto sendiri disebut tak pernah meminta maaf secara langsung.

“Ado sampai 1 (Rp 1 M), ibu mau berapa Rp 500, Rp 1 M. Itu dikirim lewat WA, saya screnshoot saya kirim ke JPU. Wah banyak yang datang, saya yang ketakutan jadinya. Sampai jam setengah 12 malam datang,” ujarnya.

Sementara itu Ketua LPAI Provinsi Jambi Amsyarnedi Asnawi menyayangkan vonis ringan 2 tahun kepada Yanto. Dia juga bertanya-tanya, kenapa pasal yang dikenakan dalam perkara Yanto bukan Pasal Perlindungan Anak, melainkan Pasal Tindak Pidana Pencegahan Kekerasan Seksual (TPKS).

Padahal menurut Eed sapaan akrabnya, segala unsur telah terpenuhi dalam riwayat perkara. “Seharusnya kalau (pakai) UU Perlindungan Anak jelas itu menyatakan 5 tahun minimal. Kalau pun hakim punya hati nurani, ya minimal 5 tahun pelaku dihukum,” ujar Eed.

Ketua LPAI Provinsi Jambi tersebut pun menegaskan bahwa pihaknya bakal mendorong JPU buat banding. Selain itu ia juga berencana untuk bersurat kepada LPAI pusat. Semua demi mengupayakan agar kasus serupa tak lagi berulang.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Tanggapi Vonis Yanto, LPAI: Miris Terhadap Putusan Hakim yang Tidak Berpihak pada Anak

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Vonis 2 tahun terhadap Yanto alias Risky Apriyanto, oknum ASN pelaku pencabulan anak di bawah umur langsung mendapat sorotan tajam dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Jambi.

Ketua LPAI Provinsi Jambi, Amsyarnedi Asnawi merasa miris dengan putusan pengadilan yang dalam perkara yang dinilai tidak berpihak terhadap anak, dimana Majelis Hakim yang mengadili perkara memilih menjatuhkan pidana dengan menitikberatkan pada pelecehan seksual dibanding perlindungan anak.

“Ini kasus sodomi yang dilakukan orang dewasa terhadap anak di bawah umur tentunya seharusnya hakim harus berpedoman pada UU Perlindungan Anak Nomor 35/2014 yang mana prinsipnya anak berhak atas perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan korban seksual,” kata Amsyarnedi menanggapi putusan pada Kamis, 3 Juli 2025.

Lebih lanjut Ketua LPAI Jambi itu bilang, bahwa jika hakim mengacu pada UU PA, terdakwa bisa diputus serendah-rendahnya 5 tahun pidana penjara atau maksimal 15 tahun.

Dia pun menilai bahwa keluarga korban sudah selayaknya banding atas putusan pengadilan tingkat pertama tersebut.

“Harus banding dan LPAI mengharapkan di pengadilan banding, hakim akan memutuskan hukuman maksimal,” ujarnya.

Sementara ibu korban yakni Imelda, usai sidang dengan penuh emosi tak terima atas vonis rendah yang diberikan hakim pada terdakwa. Dengan lantang dia menuding hakim telah bermain dalam perkara anaknya.

“Dak puas aku, 2 tahun katanya. Aku dak puas nian. Masa percobaan pula 2 tahun tuh. Bermain berarti hakim tu. Pikirkan macam mano kalau anaknya yang dikayak gitukan. Biso dak dia ngasih hukuman segitu. Dak terimo, banding aku,” ujar Imelda.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Sidang Korupsi Pupuk Subsidi Bungo: Terungkap Pungutan Tak Berdasar, Direktur BUMD Berkali-Kali Ditegur Hakim

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) penyaluran pupuk subsidi tahun anggaran 2022 di Kabupaten Bungo kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jambi, Kamis 3 Juli 2025. Persidangan kali ini menghadirkan Direktur BUMD PT Bungo Dani Mandiri Utama (BDMU), Mayrizal sebagai saksi.

Dalam kesaksiannya, Mayrizal menyebut bahwa PT BDMU ditunjuk langsung oleh PT Pupuk Indonesia sebagai distributor pupuk subsidi di Bungo berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB). Namun, ia berdalih tidak mengetahui secara rinci jumlah pengecer yang bekerja sama dengan BDMU. Informasi tersebut kemudian dijelaskan oleh Manajer BDMU, Rudianto, yang menyebut terdapat 34 pengecer pada tahun 2022, termasuk terdakwa Sri Sumarsih dari CV Abipraya.

Dalam sidang terungkap bahwa CV Abipraya juga terdaftar sebagai pengecer di distributor lain, yakni CV Kilya.

Hakim Ketua Anisa Brigdestirana mempertanyakan keabsahan status ganda tersebut. Rudianto menjelaskan, pengecer bisa bekerja sama dengan lebih dari satu distributor bila berasal dari produsen berbeda. Ia juga menyebut penunjukan CV Abipraya disetujui langsung oleh Mayrizal selaku Direktur BUMD.

Distribusi pupuk subsidi merujuk pada data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dan batas maksimal pembelian. Di Kecamatan Bathin II Babeko, kuota tahun 2022 ditetapkan ZA 334 ton, SP36 332 ton, NPK 664 ton, organik 264 ton, dan organik cair 2.800 liter. Seluruh penebusan dilakukan melalui sistem daring seperti aplikasi T-Puber untuk pengecer dan WCM untuk distributor.

Namun, dalam persidangan terungkap dugaan pungutan liar dalam proses distribusi. Distributor diduga memungut biaya bongkar muat dan injak gas sebesar Rp 70 per kilogram kepada pengecer, meskipun tidak tercantum dalam SPJB. Sementara itu, distributor disebut memperoleh keuntungan hingga Rp 200 per kilogram dari harga produsen.

Saat dicecar hakim, Mayrizal mengklaim bahwa BUMD telah membayar biaya angkut kepada pihak ekspedisi. Namun, kesaksian Aprizal selaku perwakilan ekspedisi membantah pernyataan tersebut. Ia menegaskan bahwa seluruh ongkos angkut ditanggung oleh pengecer, bukan oleh BDMU.

“Yang kita bayar ongkos angkut saja, dan itu langsung dari pengecer, bukan dari BUMD,” kata Mayrizal.

Hakim Anisa pun beberapa kali menegur keras Mayrizal karena terus memotong jalannya persidangan dan berusaha mengarahkan penjelasan.

“Saudara jangan atur-atur saya. Saya yang pimpin sidang ini. Saudara sebagai direktur harus bertanggung jawab sampai ke bawah,” ujar hakim Anisa.

Lebih jauh, terungkap bahwa upah bongkar muat telah menjadi kesepakatan tidak tertulis antara BDMU dan para penyalur. Rudianto menyebut kesepakatan itu disampaikan dalam sosialisasi yang dihadiri oleh Mayrizal. Meski demikian, Mayrizal tetap membantah telah memberi perintah penarikan biaya dari pengecer.

Dalam kesempatannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Bungo Silfanus, menanyakan jumlah pupuk subsidi yang ditebus oleh Sri Sumarsih sepanjang tahun 2022. Mayrizal mengaku tidak ingat dan menyatakan seluruh data telah disita penyidik.

JPU juga mempertanyakan bukti penyaluran pupuk subsidi kepada petani. Rudianto menjawab bahwa pelaporan hanya dilakukan melalui grup WhatsApp. Ia pun mengaku tidak pernah menerima laporan monitoring dan evaluasi dari tim Verval Kecamatan.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa menggali lebih lanjut soal keuangan BDMU, hingga jumlah penyaluran pupuk subsidi Bungo sepanjang 2022. Dalam kesaksiannya, Mayrizal mengaku tidak mengetahui secara detail alur keuangan BUMD, terungkap juga bahwa bendahara perusahaan adalah anak kandungnya sendiri.

“Saya direktur tapi tidak tahu semuanya. Hanya tahu garis besarnya saja,” katanya.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs