Connect with us

TEMUAN

Sertifikasi Dosen PTKIS Jambi ‘Disunat’ Demi Efisiensi?

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Polemik pemotongan tunjangan sertifikasi dosen (Serdos) kembali mencuat di lingkungan Kopertais Wilayah XIII Jambi. Sejumlah dosen perguruan tinggi swasta melaporkan bahwa tunjangan yang mereka terima mengalami pengurangan signifikan tanpa sosialisasi atau penjelasan resmi sebelumnya. Para dosen mengaku terkejut saat dana yang masuk ke rekening jauh dari nominal yang biasa mereka terima.

Dugaan kuat mengarah pada kebijakan efisiensi anggaran. Namun, sebagian kalangan menilai terdapat indikasi praktik manipulatif dalam proses pendistribusian tunjangan tersebut. “Biasanya kami menerima nominal penuh sesuai SK Dirjen Pendis dan PP Nomor 5 Tahun 2024. Tapi sekarang tiba-tiba jumlahnya dipotong tanpa alasan yang jelas,” ujar salah satu dosen yang enggan disebutkan namanya.

Menurut sumber, Koordinator Kopertais Wilayah XIII Jambi, Prof. Kasful Anwar, M.Pd., dan Sekjen Kopertais, Dr. Jamrizal, dalam kunjungan ke sejumlah PTKIS menyatakan bahwa pemotongan tersebut telah disepakati oleh para rektor. “Koordinator Kopertais datang ke kampus kami, katanya pemotongan sudah disepakati oleh kampus-kampus lain. Tapi di kampus lain, mereka justru mengatakan hal sebaliknya,” ujar sumber tersebut.

Kondisi ini memicu keresahan di kalangan dosen swasta yang selama ini sangat bergantung pada tunjangan sertifikasi sebagai bentuk penghargaan atas beban kerja dan kompetensi mereka. Beberapa dosen mengaku telah menghubungi pihak Kopertais, namun hanya mendapatkan jawaban bahwa pemotongan dilakukan demi efisiensi.

“Katanya, kalau tidak dipotong, pencairan Serdos tidak akan cukup sampai Desember. Padahal sejak 2010, pencairan Serdos memang selalu dilakukan di bulan Desember untuk membayar Serdos bulan November dan Desember. Kemudian Januari dirapel pada Februari. Mereka ini membuat kebijakan seolah-olah kita anak kecil. Dulu sempat juga ada potong memotong dengan alasan beli server, sekarang muncul lagi alasan baru,” tuturnya.

Sumber yang sama menyebutkan bahwa menurut penjelasan Sekjen Kopertais, dosen golongan III dikenai potongan PPh 21 sebesar 5% dan tambahan potongan Rp 50 ribu, sedangkan dosen golongan IV dikenai PPh 21 sebesar 15% serta tambahan potongan Rp 100 ribu. Namun, tidak ada kejelasan mengenai penggunaan dana dari potongan tambahan tersebut. “Katanya kalau tidak dipotong seperti itu, pagu anggaran Serdos tidak cukup sampai akhir tahun,” ujarnya lagi.

Yang membuat para dosen semakin heran adalah ketidaksesuaian jumlah akhir yang diterima. Salah satu contoh datang dari dosen sebuah kampus swasta di Merangin yang berada di golongan IIId dengan masa kerja 8 tahun. Berdasarkan ketentuan, ia seharusnya menerima Rp 3.571.000. Setelah dipotong PPh 21 sebesar 5% (Rp178.550) dan tambahan potongan Rp 50 ribu, maka total yang ia terima seharusnya Rp 3.342.450. Namun yang masuk ke rekening hanya Rp 2,9 juta. Artinya, terdapat selisih sekitar Rp 400 ribu yang tidak jelas keberadaannya.

“Sejak era Koordinator Prof. Mukhtar Latif, Prof. Hadri Hasan, Prof. Suadi, Prof. As’ad, belum pernah ada pemotongan seperti ini. Kenapa sekarang muncul kebijakan pemotongan yang tidak jelas dasarnya? Jika dilakukan tanpa regulasi dan mekanisme partisipatif, ini bukan hanya pelemahan profesionalisme dosen, tapi juga berpotensi menjadi pungli,” kata sumber tersebut.

Ia juga menyoroti bahwa kondisi ekonomi dosen PTKIS jauh berbeda dengan dosen ASN. Banyak dari mereka sangat bergantung pada tunjangan ini.

“Janganlah dipotong. Ada dosen yang janda, suaminya sakit, atau tengah menyekolahkan anak. Mereka hidup dari Serdos. Kalau memang harus ada potongan, tunjukkan dasar hukumnya. Sosialisasikan secara terbuka. Kita ini punya grup, bisa dibicarakan. Jangan main potong sepihak,” ujarnya.

Lebih jauh, sumber tersebut juga mengungkapkan bahwa dana Serdos yang dititipkan di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi hingga saat ini belum diterima oleh dosen penerima. Padahal, menurutnya, pencairan seharusnya dilakukan di awal bulan. “Setiap bulan pencairan tidak pernah jelas tanggalnya. Padahal pagu dan nilai anggaran Serdos sudah ditentukan dan dititipkan Kemenag di Kopertais XIII,” ucapnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Kopertais Wilayah XIII Jambi belum memberikan pernyataan resmi. Sejumlah pihak mendesak agar dilakukan audit dan evaluasi terbuka terhadap kebijakan ini demi menjamin transparansi dan menjaga kepercayaan sivitas akademika. (*)

TEMUAN

Ada Oknum Pemilik RPK Diduga Timbun Beras di Rumah Lalu Jual Kembali di Atas HET ke Toko

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Praktik culas oleh oknum rekanan Bulog Jambi yakni pemilik Rumah Pangan Kita (RPK) dalam distribusi pemasaran beras SPHP masih jadi persoalan pelik yang masih saja terjadi.

Jika secara regulasi atau perjanjian antara rekanan dengan Bulog Jambi, setiap RPK dibatasi untuk menjual dua sak atau 5 – 10 kg kepada setiap pembeli per hari, sesuai dengan HET yang telah ditentukan.

Temuan lapangan mengungkap bahwa terdapat praktik perdagangan beras SPHP yang dijual tidak sesuai peruntukan, sederhananya pemilik RPK yang tidak bertanggungjawab menjual kembali beras SPHP yang diperoleh dari Bulog, kepada toko secara ilegal.

“Beras itu disimpan di rumah baru dijual kepada (toko) penampungan, untuk dijual kembali dengan harga di luar ketentuan (HET). Itu modus operandinya. Bulog dalam hal ini harus ambil tindakan terhadap pemain nakal ini,” ujar sumber, yang meminta identitas dirahasiakan pada Selasa, 26 Agustus 2025.

Sebelumnya kasus penyelewengan beras SPHP diungkap oleh Sub Dit 1 Indagsi Ditreskrimsus Polda Jambi, dimana salah satu pemilik RPK, Rudi Setiawan ditangkap lantaran mengemas ulang beras SPHP Bulog pada karung polos dengan volume tertentu di Perumahan Bumi Citra Lestari, Kawasan Pal Merah, Kota Jambi.

Menurut Polisi, setidaknya Rudi telah berhasil menjual 1,4 ton beras SPHP tanpa label. Rudi pun disangkakan dengan Pasal Perlindungan Konsumen, sementara status RPK-nya langsung dicabut dan masuk daftar hitam Bulog.

Kepala Kanwil Bulog Jambi, Ali Ahmad Najih ketika dikonfirmasi saat rilis ungkap kasus bersama Ditreskrimsus di Polda Jambi, mengaku bahwa terdapat pengawasan dari pihaknya terhadap para rekanan atau RPK. Ia pun mengingatkan soal kesepakatan perjanjian antara mitra dengan Bulog.

“Ada (pengawasan). Ada, kita ada tim yang turun untuk memonitor ke lapangan,” ujar Aan, sapaan akrabnya.

Namun klaim tersebut dinilai masih meragukan, salah seorang warga menilai bahwa fungsi pengawasan dari Bulog Jambi belum berjalan maksimal. Hal itu jelas terlihat dari penjualan beras SPHP yang masih rawan manipulasi. Salah satu modus operandinya yakni tidak adanya kesesuaian antara izin lokasi toko yang didaftarkan. Beras disimpan SPHP yang dibeli dari Bulog disimpan dalam rumah, sebelum dipasarkan kembali.

“Jadi pertanyaan, pengawasan dari Bulog ini, pengawasan yang bagaimana?” ujar sumber tersebut.

Sementara Dir Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia bilang, bahwa terkait permasalahan beras SPHP baru Rudi seorang yang menyandang status tersangka.

“Untuk sementara masih dia sendiri. Untuk yang lain masih kita dalami,” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

TEMUAN

Diduga Sarat Persekongkolan, Tender Pembangunan Ruang Kelas Baru SMPN Satu Atap 21 Merangin Diwarnai Sanggahan

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Merangin — Proses tender pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) di SMPN Satu Atap 21 Merangin dengan nilai HPS mencapai Rp 501.901.837 menuai polemik. Dari 4 peserta tender, CV Sebayang Indah Mandiri dinyatakan sebagai pemenang namun CV Beta Jaya melayangkan sanggahan resmi terhadap hasil evaluasi panitia.

Tender ini sebelumnya diikuti empat perusahaan yakni CV Putra Tunggal dengan penawaran Rp 448,3 juta, CV Putra Bintang Rp 463 juta, CV Beta Jaya Rp 466,6 juta dan CV Sebayang Indah Mandiri Rp 489,4 juta. Berdasarkan hasil evaluasi, panitia menetapkan CV Sebayang Indah Mandiri sebagai pemenang tender, disusul CV Beta Jaya di posisi kedua.

Namun CV Beta Jaya keberatan dengan keputusan panitia. Perusahaan tersebut menilai evaluasi Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK) tidak sesuai prosedur.

“Penilaian RKK seharusnya hanya didasarkan pada indikator Ada atau Tidak Ada terhadap 5 elemen keselamatan meliputi; Kepemimpinan dan partisipasi pekerja, Perencanaan keselamatan, Dukungan keselamatan, Operasi keselamatan, dan Evaluasi kinerja keselamatan,” kata pihak CV Beta Jaya, dalam keterangan resminya pada Selasa, 26 Agustus 2025.

CV Beta Jaya menuding panitia tender melakukan kesalahan evaluasi, penyimpangan prosedur, hingga penyalahgunaan wewenang. Pihak-pihak yang disebut meliputi Pokja Pemilihan, Kepala UKPBJ, PPK, PA/KPA, bahkan kepala daerah.

Selain sanggahan, evaluasi panitia juga menemukan indikasi persekongkolan antara CV Putra Tunggal dan CV Putra Bintang. Keduanya menggunakan dump truck yang sama, tanpa melampirkan dokumen SILA hasil pemeriksaan dan pengujian dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dokumen SILA milik CV Putra Bintang juga dinyatakan kedaluwarsa, karena pemeriksaan terakhir dilakukan pada April 2022.

Proses tender ini mengacu pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Hingga saat ini, panitia tender belum memberikan pernyataan resmi terkait sanggahan yang diajukan oleh CV Beta Jaya.

Terakhir pihak CV Beta Jaya pun menekankan bahwa semua pihak berhak untuk dapat pelayanan publik yang baik sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dimana hal tersebut tak lain merupakan tanggung jawab yang melekat pada pihak Pokja sendiri.

“Sepertinya pihak pokja/pokmil tidak memahami tugas dan kewenangannya sehingga aturan dilanggar. Maka dari hal tersebut perlu kiranya mereka memahami arti dari equlity before the low (persamaan di hadapan hukum). Agar mereka mereka ini melek hukum,” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

TEMUAN

Ditempatkan Sejak 12 Tahun Lalu, Transmigran Tanabang Ini Kini Hanya Dihuni 14 Kepala Keluarga

DETAIL.ID

Published

on

Rumah transmigrasi Tanabang SP2 kosong yang ditinggalkan. (DETAIL/Suhanda)

DETAIL.ID, Indralaya – Di sejumlah daerah, lokasi transmigrasi selalu menjadi idola, namun berbeda dengan lokasi transmigrasi yang satu ini. Setiap tahun jumlah transmigran yang tinggal justru berkurang. Ironisnya hingga kini hanya tersisa 14 Kepala Keluarga (KK).

Lokasinya berada di Desa Tanabang, Kecamatan Muara Kuang, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Orang menyebutkan Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Tanabang SP 2. Lokasi tersebut dihuni 2 tahap, tahun pertama pada tahun 2013 dan tahun kedua pada tahun 2016.

Salah satu warga UPT UPT Tanabang SP, Aqumuddin mengatakan dirinya berada di lokasi transmigrasi itu sejak tahun 2013. Ia datang bersama 100 KK dari warga asal Jawa Tengah, Indramayu, Jogja, DKI Jakarta dan warga asal pribumi Ogan Ilir.

Lalu pada tahap kedua pada tahun 2016 sebanyak 50 KK, sehingga total 150 KK. Namun ironisnya dari 150 KK itu kini hanya tersisa 14 KK.

Gerbang UPT Tanabang SP2, Kabupaten Ogan Ilir. (DETAIL/Suhanda)

Gerbang UPT Tanabang SP2, Kabupaten Ogan Ilir. (DETAIL/Suhanda)

Apa penyebabnya? “Tiap tahun jumlah warga berkurang, banyak warga yang meninggalkan lokasi karena pengaruh ekonomi. Bahkan pada tahap pertama, 100 rumah transmigrasi tidak ada sumur dan WC,” kata Aqumuddin belum lama ini.

Padahal, setiap KK mendapat total lahan 2 hektare. Masing-masing terdiri dari seperempat hektare lahan pekarangan dan rumah, lahan usaha I seluas 75 m X 100 m, lahan usaha II seluas 100 m X 100 m (1 hektare).

Tidak itu saja, selama 18 bulan warga mendapat beras, tergantung jumlah jiwa. Untuk orang dewasa/orang tua 7 kg beras, anak-anak 5 kg, minyak tanah/lampu 5 liter, ikan asin 5 kg, kecap manis 3 botol, kecap asin 2 botol, garam 5 bungkus (2,5 kg), gula pasir 3 kg, minyak sayur/makan 3 kg, kacang ijo 3 kg, per bulan.

Namun masalah ini belum terjawab sama sekali. Kepala Bidang Pengembangan Kawasan Transmigrasi Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Ogan Ilir, Awang dan Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Ogan Ilir, Erwin Marsani kompak enggan berkomentar.

“Saya belum bisa memberikan penjelasan. Akan kami pelajari dan laporkan ke Kepala Dinas Transmigrasi, mengingat Kepala Dinas juga baru, ujar Awang pada pertengahan Agustus 2025.

Begitu pula Erwin Marsani. “Terima kasih atas informasinya, namun belum bisa memberikan komentar, mengingat saya di Dinas Transmigrasi masih baru,” kata Erwin pada awal Agustus 2025.

Reporter: Suhanda

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs