PERKARA
Tak Terima, Hutabarat Ungkap Kejanggalan Anaknya yang Tewas Ditembak di Rumah Dinas Kadiv Propam Mabes Polri

DETAIL.ID, Jambi – Samuel Hutabarat, orangtua dari Brigpol Josua Hutabarat (Brigpol J) yang meninggal baru-baru ini akibat ditembak sesama anggota kepolisian di rumah dinas Kepala Divisi Propam Mabes Polri. Samuel tak terima dengan kematian anak pertamanya.
Saat dikonfirmasi, Samuel Hutabarat dalam suasana berduka masih ingat betul semua kebaikan almarhum anaknya. Terkait kematian anaknya, Samuel mengatakan bahwa seorang petinggi Mabes Polri berpangkat Jendral Bintang satu beserta sejumlah pasukan baru saja pulang dari rumanya untuk meluruskan informasi terkait kematian anaknya.
“Ini baru pulang tadi dari sini, Brigjen apa tadi lupa saya namanya. Datang dari Mabes untuk memberikan keterangan soal kematian anak kita ini (Brigpol J),” kata Hutabarat, Senin 11 Juli 2022.
Diceritakan oleh Hutabarat, bahwa salah satu pimpinan dari Mabes tersebut menekankan jika kasus ini merupakan berita aib. Namun Hutabarat sekali pun masih dalam suasana duka yang mendalam dengan tegas menyatakan, mau itu aib atau bukan peristiwa kematian anaknya di rumah dinas Kadiv Propam Mabes Polri harus diungkap.
“Tapi ini pak Hutabarat, berita aib,” kata Hutabarat menirukan pernyataan sang Jenderal. “Saya simak cerita dia itu dengan seksama dengan teliti,” ujar Hutabarat.
Dia ceritakan, kata Hutabarat, setiap pulang dari luar kota. Istri Kadiv Propam Mabes Polri selalu mampir di rumah dinas untuk keperluan test PCR. kalau sudah steril dari tanda-tanda atau terjangkit virus Covid-19 barulah istri jenderal polisi tersebut pulang ke rumah pribadi.
“Sebelum hasil Swab keluar. Ibu Putri ini biasalah baru pulang dari luar kota, rebah badan di kamar dengan maaf ngomongnya agak sensitiflah. Istilahnya bagi kita laki-laki seksilah. Itulah cerita dia (sang Brigjen Pol). Kemudian masuklah katanya anak kita ini ke kamar (Brigpol J),” kata Hutabarat.
Tidak jelas apakah kamar saat itu dalam keadaan terkunci atau tidak. Namun tak lama setelah Brigpol J masuk ke kamar. Anak kita ini, kata Hutabarat, menodongkan senjata. Istri Kadiv Propam sontak menjerit, dan Brigpol J langsung bergegas keluar kamar.
“Sudah menjerit si Ibu Putri ini anak kita keluar dari kamar itu. Sudah keluar dari kamar ada Brimob balok merah nanya ada apa. Jadi datang katanya anak kita ini langsung menembak membabi buta, saya tanya yang menembak pertama itu siapa?” ujar Samuel.
Keterangan pihak kepolisian menyatakan jika yang pertama melakukan aksi penembakan merupakan Almarhum Josua.
Keterangan yang sama juga dikatakan oleh Brigjen yang bertamu ke rumah duka keluarga Samuel Hutabarat. Kata sang Brigjen, Bharada tersebut lansung mengelak dari tembakan Josua serta membalas dengan tembakan.
Timah panas Bharada tersebut pun tidak meleset, Josua sempoyongan setelah terkena tembakan pertama dari rekan polisinya. Dengan senjata api di tangannya, Josua terus menembak sebanyak 7 kali tak tentu arah.
“Ada bukti kok di situ dinding, kata Hutabarat menirukan suara Jendral, Hutabarat kemudian bertanya. Jadi jarak mereka itu saling tembak berapa meter? Dibilangnya penyidik yang tahu, penyidik Polres Jakarta Selatan, jarak 5 sampai 7 meter. Jadi yang menebak pertama siapa pak kubilang. Jadi kayak saya yang menyidik dia. Tetap kata Brigjen itu yang menembak pertama si Josua?” kata Hutabarat.
Namun keterangan sang Brigjen masih belum masuk ke akal sehat Hutabarat, mungkin juga bagi para pembaca berita ini.
“Jadi menembak pertama si Josua, masak tidal kena itu si Bhrada. Sedangkan si Bhrada ini sudah belakangan menembak. Malah anak saya yang tertembak. Hebat ya sudah lebih-lebih dari sniper dia,” ujar Hutabarat bernada kesal.
“Saya tanya. Sekarang gini Pak Jenderal setau saya, savety seorang Jendral itu sangat ketat. Sedangkan pengawal aja enggak cukup 2 orang di rumah, yang membuktikan itu semua betul atau tidak kronologis kalian itu. CCTV yang bisa buktikan,” kata Hutabarat.
Namun, sang Jenderal nampaknya langsung berkelit dengan menyatakan bahwa di lokasi rumah dinas Kadiv Propam tidak ada CCTV.
“Dari Kadiv Propam katanya enggak ada CCTV. Boleh direkam suara saya, seharusnya apalagi ruang kamar utama Jenderal harusnya ada CCTV dekat kamar itu,” katanya.
Cuma kejanggalan itulah, kata Hutabarat, masa di rumah Jendral savety tidak lengkap, tapi apapun kita cerita pak yang jujur-jujur ajalah, yang transparan. Saya bukan menuntut apa-apa cuman mau keadilan dan ketransparanan.
Saat ditanyai apakah kepolisian ada melakukan autopsi terhadap mayat Brigpol J lagi-lagi Hutabarat menerima jawaban kosong tanpa menerima bukti.
“Ada katanya di Jakarta. Cuma surat autopsi ga ada dibawa. Enggak ada apa-apa dibawa. Hanya omongan menerangkan kangkung genjer,” ujarnya.
Setelah mendengar keterangan dari Brigjen Mabes Polri tersebut, Hutabarat pun menyimpulkan dua hal.
“Pertama kalau anak saya menembak jarak 5 – 7 meter, masa enggak kena itu si Bhratu itu. Keduanya apabila salah seseorang anggota polisi, apakah harus dibantai seperti itu? Sedangkan teroris di Papua pun enggak boleh seperti itu. Taruhlah anak saya salah, kan bukan harus dibantai gitu, kan ada jalur hukumnya. Ya lumpuhkan, tangkap, adili,” katanya.
“Kematiannya itu tidak wajar, yang menembak pertama anak saya tapi tidak ada yang kena. Sedangkan anak kuta ini sudah terlatih dari Brimob tembak-menembak.” kata dia menambahkan.
Jendral dari Mabes Polri tersebut pun juga mengatakan jika pihak keluarga kurang puas maka bisa membuat laporan.
“Cuma dibilangnya kalau kurang puas silakan datang ke Jakarta untuk menuntut, sementara saya bukan mau menuntut apa apa. Ngapain lagi tuntut-menuntut udah orang mati pun. Cuma transparan rasa keadilan itu yang kami butuhkan,” katanya.
Setelah semua kejanggagalan tersebut, saat ditanyai apakah pihak keluarga Samuel Hutabarat akan menempuh jalur hukum. Pernyataan putus asa terlontar oleh Samuel Hutabarat.
“Kalau untuk melakukan proses hukum gimanalah pak? Kita orang kecil ini enggak ngerti hukum. Kita juga enggak punya pengacara. Untuk makan anak istri aja pun sudah ngos-ngosan saya.

PERKARA
Sidang Praperadilan Aktivis Tani Thawaf Aly Digelar di PN Jambi, Kuasa Hukum Sebut Penangkapan Tak Sah

DETAIL.ID, Jambi – Sidang praperadilan aktivis tani Thawaf Aly terhadap Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jambi digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi, Senin pagi, 20 Oktober 2025.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh hakim Halim Tunggal Deny Firdaus, tim kuasa hukum Thawaf Aly yakni Ahmad Azhari, Agus Efandri, Syamsurizal, dan Ringkot Nedy Harahap dari Pantasirua & Yatsirubisatya Law Firm menilai penetapan, penangkapan, dan penahanan terhadap Thawaf Aly oleh penyidik Subdit III Jatanras Polda Jambi tidak sah oleh karena itu harusnya batal demi hukum.
Mereka menilai tindakan penyidik melanggar Pasal 77 huruf a KUHAP karena dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa bukti permulaan yang cukup. Kuasa hukum juga menilai dasar kepemilikan lahan yang digunakan penyidik, yakni sporadik tahun 2013, tidak relevan dengan lokasi perkara.
Dalam petitumnya, mereka meminta majelis hakim menyatakan penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan terhadap Thawaf Aly tidak sah serta memerintahkan Polda Jambi untuk segera membebaskannya.
“Penetapan hingga penahanan terhadap klien kami dilakukan sebelum pemeriksaan selesai, tanpa dasar hukum yang sah, dan melanggar hak asasi manusia,” ujar Ahmad Azhari.
Kasus ini bermula dari dugaan pencurian buah sawit di lahan pelepasan kawasan hutan yang belum dibebani hak apa pun di Desa Merbau, Kecamatan Mendahara, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Thawaf Aly ditangkap pada 29 September 2025 atas tuduhan pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP.
Kuasa hukum menilai kasus tersebut sarat rekayasa dan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap petani, karena akar persoalannya adalah sengketa lahan antara petani Merbau dan pengusaha sawit asal Medan, Sucipto Yudodiharjo.
“Ini skenario konflik lahan antara korporasi dan rakyat kecil. Penangkapan terhadap Thawaf Aly sangat tidak berdasar dan sarat kepentingan,” ujar Azhari.
Rekan setimnya, Agus Efandri menilai penegakan hukum terhadap mafia tanah seperti Sucipto sangat lemah, sementara petani kecil justru menjadi korban.
“Mafia tanah seperti Sucipto bebas, sementara petani seperti Thawaf Aly langsung ditangkap. Ini bentuk ketimpangan hukum yang harus dilawan,” ujarnya.
Perkara hukum yang kini mebjerat aktivis petani Thawaf Aly juga menjadi sorotan dari kalangan aktivis mahasiswa, Vikri selaku Menko Gerakan BEM Universitas Jambi, menyatakan mahasiswa akan terus mengawal proses hukum tersebut.
“Kami akan melakukan eskalasi perlawanan terhadap pihak-pihak yang mengkriminalisasi petani. Ini bukan sekadar kasus hukum, tapi soal keberpihakan negara kepada rakyat,” katanya.
Sementara pihak termohon, melalui kuasa hukumnya, mengklaim bahwa penetapan Thawaf Aly sebagai tersangka telah dilakukan sesuai prosedur hukum dan berdasarkan alat bukti yang sah.
“Penetapan tersangka dilakukan setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang sesuai serta dapat dibuktikan dalam tahap pembuktian selanjutnya,” ujar kuasa hukum termohon di hadapan majelis hakim.
Polda Jambi juga membantah adanya pelanggaran prosedur dalam proses penangkapan dan penahanan, serta menyatakan seluruh tindakan penyidik didukung bukti permulaan yang cukup.
Atas segala klaim tersebut, pihak pemohon masih akan mengungkap sejumlah fakta lebih lanjut dalam persidangan yang masih bakal terus bergulir di PN Jambi.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
RSUD Mattaher Respons Soal Laporan Polisi, Katanya Sudah Sesuai Prosedur Tangani Pasien

DETAIL.ID, Jambi – Setelah dilaporkan ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik dan penjualan alkes, pihak RSUD Mattaher akhirnya angkat bicara. Wakil Direktur Pelayanan RSUD Raden Mattaher, Anton Triyartanto mengaku bahwa kasus yang menyeret dr Deri Mulyadi dkk, sudah lama diproses.
Pembahasan bahkan melibatkan Komite Medik RSUD Mattaher, Komite Etik IDI Jambi, Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS), hingga Ombudsman. Hasilnya disebut RSUD Mattaher sudah sesuai prosedur dalam penanganan pasien.
“Ini sudah dibahas sebelumnya, antara RSUD Mattaher, Ombusman dan dari pihak Penasehat Hukum pasien. Bahwa RSUD Raden Mattaher sudah melaksanakan sesuai prosedur,” ujar Anton pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Wakil Direktur Pelayanan RSUD Mattaher tersebut mengungkap bahwa dr Deri selaku pihak yang terseret dalam laporan polisi pasien baru-baru ini, merupakan dokter mitra (PNS) dari Universitas Jambi yang mengundurkan diri dari pekerjaannya sebelum proses Pilkada 2024 lalu. Jadi, kata Anton, bukan diberhentikan oleh RSUD Mattaher.
Soal dugaan permintaan sejumlah uang demi alat bantu sendi sebagaimana terungkap dalam laporan polisi Kualam. Wadiryan Mattaher menegaskan bahwa RSUD tidak pernah memungut biaya kepada pasien BPJS kelas 3. Semua biaya layanan digratiskan.
“Terkait dugaan penarikan biaya, RSUD Mattaher tidak pernah memungut biaya tambahan terhadap pasien BPJS kelas 3. Cuma kalau keterangan pasien seperti itu, perlu pembuktian lagi dia bayar sama siapa? Yang jelas rumah sakit tidak pernah ada penarikan biaya dari pasien BPJS kelas 3, kita haramkan itu,” katanya.
Sementara dalam kronologi sebagaimana dilaporkan ke Polda Jambi, Kualam mengaku dimintai sejumlah uang terkait biaya kekurangan alat bantu sendi yang sudah dipasang di lutut Kualam, lewat orang suruhan dr Deri. Setelah mendapat telepon, pihak keluarga saat itu kemudian memberikan uang permintaan tersebut. Sekalipun Kualam masih terbaring lemah, tak bisa menggerakkan kakinya.
Anton Triharyono juga mengklarifikasi terkait kondisi Kualam yang tak kunjung membaik pasca operasi lulut, pihak RSUD kemudian sudah mengarahkan untuk rujuk ke RSUD Tipe A di Palembang. Namun entah bagaimana ceritanya, harapan Kualam untuk sembuh malah berakhir pupus di RS Mitra, yang notabenenya masih rumah sakit Tipe C.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Jadi Lumpuh! Pasien Polisikan Dokter RSUD Mattaher Atas Dugaan Malpraktik dan Penjualan Alkes

DETAIL.ID, Jambi – Kualam, seorang warga Kasang Pundak, Kumpeh Ulu didampingi tim kuasa hukumnya melaporkan dokter spesialis Ortopedi RSUD Raden Mattaher sekaligus RS Mitra yakni dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik serta penjualan alat kesehatan yang tidak sesuai standar.pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Kualam merasakan nyeri pada lututnya dan berobat ke RSUD Raden Mattaher pada 9 Oktober 2023 lalu. Kala itu dr Deri disebut menyampaikan bahwa Kualam harus menjalani operasi lutut dan kemudian dipasangi alat pengganti sendi yang dibeli dari China.
Namun biaya operasi disebut-sebut oleh dr Deri tidak ditanggung oleh BPJS. Sehingga korban harus membayar senilai Rp 35 juta. Korban yang memikirkan kesehatannya menyetujui dan operasi lantas dilakukan oleh dr Deri beserta 5 orang rekannya di kamar bedah RSUD Raden Mattaher pada 3 November 2023. Namun sayangnya operasi lutut dan pemasangan alat pengganti sendi tersebut rupanya tak bikin korban sembuh.
“Sejak operasi dilakukan luka pada bekas operasi tidak kunjung sembuh dan keluar darah, tiap kontrol hanya diberi penghilang nyeri. Karena terus mengeluarkan darah dan bernanah, korban meminta untuk diperiksa takut infeksi. Kondisi korban makin parah pada 23 Juli 2024, sehingga dirawat di UGD selama 2 Minggu,” kata Bahari, kuasa hukum Kualam pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Karena kondisi korban makin parah, alat pengganti sendi yang diklaim dr Deri berkualitas bagus dan berasal dari China terasbut kemudian dioperasi kembali oleh asisten dr Deri, yakni dr Zaki Asad. Dan setelah barang tersebut diangkat, lutut korban akhirnya kering.
Saat itu dr Deri disebut masih menyampaikan harapan bagi korban untuk bisa sembuh, namun harus pindah ke RS Mitra dengan alasan alat lebih lengkap. Dan juga pengurusannya hanya dikenakan biaya senilai Rp 5 juta dengan alat lain ganti sendi yang kualitasnya lebih baik.
“Karena percaya dengan ucapan dokter tersebut dan harapan besarnya untuk sehat kembali, korban kemudian menyetujui lagi,” ujarnya.
Namun alangkah kecewanya korban, ketika bertemu kembali dengan dr Deri di RS Mitra. Korban kembali dihadapkan pada pilihan berat.
“(Terlapor) dia mengatakan pada klien kita, agar kaki kirinya dimatikan atau dibuat lurus saja, biaya ditanggung BPJS tetapi kalau mau dioperasi dengan alat kemarin (alat bantu sendi serupa) boleh juga. Sehingga klien kita bukan cuma sakit di lutut lagi, tapi stres juga,” katanya.
Pasca operasi di RSUD Raden Mattaher, korban pun mengalami kelumpuhan hingga kini. Lewat kuasa hukumnya, Kualam beberapa kali melayangkan somasi meminta penjelasan dan pertanggungjawaban pihak RSUD Mattaher atas tindakan Dr Deri Mulyadi. Namun tak ada respons hingga saat ini.
Malahan pihak rumah sakit diduga lepas tangan, dengan memberhentikan sang dokter. Sehingga tak lagi berpraktik di RSUD Mattaher. Kualam pun muak, lewat kuasa hukumnya kini ia resmi melaporkan dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi, atas dugaan malpraktik hingga penjualan alkes yang tak sesuai standar.
Hingga berita ini terbit, awak media masih berupaya menghimpun informasi lebih lanjut pada pihak-pihak terkait.
Reporter: Juan Ambarita