DETAIL.ID, Jakarta – Strategi back to basic, yakni lewat pembenahan infrastruktur, SDM, dan regulasi, dipercaya bisa mengangkat ekonomi Indonesia lebih maju dan lentur di tengah perubahan zaman dan teknologi yang cepat.
Pernyataan itu mengemuka dalam diskusi media bertema “Penyiapan SDM dan Infrastruktur Pendukung untuk Memajukan Industri” yang digelar Forum Diskusi Ekonomi Politik, di Jakarta, Rabu (4/4/2018). Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Denni Puspa Purbasari, Anggota DPR RI Komisi VI Eka Sastra, dan pakar manajemen Universitas Indonesia Rhenald Kasali hadir sebagai pembicara.
Menurut Denni, strategi tersebut berangkat dari adanya keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi di satu sisi dengan kualitas sumber daya manusia di sisi lainnya. Ketika berbicara soal ekspor, kuncinya adalah daya saing – bisa berupa harga, kualitas, atau keunikan. Tingginya daya saing tersebut ditentukan oleh efisiensi dan inovasi.
“Ini yang saya lihat di RPJMN dan Nawacita, mau pertumbuhan kayak apa, kuncinya SDM,” kata Denni.
Strategi back to basic relevan lantaran tidak ada yang bisa meramal perkembangan teknologi lima belas hingga dua puluh lima tahun yang akan datang. Tidak ada yang mengira Gojek bisa seperti sekarang. Nokia dikalahkan oleh Samsung. Robot mengalahkan manusia dan kemunculan kecerdasan buatan.
“Negara yang tidak lentur dan tidak membenahi infrastruktur, SDM, dan regulasi akan tertinggal,” ujar Denni.
Terkait dengan SDM, penanganannya harus segera lantaran berdasarkan prediksi, bonus demografi akan berakhir pada tahun 2035 atau tujuh belas tahun dari sekarang. Itulah sebabnya pemerintah bekerja keras mengatasi kekurangan gizi pada ibu hamil.
Sementara Eka Sastra menyoroti tentang transformasi struktural. Mulai dari sektor pertanian, industri, dan jasa. Masing-masing sektor punya karakter yang berbeda-beda. Ketika masuk ke pertanian yang dilihat adalah kekayaan sumber daya, di sektor industri bicara tentang efisiensi, di jasa, informasi sangat dibutuhkan,” ujarnya.
Revitalisasi industri manufaktur menjadi penting lantaran pendapatan dari sektor perminyakan terus menurun, sehingga negara membutuhkan sumber penerimaan dari sektor-sektor lain. Sayangnya, menurut Eka perkembangan industri tersebut tidak terkait dengan sektor pertanian. Padahal dengan mengolah hasil pertanian, akan didapat nilai tambah dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
Namun demikian, dari data terakhir, terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Kalau tahun lalu 16 juta, sekarang sudah 17 juta. Kontribusi industri, seperti diungkapkan Eka lantaran adanya pembenahan regulasi, peningkatan infrastruktur, dan penyediaan energi.
“Harapannya dengan peningkatan mutu SDM, salah satunya lewat pendidikan vokasi, sektor industri kita akan lebih baik,” ucapnya.
Sementara itu Rhenald Khasali menyoroti merebaknya perubahan dari sistem bisnis konvensional yang bersandar pada input – proses – output menjadi bisnis yang bersandar pada multisided platform yang langsung menghubungkan userdengan user sembari menciptakan network lewat teknologi.
Fenomena ini diakui Rhenald cukup mengkhawatirkan, karena industri global membeli platform Indonesia. Itulah sebabnya, jika Indonesia mau bertarung harus bikin banyak platform.
“Melalui platform terjadi perubahan besar-besaran, shifting. Mulai dari perdagangan, hiburan, pertemanan, dsb. Itulah sebabnya regulasinya tidak bisa sendiri-sendiri, karena satu sama lain berkaitan,” ujarnya. (rilis)
Discussion about this post