PERKARA
Majelis Hakim Perintah KPK Hadirkan Petinggi Genting Plantations Nusantara

DETAIL.ID, Palangka Raya – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 3 orang yang terkait aliran dana anak perusahaan Genting Plantations Nusantara ke mantan Bupati Kapuas.
Ketiga orang tersebut yakni mantan Direktur Operasional PT Dwie Warna Karya (DWK) Salim Bin Abdul Rahman, Direktur PT DWK Hendra Thenady, dan Direktur PT Globalindo Agung Lestari (GAL) Lee Lip Tsong alias Jason Lee.
Sebelumnya ketiga nama itu pernah disebut oleh Elvina Septiani, Manajer Akuntansi 5 perusahaan perkebunan kelapa sawit Genting Plantations Nusantara dan Kiki Okta Nugraha, Direktur PT DWK saat menyampaikan kesaksiannya terkait perkara ini pada 14 September 2023 lalu.
“Setelah membaca dan mempelajari berkas terdakwa Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut KPK untuk menghadirkan saksi Salim Bin Abdul Rahman dengan alamat DBS Tower Lt 15, Jalan Prof Dr Satrio Kav 1, Jakarta Selatan pada hari Selasa, 24 Oktober 2023,” ujar Ketua Majelis Hakim Achmad Peten Sili pada sidang perkara tipikor mantan Bupati Kapuas Ben Brahim dan istri Ary Egahni di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Selasa, 10 Oktober 2023.
“Begitu juga penetapan untuk memanggil saksi Hendra Thenady, Direktur PT DWK dengan alamat DBS Tower Lt 15, Jakarta Selatan pada hari yang sama dan penetapan untuk memanggil saksi Lee Lip Tsong direktur PT GAL dengan alamat DBS Tower Lt 15, Jakarta Selatan untuk hadir di Pengadilan Tipikor Palangka Raya pada hari Selasa, 24 Oktober 2023,” kata Peten Sili menambahkan.
PT DWK dan PT GAL tersangkut perkara ini setelah penyidik KPK menemukan aliran dana sebesar Rp1,030 miliar ke terdakwa Bupati Kapuas melalui rekening sopir pribadinya Kristian Adinata.
Dalam dakwaan terungkap ada pemberian uang rutin sebesar Rp 75 juta per bulan dari rekening PT DWK ke rekening Kristian Adinata pada periode Januari hingga Oktober 2017. Selain itu, juga ada pemberian uang rutin senilai Rp 40 juta per bulan dari rekening PT GAL ke rekening Kristian Adinata pada periode Januari hingga Juli 2017.
Saat memberi kesaksian pada 12 September lalu, Kristian Adinata membenarkan ada pemberian uang tersebut ke rekeningnya. Di hadapan majelis hakim, ia mengaku tidak tahu uang tersebut berasal dari mana. Namun ia diperintah terdakwa Ben Brahim untuk menggunakan uang tersebut membayar uang tiket dan lebihnya diserahkan kepada ajudan terdakwa Eko Dharma Putra.
“Uang dipakai untuk keperluan pribadi beliau. Kalau ada keperluan misalnya tiket, langsung dibayar dari uang di rekening dan lebihnya diserahkan ajudan kepada beliau,” ujar Kristian menjawab pertanyaan ketua majelis hakim.
Sementara itu, Direktur PT DWK Kiki Okta Nugraha yang dihadirkan jaksa KPK dalam kesaksiannya membenarkan nomor rekening pengirim uang ke rekening Kristian Adinata adalah rekening PT DWK. Namun ia mengaku tidak tahu menahu dengan
pemberian uang rutin tersebut.
Ia menduga adanya pengeluaran itu berasal dari bagian operasional yang saat itu direkturnya dijabat oleh Salim Bin Abdul Rahim. Namun menurut Kiki, Salim sudah pensiun dan kembali ke negara asalnya Malaysia.
“Waktu itu saya kumpul dengan Pak Salim pada 2017, saat itu kita makan malam, lalu dia bercerita bahwa kita PT DWK diminta partisipasi CSR (Corporate Social Responsibility) bersama PT Dimendra (travel), tapi bentuknya seperti apa saya tidak tahu,” ujar Kiki dalam sidang yang digelar pada 14 September 2023 lalu.
Dalam kesaksiannya, Kiki mengakui ada kejanggalan dengan perizinan PT DWK saat beroperasi pada 2017 yang sudah mengantongi izin usaha perkebunan yang diterbitkan pada 12 Mei 2015, sementara belum memiliki izin lokasi dan izin lingkungan.
Kiki juga mengungkapkan bahwa pihaknya baru mendapat izin lokasi pada 2018 yang juga ditandatangani oleh terdakwa Ben Brahim.
Perwakilan Genting Group, Elvina Septiani dalam kesaksiannya membenarkan 2 rekening yang dipakai mengirim uang ke rekening Kristian Adinata adalah rekening milik PT DWK dan PT GAL.
Namun Elvina mengaku tidak tahu menahu alasan pemberian uang itu, karena untuk mengeluarkan uang perusahaan yang nilainya lebih dari Rp 30 juta sudah menjadi kewenangan kantor pusat Genting Group di Malaysia.
“Saya hanya bisa memberikan verifikasi untuk setiap permintaan pembayaran yang nilainya di bawah Rp 30 juta, lebih dari nilai itu adalah kewenangan kantor pusat,” ucapnya
Uang Bulanan dari PT GAL
Aliran dana dari anak perusahaan Genting Plantations Nusantara juga diungkapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kapuas Septedy saat memberikan kesaksian pada 19 September 2023.
Dalam kesaksiannya, Septedy menceritakan bahwa sekitar tahun 2018 saat masih menjabat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kapuas, ia dipanggil oleh terdakwa II Ary Egahni ke rumah jabatan bupati.
Saat itu, kata Septedy, terdakwa II memintanya untuk mengingatkan PT GAL untuk membayar ‘uang tiket’. Ia mengaku tidak tahu dengan istilah ‘uang tiket’ tersebut dan langsung menyampaikan ke karyawan PT GAL bernama Johan yang ia kenal.
“Tugas saya hanya mengingatkan saja dan saya sampaikan kepada karyawan PT GAL bernama Johan,” kata Septedy.
Saat ditanya JPU seberapa sering ia diminta terdakwa II mengingatkan PT GAL, Septedy mengaku hanya sewaktu-waktu saja selama ia menjabat selama sekitar 42 bulan. Namun mengenai besaran ‘uang tiket’ yang dimaksud, ia mengaku tidak tahu jumlahnya dan bagaimana pembayarannya.
“Saya tidak tahu persis pembayarannya,” ucap Septedy.
Terkait perizinan perusahaan PT DWK dan PT GAL, Septedy dalam kesaksiannya menjelaskan bahwa hingga 2019 urusan perizinan perkebunan di Kabupaten Kapuas melalui Bupati.
“Untuk mekanisme penerbitan izin, masuk ke kantor Bupati kemudian langsung ditelaah ke bawah,” ujar Septedy.
KPK Berupaya Hadirkan Para Saksi
Fikri, salah seorang JPU KPK yang ditemui usai persidangan menjelaskan pihaknya akan berupaya menghadirkan para saksi sesuai perintah majelis hakim.
Ia mengakui ada kendala mengingatkan beberapa nama dari petinggi Genting Plantations Nusantara tersebut adalah warna negara asing.
“Kami akan upaya semaksimal mungkin agar para saksi ini bisa dihadirkan di persidangan. Kami akan melakukan pemanggilan dengan meminta bantuan dari pihak-pihak terkait seperti imigrasi dan lain-lain,” kata Fikri.
Sidang tipikor dengan terdakwa mantan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat bersama istri Ary Egahni akan dilanjutkan pada Kamis 12 Oktober besok. (Red)

PERKARA
RSUD Mattaher Respons Soal Laporan Polisi, Katanya Sudah Sesuai Prosedur Tangani Pasien

DETAIL.ID, Jambi – Setelah dilaporkan ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik dan penjualan alkes, pihak RSUD Mattaher akhirnya angkat bicara. Wakil Direktur Pelayanan RSUD Raden Mattaher, Anton Triyartanto mengaku bahwa kasus yang menyeret dr Deri Mulyadi dkk, sudah lama diproses.
Pembahasan bahkan melibatkan Komite Medik RSUD Mattaher, Komite Etik IDI Jambi, Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS), hingga Ombudsman. Hasilnya disebut RSUD Mattaher sudah sesuai prosedur dalam penanganan pasien.
“Ini sudah dibahas sebelumnya, antara RSUD Mattaher, Ombusman dan dari pihak Penasehat Hukum pasien. Bahwa RSUD Raden Mattaher sudah melaksanakan sesuai prosedur,” ujar Anton pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Wakil Direktur Pelayanan RSUD Mattaher tersebut mengungkap bahwa dr Deri selaku pihak yang terseret dalam laporan polisi pasien baru-baru ini, merupakan dokter mitra (PNS) dari Universitas Jambi yang mengundurkan diri dari pekerjaannya sebelum proses Pilkada 2024 lalu. Jadi, kata Anton, bukan diberhentikan oleh RSUD Mattaher.
Soal dugaan permintaan sejumlah uang demi alat bantu sendi sebagaimana terungkap dalam laporan polisi Kualam. Wadiryan Mattaher menegaskan bahwa RSUD tidak pernah memungut biaya kepada pasien BPJS kelas 3. Semua biaya layanan digratiskan.
“Terkait dugaan penarikan biaya, RSUD Mattaher tidak pernah memungut biaya tambahan terhadap pasien BPJS kelas 3. Cuma kalau keterangan pasien seperti itu, perlu pembuktian lagi dia bayar sama siapa? Yang jelas rumah sakit tidak pernah ada penarikan biaya dari pasien BPJS kelas 3, kita haramkan itu,” katanya.
Sementara dalam kronologi sebagaimana dilaporkan ke Polda Jambi, Kualam mengaku dimintai sejumlah uang terkait biaya kekurangan alat bantu sendi yang sudah dipasang di lutut Kualam, lewat orang suruhan dr Deri. Setelah mendapat telepon, pihak keluarga saat itu kemudian memberikan uang permintaan tersebut. Sekalipun Kualam masih terbaring lemah, tak bisa menggerakkan kakinya.
Anton Triharyono juga mengklarifikasi terkait kondisi Kualam yang tak kunjung membaik pasca operasi lulut, pihak RSUD kemudian sudah mengarahkan untuk rujuk ke RSUD Tipe A di Palembang. Namun entah bagaimana ceritanya, harapan Kualam untuk sembuh malah berakhir pupus di RS Mitra, yang notabenenya masih rumah sakit Tipe C.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Jadi Lumpuh! Pasien Polisikan Dokter RSUD Mattaher Atas Dugaan Malpraktik dan Penjualan Alkes

DETAIL.ID, Jambi – Kualam, seorang warga Kasang Pundak, Kumpeh Ulu didampingi tim kuasa hukumnya melaporkan dokter spesialis Ortopedi RSUD Raden Mattaher sekaligus RS Mitra yakni dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi atas dugaan malpraktik serta penjualan alat kesehatan yang tidak sesuai standar.pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Kualam merasakan nyeri pada lututnya dan berobat ke RSUD Raden Mattaher pada 9 Oktober 2023 lalu. Kala itu dr Deri disebut menyampaikan bahwa Kualam harus menjalani operasi lutut dan kemudian dipasangi alat pengganti sendi yang dibeli dari China.
Namun biaya operasi disebut-sebut oleh dr Deri tidak ditanggung oleh BPJS. Sehingga korban harus membayar senilai Rp 35 juta. Korban yang memikirkan kesehatannya menyetujui dan operasi lantas dilakukan oleh dr Deri beserta 5 orang rekannya di kamar bedah RSUD Raden Mattaher pada 3 November 2023. Namun sayangnya operasi lutut dan pemasangan alat pengganti sendi tersebut rupanya tak bikin korban sembuh.
“Sejak operasi dilakukan luka pada bekas operasi tidak kunjung sembuh dan keluar darah, tiap kontrol hanya diberi penghilang nyeri. Karena terus mengeluarkan darah dan bernanah, korban meminta untuk diperiksa takut infeksi. Kondisi korban makin parah pada 23 Juli 2024, sehingga dirawat di UGD selama 2 Minggu,” kata Bahari, kuasa hukum Kualam pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Karena kondisi korban makin parah, alat pengganti sendi yang diklaim dr Deri berkualitas bagus dan berasal dari China terasbut kemudian dioperasi kembali oleh asisten dr Deri, yakni dr Zaki Asad. Dan setelah barang tersebut diangkat, lutut korban akhirnya kering.
Saat itu dr Deri disebut masih menyampaikan harapan bagi korban untuk bisa sembuh, namun harus pindah ke RS Mitra dengan alasan alat lebih lengkap. Dan juga pengurusannya hanya dikenakan biaya senilai Rp 5 juta dengan alat lain ganti sendi yang kualitasnya lebih baik.
“Karena percaya dengan ucapan dokter tersebut dan harapan besarnya untuk sehat kembali, korban kemudian menyetujui lagi,” ujarnya.
Namun alangkah kecewanya korban, ketika bertemu kembali dengan dr Deri di RS Mitra. Korban kembali dihadapkan pada pilihan berat.
“(Terlapor) dia mengatakan pada klien kita, agar kaki kirinya dimatikan atau dibuat lurus saja, biaya ditanggung BPJS tetapi kalau mau dioperasi dengan alat kemarin (alat bantu sendi serupa) boleh juga. Sehingga klien kita bukan cuma sakit di lutut lagi, tapi stres juga,” katanya.
Pasca operasi di RSUD Raden Mattaher, korban pun mengalami kelumpuhan hingga kini. Lewat kuasa hukumnya, Kualam beberapa kali melayangkan somasi meminta penjelasan dan pertanggungjawaban pihak RSUD Mattaher atas tindakan Dr Deri Mulyadi. Namun tak ada respons hingga saat ini.
Malahan pihak rumah sakit diduga lepas tangan, dengan memberhentikan sang dokter. Sehingga tak lagi berpraktik di RSUD Mattaher. Kualam pun muak, lewat kuasa hukumnya kini ia resmi melaporkan dr Deri Mulyadi ke Polda Jambi, atas dugaan malpraktik hingga penjualan alkes yang tak sesuai standar.
Hingga berita ini terbit, awak media masih berupaya menghimpun informasi lebih lanjut pada pihak-pihak terkait.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Sidang Kasus Korupsi Kredit PT PAL: Bengawan Kamto Akui Serahkan Pengurusan Kredit ke Viktor Gunawan

DETAIL.ID, Jambi – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi kredit investasi dan modal kerja PT Prosympac Agro Lestari (PT PAL) bersama Bank BNI dengan terdakwa Wendy Haryanto kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi pada Rabu, 15 Oktober 2025. Dalam sidang ini, jaksa menghadirkan 4 orang saksi yang dinilai memiliki peran penting dalam proses pengajuan dan penggunaan kredit perusahaan tersebut.
Empat saksi yang dihadirkan masing-masing adalah Firdaus dari BPN Kabupaten Muarojambi, Rais Gunawan selaku Branch Business Manager BNI Palembang, serta Bengawan Kamto dan Viktor Gunawan dari pihak PT PAL.
Sidang dimulai dengan pemeriksaan saksi Firdaus, namun berlangsung singkat lantaran ia baru bertugas di BPN Muarojambi sejak 2023 dan tidak terlibat langsung dalam proses awal kredit.
Selanjutnya, giliran Bengawan Kamto dan Viktor Gunawan yang memberikan kesaksian. Bengawan mengaku membeli PT PAL pada tahun 2018 dengan harga akhir Rp 126,5 miliar, setelah melalui proses tawar-menawar dari harga awal Rp 150 miliar.
“Pembayarannya dilakukan bertahap, awalnya Rp 50 miliar, kemudian Rp 5 miliar, Rp 15 miliar, total akhir Rp 126,5 miliar,”ujar Bengawan di hadapan majelis hakim.
Dia juga menjelaskan, pengurusan kredit ke Bank BNI diserahkan sepenuhnya kepada Viktor Gunawan yang saat itu sudah disiapkan menjadi Direktur PT PAL. Dana pencairan dari bank pun, kata Bengawan, langsung masuk ke rekening perusahaan, bukan ke rekening pribadinya.
“Rp 105 miliar saya percayakan kepada Viktor. Kredit modal kerja seharusnya digunakan untuk operasional dan hal-hal terkait pembangunan,” katanya.
Bengawan juga mengungkapkan, terdapat 6 kali pembayaran utang PT PAL ke BNI dengan total Rp 112 miliar. Namun masih tersisa sekitar Rp 14 miliar yang belum terbayar. “Saya tidak tahu ke mana Rp 14 miliar itu,” katanya menjawab pertanyaan jaksa.
Sementara itu, saksi Viktor Gunawan membenarkan dirinya menjabat sebagai direktur PT PAL sejak 2018, sebagai pengurus baru menggantikan Wendy Haryanto. Ia juga mengakui proses pengajuan kredit ke BNI dilakukan melalui komunikasi telepon, bukan surat resmi.
Viktor mengaku mengenal Wendy melalui pertemuan yang difasilitasi di kantor Jaya Indah Motor, meski ia tidak mengingat pasti berapa kali pertemuan tersebut terjadi. Ia juga membenarkan adanya kredit lain dari Bank CIMB Niaga, namun tidak mengetahui detail jumlah maupun teknisnya.
Reporter: Juan Ambarita