TEMUAN
Satgas Stunting Jarang di Lokasi dan Double Job, BKKBN Provinsi Jambi Tutup Mata

DETAIL.ID, Jambi – Setidaknya ada dua masalah serius di tubuh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jambi.
Masalah itu seperti tenaga Satgas Stunting BKKBN banyak yang tidak mengetahui wilayah kerjanya dan perekrutan beberapa tenaga Satgas Stunting yang memiliki pekerjaan ganda.
Baru-baru ini Sekretaris BKKBN Provinsi Jambi, Yudi mengatakan akan mengevaluasi masalah tersebut selama 3 bulan. Menurutnya, petugas Satgas Stunting yang memiliki pekerjaan ganda berjanji akan bekerja full time.
Namun, saat dikonfirmasi kepada Kepala BKKBN Provinsi Jambi, Munawar pada Selasa, 24 Mei 2022, ia mengatakan petugas Satgas Stunting yang memiliki pekerjaan ganda telah membuat surat pernyataan untuk meninggalkan pekerjaan sebelumnya.
Selanjutnya Munawar mengarahkan untuk menghubungi Sekban karena ia sedang cuti. Namun, Sekretaris BKKBN saat dikonfirmasi tidak memberikan tanggapan.
Ketua Laskar Aswaja, Wahyu mengatakan Jika keadaan ini terus bergulir, tujuan dari Satgas Stunting ini tidak akan tercapai dengan besarnya anggaran untuk honorarium Satgas Stunting.
“Kepala BKKBN harusnya menegakkan aturan sesuai dengan kontrak kerja Satgas Stunting tersebut. Dimana Satgas dilarang double job dan wajib di lokasi kerja,” ujar Wahyu pada Selasa, 24 Mei 2022.
Reporter: Frangki Pasaribu
TEMUAN
Sertifikasi Dosen PTKIS Jambi ‘Disunat’ Demi Efisiensi?

DETAIL.ID, Jambi – Polemik pemotongan tunjangan sertifikasi dosen (Serdos) kembali mencuat di lingkungan Kopertais Wilayah XIII Jambi. Sejumlah dosen perguruan tinggi swasta melaporkan bahwa tunjangan yang mereka terima mengalami pengurangan signifikan tanpa sosialisasi atau penjelasan resmi sebelumnya. Para dosen mengaku terkejut saat dana yang masuk ke rekening jauh dari nominal yang biasa mereka terima.
Dugaan kuat mengarah pada kebijakan efisiensi anggaran. Namun, sebagian kalangan menilai terdapat indikasi praktik manipulatif dalam proses pendistribusian tunjangan tersebut. “Biasanya kami menerima nominal penuh sesuai SK Dirjen Pendis dan PP Nomor 5 Tahun 2024. Tapi sekarang tiba-tiba jumlahnya dipotong tanpa alasan yang jelas,” ujar salah satu dosen yang enggan disebutkan namanya.
Menurut sumber, Koordinator Kopertais Wilayah XIII Jambi, Prof. Kasful Anwar, M.Pd., dan Sekjen Kopertais, Dr. Jamrizal, dalam kunjungan ke sejumlah PTKIS menyatakan bahwa pemotongan tersebut telah disepakati oleh para rektor. “Koordinator Kopertais datang ke kampus kami, katanya pemotongan sudah disepakati oleh kampus-kampus lain. Tapi di kampus lain, mereka justru mengatakan hal sebaliknya,” ujar sumber tersebut.
Kondisi ini memicu keresahan di kalangan dosen swasta yang selama ini sangat bergantung pada tunjangan sertifikasi sebagai bentuk penghargaan atas beban kerja dan kompetensi mereka. Beberapa dosen mengaku telah menghubungi pihak Kopertais, namun hanya mendapatkan jawaban bahwa pemotongan dilakukan demi efisiensi.
“Katanya, kalau tidak dipotong, pencairan Serdos tidak akan cukup sampai Desember. Padahal sejak 2010, pencairan Serdos memang selalu dilakukan di bulan Desember untuk membayar Serdos bulan November dan Desember. Kemudian Januari dirapel pada Februari. Mereka ini membuat kebijakan seolah-olah kita anak kecil. Dulu sempat juga ada potong memotong dengan alasan beli server, sekarang muncul lagi alasan baru,” tuturnya.
Sumber yang sama menyebutkan bahwa menurut penjelasan Sekjen Kopertais, dosen golongan III dikenai potongan PPh 21 sebesar 5% dan tambahan potongan Rp 50 ribu, sedangkan dosen golongan IV dikenai PPh 21 sebesar 15% serta tambahan potongan Rp 100 ribu. Namun, tidak ada kejelasan mengenai penggunaan dana dari potongan tambahan tersebut. “Katanya kalau tidak dipotong seperti itu, pagu anggaran Serdos tidak cukup sampai akhir tahun,” ujarnya lagi.
Yang membuat para dosen semakin heran adalah ketidaksesuaian jumlah akhir yang diterima. Salah satu contoh datang dari dosen sebuah kampus swasta di Merangin yang berada di golongan IIId dengan masa kerja 8 tahun. Berdasarkan ketentuan, ia seharusnya menerima Rp 3.571.000. Setelah dipotong PPh 21 sebesar 5% (Rp178.550) dan tambahan potongan Rp 50 ribu, maka total yang ia terima seharusnya Rp 3.342.450. Namun yang masuk ke rekening hanya Rp 2,9 juta. Artinya, terdapat selisih sekitar Rp 400 ribu yang tidak jelas keberadaannya.
“Sejak era Koordinator Prof. Mukhtar Latif, Prof. Hadri Hasan, Prof. Suadi, Prof. As’ad, belum pernah ada pemotongan seperti ini. Kenapa sekarang muncul kebijakan pemotongan yang tidak jelas dasarnya? Jika dilakukan tanpa regulasi dan mekanisme partisipatif, ini bukan hanya pelemahan profesionalisme dosen, tapi juga berpotensi menjadi pungli,” kata sumber tersebut.
Ia juga menyoroti bahwa kondisi ekonomi dosen PTKIS jauh berbeda dengan dosen ASN. Banyak dari mereka sangat bergantung pada tunjangan ini.
“Janganlah dipotong. Ada dosen yang janda, suaminya sakit, atau tengah menyekolahkan anak. Mereka hidup dari Serdos. Kalau memang harus ada potongan, tunjukkan dasar hukumnya. Sosialisasikan secara terbuka. Kita ini punya grup, bisa dibicarakan. Jangan main potong sepihak,” ujarnya.
Lebih jauh, sumber tersebut juga mengungkapkan bahwa dana Serdos yang dititipkan di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi hingga saat ini belum diterima oleh dosen penerima. Padahal, menurutnya, pencairan seharusnya dilakukan di awal bulan. “Setiap bulan pencairan tidak pernah jelas tanggalnya. Padahal pagu dan nilai anggaran Serdos sudah ditentukan dan dititipkan Kemenag di Kopertais XIII,” ucapnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kopertais Wilayah XIII Jambi belum memberikan pernyataan resmi. Sejumlah pihak mendesak agar dilakukan audit dan evaluasi terbuka terhadap kebijakan ini demi menjamin transparansi dan menjaga kepercayaan sivitas akademika. (*)
TEMUAN
Proyek Jalan Tol Diduga Jadi Muara Material Galian C Ilegal, Pihak HKI Sebut Izin Dilampirkan Saat Penagihan

DETAIL.ID, Jambi – Proyek jalan tol Seksi 4 Tempino – Ness di Kabupaten Muarojambi nampak menyimpan sejumlah misteri. Salah satunya adanya dugaan penggunaan material galian C ilegal oleh sub kontraktor terhadap item pekerjaan berlabel PSN.
Isu ini sebenarnya sudah lama bergulir, tak lama pasca pekerjaan pekerjaan Jalan Tol Betung – Tempino – Jambi (Betajam) seksi 4 (Tempino – Simpang Ness) dimulai pada Juni 2024 lalu.
Pekerjaan jalan tol sepanjang 18,5 kilometer yang dilaksanakan oleh Hutama Karya Infrastruktur (HKI) diduga jadi muara bisnis galian C Ilegal untuk item pekerjaan penimbunan jalan. Selain itu juga beredar di media massa bahwa alat berat yang bekerja di lokasi pun mengonsumsi BBM ilegal.
Atas berbagai dugaan pelanggaran pada proyek PSN tersebut, Humas HKI, Fauzi bilang bahwa soal galian C berada pada domain vendor atau pemasok. Pihaknya pun bertindak hanya sebagai pembeli dengan klaim vendor punya perizinan.
“Itu kan pihak ke-3, kita kan beli udah lengkap dengan perizinannya. Dan mereka sudah melampirkan izin sebagai macam lah untuk melakukan penagihan ke kita,” kata Fauzi.
Adapun penggunaan material galian C ilegal dalam proyek infrastruktur berskala nasional jelas punya sanksi hukum berat. Tak hanya penambang namun pengguna atau penadah termasuk kontraktor proyek pemerintah yang dengan sengaja menggunakan material dari sumber ilegal semua dapat diseret ke jalur hukum.
Pasal 161 UU No 3 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyebutkan bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, atau mengolah hasil penambangan dari pemegang IUP, IUPK, atau IPR yang tidak memiliki izin usaha dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Soal keabsahan material oleh vendor yang digunakan oleh HKI dalam proyek Jalan Tol Seksi 4, Fauzi pun tidak menegaskan secara gamblang. Namun dia menekankan bahwa vendor tidak akan bisa melakukan penagihan atas material yang dipasok ketika tidak melampirkan bukti resmi ataupun pembayaran pajak.
“Terhadap vendor-vendor yang melakukan penjualan material galian C ke kita kalau dia tidak melampirkan bukti resmi ataupun pembayaran pajak ke daerah ya enggak akan bisa menagihkan ke kita,” ujarnya.
Dugaan penggunaan material ilegal serta tidak adanya kelengkapan perizinan dalam penggunaan Jalan Ness, yang ditutup dengan segala klaim HKI, kini mewarnai rangkaian cerita proyek PSN Jl Tol Jambi Seksi 4 Simpang Ness – Tempino yang ditarget selesai pada pertengahan 2025.
Ditengarai ada semacam pembiaran sistemik. Kontraktor diduga dengan sengaja mencari material dari penambang ilegal karena harganya lebih murah, sementara pengawas proyek diduga tutup mata karena ada kepentingan tertentu.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Proyek PSN Jalan Tol Seksi IV Kerjaan HKI Ternyata Tak Punya Izin Penggunaan Jalan Nes, HKI Klaim Begini…

DETAIL.ID, Jambi – Sudah berbulan-bulan Jalan Nes mengalami kerusakan di sejumlah titik imbas proyek Jalan Tol Baleno Seksi IV Tempino – Pijoan. Kondisi ruas jalan alternatif milik Pemprov Jambi tersebut kini rusak dan berlobang. Para pelintas pun harus berhati-hati, sementara warga setempat harus bersabar.
Mobilisasi angkutan material proyek Jalan Tol Seksi IV yang jauh melebihi batas toleransi jalan, disinyalir menjadi faktor utama rusaknya Jalan Nes. Di balik hal itu, terungkap bahwa Hutama Karya Infrastruktur (HKI) selaku pelaksana proyek Jalan Tol Baleno Seksi IV ternyata belum sama sekali mengantongi perizinan terkait penggunaan Jalan Nes.
Meski tak punya izin, Humas HKI Fauzi mengklaim bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Dinas PUPR Provinsi Jambi hingga Balai Jalan terkait penggunaan Jalan Nes.
“Kalau untuk Jalan Nes itu kita udah komunikasi dengan pihak PU dan Balai. Itu terkait pengunaan jalan nes,” kata Humas HKI, Fauzi pada Senin, 7 April 2025.
Adapun komunikasi yang dimaksud Humas HKI tersebut berbentuk paparan dari pihak HKI terhadap Dinas PUPR Provinsi Jambi. Yang pada intinya menurut pengakuan Fauzi, bahwa Jalan Nes dipakai oleh pihaknya sebagai akses masuk material ke lokasi proyek.
“Jika ada kerusakan maka dilakukan perbaikan secara berkala. Nah secara ini udah terus dilakukan, sampai nanti selesai juga akan perbaikan. Karena ini jalan tol statusnya PSN, dimana kita juga perlu percepatan disitu. Sedangkan akses satu-satunya melalui jalan nes,” ujar Fauzi.
Disinggung soal ketaatan pelaksana atas ketentuan perizinan bagi penggunaan jalan, utamanya pelaksana proyek yang mesti mengantongi perizinan atas penggunaan jalan milik daerah sebagaimana ditegaskan dalam Permen PU No 20 tahun 2010 dan juga Perda Provinsi Jambi No 12 tahun 2021.
Fauzi tetap berdalih bahwa pihaknya sudah berkomunikasi terkait penggunaan jalan tersebut. Dan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kerusakan jalan, pihaknya melakukan perbaikan secara berkala.
“Kalau sejauh ini mungkin sudah sekitar 25 ribu kubik untuk perbaikan itu, cuma saya perlu data dari tim teknis,” ujarnya.
Sementara Ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Jambi Mazlan dikonformasi via WhatsApp belum merespons, begitu juga dengan Kabid Bina Marga Dinas PUPR Provinsi Jambi, Wasis Sudibyo.
Soal klaim perbaikan tersebut, beberapa warga setempat tidak menyangkal. Namun mobilitas angkutan material proyek yang masif tampak jelas bikin kerusakan selalu timbul.
“Lobang-lobang tu ditambal lah samo mereka, ya cuman dak lamo rusak lagi. Di sini ditambal besok di sana berlubang lagi. Gitu-gitulah,” ujar salah seorang warga setempat.
Masyarakat setempat serta para pengguna jalan pun kini hanya bisa bersabar menunggu proyek jalan tol klir sebagaimana ditarget pada pertengahan 2025, dan menanti komitmen pertanggungjawaban dari pelaksana atas kerusakan yang ditimbulkan.
Reporter: Juan Ambarita