TEMUAN
Dua Tahun, Revitalisasi Asrama Haji Jambi Mangkrak dan Terlantar

DETAIL.ID, Jambi – Sudah hampir dua tahun proyek revitalisasi Asrama Haji Jambi mangkrak. Padahal proyek itu menelan biaya sebesar Rp57,6 miliar dari APBN. Hingga kini, bangunan itu terbengkalai dan tak bisa digunakan masyarakat.
Jemaah haji tahun ini masih menggunakan fasilitas bangunan lama. Terlihat kosong tak berpenghuni, bagian dalam sudah terdapat beberapa perabot yang berserakan dan berdebu karena tak terpakai.
Di bagian dinding atas dan dekat pintu utama mulai rapuh karena bangunan mulai bocor. Keramik yang menempel pada bagian dinding mulai lepas dari tempatnya, sebagian sisi dalam bangunan dan luar, belum diplester. Ironisnya lagi, masih ada kotoran seperti ‘lumut’ di sela-sela dinding dan di bagian tiang. Bahkan, masih terlihat alat-alat pekerja dan instalasi listrik yang masih terjuntai di setiap sudut.
Kontrak perusahaan pelaksana revitalisasi asrama haji terhitung 25 Juli hingga 31 Desember 2016 lalu dengan penambahan waktu pengerjaan selama 90 hari oleh PT Guna Karya Nusantara. Perusahaan tersebut diduga milik Wawan, adik Ratu Atut Gubernur Banten.
“Setara dengan hotel bintang lima yang terkesan mewah dan megah dilengkapi restoran dan kafe syariah di lantai dasar. Lantai dua terdapat aula pertemuan. Setiap lantai dilengkapi dua lift kapasitas satu ton. Sedangkan di lantai tiga sampai lima dengan terdapat jumlah kamar standar sebanyak 63 kamar, deluxe 4 kamar dan suite dua kamar,” kata salah seorang petugas di Asrama Haji Jambi yang enggan disebutkan namanya.
Berbagai sorotan masyarakat menduga terdapat dugaan korupsi sejak awal perencanaan pembangunan oleh Kanwil Kemenag Provinsi Jambi. Soalnya, penunjukan pemenang tender adalah ULP Kemenag Provinsi Jambi bukan ULP dari Kementerian. Padahal pengerjaan asrama haji itu dari Kementerian Agama.
Dari volume pengerjaan dengan anggaran yang tersedia, ULP telah menunjuk perusahaan yang tak kredibel. Untuk mengerjakan proyek puluhan miliar itu, perusahaan itu diduga tak punya modal yang cukup serta tidak punya kelengkapan alat. Buktinya sempat terjadi 187 pekerja tidak menerima gaji selama beberapa bulan. Kemudian sewa alat berat Rp400 juta juga belum dibayar oleh perusahaan.
“Jemaah haji tahun ini masih menggunakan fasilitas bangunan lama. Bangunan ini sudah satu tahun ini terbengkalai karena kontraktornya banyak menunggak. Ora (tidak) jujur,” kata seorang petugas.
Menurut Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Provinsi Jambi Johansyah, revitalisasi tersebut merupakan kewenangan Kemenag Provinsi Jambi. “Itu wewenang Kanwil Kemenag. Silakan konfirmasi ke Pak Kanwil,” kata Johansyah.
Kejaksaan Tinggi Jambi sepertinya enggan menanggapi revitalisasi asrama haji Jambi yang mangkrak. Padahal sebelumnya, Irjen Kementerian Agama RI sempat mendatangi untuk memeriksa kondisi asrama haji didampingi oleh pihak KPK dan TP4D. Sayangnya, pemeriksaan tidak selesai dengan pihak yang sudah melakukan kunjungan itu.
Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jambi, Dedi Susanto saat dikonfirmasi terkait mangkraknya revitalisasi serta penanganan hukum asrama haji Jambi enggan memberikan banyak komentar. Dedi dikonfirmasi malah mengirim sebuah video yang ditanyakan oleh salah stasiun televisi swasta di Jambi.
“Simak baik-baik keterangan Asintel dalam video tersebut. Pokoknyo simak dan dengar baik-baik video itu nah simpulkanlah dewek (sendiri), tulis bae (saja) yang disebut Asintel dalam berita itu. Tetap semangat untuk menyimak dan menyimpulkan isi rekaman video itu ya,” kata Kasi Penkum Kejati Jambi, Dedi Susanto. (DE 01/Dhani)

TEMUAN
Rumah Subsidi di Alfar Residence Ini Disulap Jadi Rumah Mewah, Kok Bisa?

DETAIL.ID, Jambi – Tinggal sedikit lagi, renovasi rumah subsidi jadi rumah mewah di komplek perumahan subsidi Alfar Residence yang terletak di Jalan Pinang Merah, Kelurahan Bagan Pete, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi selesai dan menjadi rumah mewah yang bertetangga dengan rumah-rumah subdisi.
Pemandangan tak biasa ini tentu menimbulkan tanya, bagaimana bisa sebuah rumah subsidi yang belum genap 5 tahun pasca selesai digarap pembangunannya oleh developer lokal PT Swadaya Ribani Properti, bisa langsung direnovasi besar-besaran oleh si pemilik buat jadi semacam rumah mewah dua lantai?
Soal ini Riwa dari PT Swadaya Ribadi Properti ketika dikonfirmasi mengakui bahwa komplek perumahan yang ia bangun berstatus rumah subsidi. Ketika dikonfirmasi lebih lanjut soal renovasi total dari salah satu unit rumah tersebut, Riwa bilang bahwa si pemilik membeli unit secara tunai alias tidak lewat skema Kredit Perumahan Rakyat (KPR).
“Dia beli cash jadi enggak KPR. Itu yang punya orang Sarolangun dia beli terus mungkin pengembangan jadi saya enggak tahu kalau mau dibuat apa, yang pasti ga KPR itu,” kata Riwa pada Kamis lalu, 11 September 2025.
Menurut Riwa, pihaknya selaku developer tidak ada masalah dengan renovasi besar-besaran rumah tersebut. Alasannya kembali karena si pemilik membeli secara tunai. Selain itu, rumah tersebut sudah jadi hak milik, cukup lama pasca dibeli yakni 3 tahun yang lalu dan baru belakangan ada renovasi.
Sementara itu Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jambi, Abror Lubis masih merespons singkat soal pengembangan total satu unit rumah subsidi tersebut.
“Ini yang punya tidak ikut asosiasi REI,” kata Abror Lubis pada Senin, 15 September 2025.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari ketentuan Permen PUPR No. 20/PRT/M/2014 dan aturan subsidi perumahan, menyebut; “Penerima rumah bersubsidi tidak boleh mengalihkan kepemilikan atau mengubah bentuk bangunan secara permanen dalam jangka waktu 5 tahun.”
Larangan ini berlaku untuk semua pembeli, baik KPR maupun cash. Alasannya, rumah subsidi hanya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bukan untuk investasi cepat.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Awas! Ada 50 “Polisi Tidur” di Sepanjang Jembatan Batanghari 2

DETAIL.ID, Jambi – Bagi masyarakat Jambi yang melintasi Jembatan Batanghari 2 berhati-hatilah! Soalnya, ada sekitar 50 “polisi tidur” atau dalam istilah Bahasa Inggris speed bump atau traffic calming measure. Tidak tanggung-tanggung, 50 “polisi tidur” bertebaran di sepanjang 1,4 kilometer, sepanjang Jembatan Batanghari 2.
Pantauan media ini, tebal “polisi tidur” itu mencapai 5 hingga 10 sentimeter, sepanjang badan Jembatan Batanghari 2. BPJN IV Jambi biasa menyebut proyek “polisi tidur” ini dengan nama Expansion Joint.
Salah satu warga setempat, Harun Al Rasyid mengatakan proyek “polisi tidur” itu baru selesai dikerjakan dalam 10 hari terakhir, persisnya pada akhir Agustus 2025. Ia mengaku khawatir setiap melewati jembatan tersebut. “Entah apa manfaatnya proyek itu, Pak. Justru bikin kami waswas setiap lewat,” katanya pada Selasa, September 2025.
Salah satu pengamat Jembatan, R Sinambela mengaku kaget adanya “polisi tidur” sebanyak itu di jembatan. Menurutnya, Direktorat Jendral Bina Marga dalam setiap kegiatannya menggunakan standar teknis yang ketat terbukti dengan dikeluarkannya (SNI) seperti SNI 7396:2008 untuk asphaltic plug joint agar produk yang dihasilkan juga bermutu tinggi.
Ia menilai ada banyak kejanggalan terhadap proyek “polisi tidur” itu. Di antaranya adalah tidak ditemukannya penggunaan aspaltic, plat besi dan penggunaan aspal biasa.
“Jika dilihat dari photo dokumentasi sepertinya hanya disiram dari atas menggunakan aspal biasa sehingga terlihat agregatnya sudah tidak lagi menyatu. Sementara pada teknis pelaksanaannya diwajibkan menggunakan aspaltic dan dimasak langsung di lokasi. Sehingga dari hasil kegiatan di lapangan yang baru berumur mingguan sudah mengalami kerusakan,” katanya pada Selasa, 9 September 2025.
Alhasil, katanya, ketika melalui Jembatan Batanghari 2 tersebut seperti melewati “polisi tidur” dimana ketinggian atau elevasinya joint yang tidak beraturan dan dapat membahayakan pengendara roda dua.
“Maka diharapkan supaya joint yang ada sekarang untuk dilakukan pergantian atau dibongkar kembali dan dilaksanakan dengan standar yang ditentukan,” ujarnya.
Sampai berita ini diturunkan, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Jambi, Dedy Hariadi belum berkomentar. Pesan WhatsApp yang dikirimkan oleh DETAIL.ID pada Selasa malam, tak dijawab Dedy Hariadi. (*)
TEMUAN
Ada Oknum Pemilik RPK Diduga Timbun Beras di Rumah Lalu Jual Kembali di Atas HET ke Toko

DETAIL.ID, Jambi – Praktik culas oleh oknum rekanan Bulog Jambi yakni pemilik Rumah Pangan Kita (RPK) dalam distribusi pemasaran beras SPHP masih jadi persoalan pelik yang masih saja terjadi.
Jika secara regulasi atau perjanjian antara rekanan dengan Bulog Jambi, setiap RPK dibatasi untuk menjual dua sak atau 5 – 10 kg kepada setiap pembeli per hari, sesuai dengan HET yang telah ditentukan.
Temuan lapangan mengungkap bahwa terdapat praktik perdagangan beras SPHP yang dijual tidak sesuai peruntukan, sederhananya pemilik RPK yang tidak bertanggungjawab menjual kembali beras SPHP yang diperoleh dari Bulog, kepada toko secara ilegal.
“Beras itu disimpan di rumah baru dijual kepada (toko) penampungan, untuk dijual kembali dengan harga di luar ketentuan (HET). Itu modus operandinya. Bulog dalam hal ini harus ambil tindakan terhadap pemain nakal ini,” ujar sumber, yang meminta identitas dirahasiakan pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Sebelumnya kasus penyelewengan beras SPHP diungkap oleh Sub Dit 1 Indagsi Ditreskrimsus Polda Jambi, dimana salah satu pemilik RPK, Rudi Setiawan ditangkap lantaran mengemas ulang beras SPHP Bulog pada karung polos dengan volume tertentu di Perumahan Bumi Citra Lestari, Kawasan Pal Merah, Kota Jambi.
Menurut Polisi, setidaknya Rudi telah berhasil menjual 1,4 ton beras SPHP tanpa label. Rudi pun disangkakan dengan Pasal Perlindungan Konsumen, sementara status RPK-nya langsung dicabut dan masuk daftar hitam Bulog.
Kepala Kanwil Bulog Jambi, Ali Ahmad Najih ketika dikonfirmasi saat rilis ungkap kasus bersama Ditreskrimsus di Polda Jambi, mengaku bahwa terdapat pengawasan dari pihaknya terhadap para rekanan atau RPK. Ia pun mengingatkan soal kesepakatan perjanjian antara mitra dengan Bulog.
“Ada (pengawasan). Ada, kita ada tim yang turun untuk memonitor ke lapangan,” ujar Aan, sapaan akrabnya.
Namun klaim tersebut dinilai masih meragukan, salah seorang warga menilai bahwa fungsi pengawasan dari Bulog Jambi belum berjalan maksimal. Hal itu jelas terlihat dari penjualan beras SPHP yang masih rawan manipulasi. Salah satu modus operandinya yakni tidak adanya kesesuaian antara izin lokasi toko yang didaftarkan. Beras disimpan SPHP yang dibeli dari Bulog disimpan dalam rumah, sebelum dipasarkan kembali.
“Jadi pertanyaan, pengawasan dari Bulog ini, pengawasan yang bagaimana?” ujar sumber tersebut.
Sementara Dir Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia bilang, bahwa terkait permasalahan beras SPHP baru Rudi seorang yang menyandang status tersangka.
“Untuk sementara masih dia sendiri. Untuk yang lain masih kita dalami,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita