Connect with us

PERKARA

Kasus Penganiayaan Siregar Bersaudara Masih Gelap, Kuasa Hukum: Harusnya Semua yang Terlibat Ditangkap!

DETAIL.ID

Published

on

Terduga pelaku Mahfud di Polsek VII Koto. (DETAIL/ist)

Tebo, DETAIL.ID – Sampai kini kasus penganiayaan yang dilakukan sejumlah orang terhadap dua Siregar bersaudara yakni Kamaludin dan Jamaludin Siregar di Desa Teluk Kayu Putih, Kecamatan VII Koto, Kabupaten Tebo, Jambi pada 1 Agustus 2023 lalu masih juga tak ada titik terang.

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh awak media, masalah tanah diduga menjadi awal mula dari peristiwa keji yang menimpa korban yakni Siregar bersaudara.

Pihak keluarga menyebut, awalnya korban membeli tanah dari terduga pelaku penganiayaan bernama Mahfud. Kala itu proses jual beli lahan disebut lengkap dengan surat-surat serta disaksikan oleh sejumlah warga.

Namun entah mengapa, beberapa bulan setelah transaksi jual beli lahan tersebut, Mahfud malah mengklaim tanah yang telah ia jual masih haknya. Hal tersebut pun diduga sebagai upaya dari Mahfud untuk dapat kembali menguasai fisik lahannya.

Persoalan antara Mahfud dengan Siregar bersaudara pun sampai ke pihak aparatur Desa Teluk Kayu Putih. Ketika keduanya hendak dimediasi, peristiwa keji pun menimpa Siregar bersaudara. Mereka, ditembak, dikeroyok, dan dibacok oleh sejumlah pelaku yang diduga kuat merupakan rekan-rekan Mahfud.

Pihak keluarga korban saat dikonfirmasi awak media menuturkan bahwa awalnya Korban Jamaludin Siregar saat hendak berangkat ke kantor desa guna menghadiri persoalan sengketa lahan singgah terlebih dahulu di depan rumah pelaku Mahfud.

Namun, Jamal langsung disambut dengan beberapa tembakan senjata api rakitan (kecepek) oleh rekan Mahfud bernama Yudin. Tak hanya itu usai ditembak, Jamal juga diduga kuat dikeroyok oleh 7 orang rekan-rekan Mahfud serta diikat oleh para pelaku di pepohonan belakang rumah Yudin.

Atas insiden itu, Jamal mengalami luka serius, sejumlah luka tembak serta sayatan dan tusukan benda tajam. Beruntung nyawanya masih tertolong. Dia (Jamal) segera mendapat pertolongan dan dilarikan ke Puskesmas terdekat guna memperoleh pertolongan medis.

Tak terima dengan peristiwa yang dialami adiknya, Kamaludin Siregar bergegas dari Puskesmas ke Polsek VII Koto guna melaporkan peristiwa yang menimpa adiknya Jamal. Namun ternyata dia juga sudah dipantau oleh Mahfud beserta rekan-rekannya.

“Pada saat Kamaludin mau lapor ke Polsek, dia ternyata udah dibuntuti. Di tengah jalan ia dikeroyok juga. Badannya luka-luka juga. Itu jarinya ada yang putus, saya lupa berapa. Luka bacok di tangan sama di kaki juga. Jadi terkait kasus ini ada 2 LP,” kata Josep Simalango, kuasa hukum pihak keluarga korban, Rabu 23 Agustus 2023.

Namun atas dua laporan polisi terkait kasus penganiayaan yang dialami oleh Jamaludin itu, baru Mahfud yang diproses hukum. Para pelaku lainnnya masih saja bebas berkeliaran.

Josep Simalango pun menyayangkan lambannya proses penanganan kasus ini. Menurut dia setidaknya terdapat 4 orang terduga pelaku yang seharusnya sudah berstatus tersangka dan sudah ditahan, namun sampai kini 20 hari lebih pasca kejadian Polisi hanya menahan 1 orang (Mahfud) dari 2 LP kasus Jamaludin dan Kamaludin.

“Karena kalau kita teliti, ini bukan cuma soal penganiayaan. Ada juga dugaan kepemilikan senjata api tanpa disertai legalitas oleh pelaku,” ujarnya.

Sikap kepolisian dalam hal ini Polsek VII Koto dalam kasus ini pun masih menjadi pertanyaan bagi dia.

“Saya dapat informasi bahwa kasus ini sudah jadi atensi Kapolri. Kalau mereka (polisi) berdalih untuk menjaga kondusifitas sehingga pelaku yang ditindak cuma satu. Ini pertanyaan besar ini. Seharusnya ya ditangkap itu semua yang terlibat. Ya kita lihat dululah perkembangan kasusnya ini,” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

PERKARA

Mediasi Gagal, Mediator Keluarkan Anjuran Bagi YPTSA STIA Nusantara Sakti dan Pelapor

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Proses mediasi antara pihak Yayasan Pendidikan Tinggi Sakti Alam Kerinci (YPTSA), selaku pengelola Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Nusantara Sakti dengan 15 orang dosen dan pegawainya berujung buntu.

Belum lama ini, mediator pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jambi pun akhirnya mengeluarkan anjuran atas perselisihan hak antara kedua belah pihak.

“Tindak lanjut penanganan kasus Yayasan Sakti Alam kemarin bahwa mediator hubungan industrial sudah menyampaikan anjuran,” ujar Kabid Hubungan Industrial, Dodi Haryanto pada Rabu, 2 Juli 2025.

Lebih lanjut, Kabid Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Hubungan Ketenagakerjaan tersebut mengungkap bahwa dalam secara umum mediator menganjurkan agar YPTSA dan Pimpinan STIA Nusa Sakti segera membayarkan hak-hak yang dituntut pekerja seperti upah yang belum dibayarkan, THR, serta hak atas pemutusan hubungan kerja.

“Dan masing-masing pihak diberikan waktu 10 hari untuk menjawab anjuran tersebut. Dalam anjuran mediator,” katanya.

Dodi sebelumnya juga mengungkap bahwa proses mediasi telah dilakukan beberapa kali yang mulai bergukir sejak 12 Maret 2025. Namun tak kunjung ada titik temu antar kedua belah pihak.

Dengan adanya anjuran dari Disnakertrans, sikap YPTSA dan STIA Nusantara Sakti jadi penentu. Apakah perselisihan hak bakal selesai, atau malah lanjut ke ranah hukum lebih tinggi yakni Pengadilan Hubungan Industrial.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Arief Efendi Terdakwa Korupsi di Kasus Bank Jambi Akui Perbuatannya, Minta Keringanan Hukum

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Arief Efendi, salah satu terdakwa perkara korupsi gagal bayar Medium Term Note (MTN) Bank Jambi dengan PT SNP masih menghadapi serangkaian persidangan di Pengadilan Tipikor Jambi.

Sosok terdakwa yang sempat buron kemudian ditangkap tim Pidsus Kejati Jambi pada 13 Desember 2024 lalu itu kini menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa pada Selasa, 1 Juli 2025.

Di persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Syafrizal Fakhmi, terdakwa mengakui perbuatannya. Ia juga mengaku menyesal. Dirinya juga mengaku telah menyerahkan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar pada penyidik.

“Saya mengakui yang mulia (semua isi BAP). Uang Rp 1,7 miliar juga sudah saya kembalikan,” ujar terdakwa Arief di persidangan.

Dalam pernyataannya pada JPU. Arief pun tampak mengeluarkan air mata seraya memohon keringanan hukum atas perbuatannya.

“Banyak peristiwa yang sudah saya alami. Saya mohon keringanan,” ujarnya.

Usai sidang, JPU Suryadi dikonfirmasi mengakui bahwa sudah ada penitipan uang kerugian negara dari terdakwa sebesar Rp 1,7 miliar. Nilai itu disebut berasal dari fee (kutipan) tidak resmi yang dilakukan terdakwa dalam proses pencairan MTN PT SNP pada Bank Jambi tahun 2017 – 2018. Adapun duit itu kini berada di rekening penitipan Kejari Jambi.

“Pada intinya, si terdakwa mengakui terkait apa yang diperbuatnya. Sementara uang tersebut dititip di rekening kejaksaan,” ujar Suryadi.

Dengan pengakuan dan segala fakta persidangan yang didapati sejauh ini, JPU mengaku bakal jadi pertimbangan dalam tuntutan yang bakal bergulir dua pekan ke depan.

Sementara penasihat hukum terdakwa Azuri Nasution berharap ada keringanan hukum bagi kliennya lantaran sikap kooperatif dan pengembalian kerugian juga sudah dilakukan.

Dalam kasus ini, Arif, mantan Kepala Divisi Fixed Income PT MNC Sekuritas didakwa secara bersama-sama dengan terpidana Yunsak El Halcon yang telah divonis penjara selama 13 tahun, Dadang Suryanto (divonis 9 tahun) dan Andri Irvandi (divonis 13 tahun), serta terdakwa Leo Darwin (tahap kasasi).

Telah melakukan tindak pidana korupsi terkait gagal bayar pembelian Medium Term Note (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) pada tahun 2017–2018 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 310.118.271.000.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Hasil TPPU, BPN Ungkap Tek Hui Punya Tanah 2.857 Meter Persegi di Muarojambi

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Terdakwa perkara narkotika Dedi Susanto alias Tek Hui kembali menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jambi pada Selasa, 1 Juli 2025.

Kali ini sidang Tek Hui kedatangan saksi dari BPN Muarojambi yakni Muhammad Andri. Dirinya menyebut bahwa terdakwa Tek Hui memiliki tanah di Desa Lopak Alai, Kecamatan Kumpeh Ulu seluas 2.857 meter persegi.

“Dibeli milik Haireni pada tanggal 19 Juli 2024,” ujar Andri di persidangan.

Aset tanah tersebut menurut saksi lengkap dengan SHM. Dan telah dilakukan balik nama atas nama Dedi Susanto. Dia pun sudah punya sertifikat elektronik atas aset tanah yang didakwa sebagai hasil TPPU. Dia mengurus aset tanah tersebut dengan menggunakan surat kuasa pada orang lain.

“Dia (Tek Hui) beli Rp 200 juta,” katanya.

Penuntut umum kembali mencecar soal kepemilikan tanah atas nama Haireni sebelum dijual pada Tek Hui. Soal ini, Andri bilang, Haireni sebelumnya membeli tanah tersebut dari orang lain pada rentang 2017.

“Kalau pemilik sebelumnya, tidak tahu,” katanya.

Adapun aset tanah dengan nomor SHM 00430 atas nama Dedi Susanto tersebut kini jadi salah satu bukti dalam perkara TPPU yang dilakukan oleh Tek Hui.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs