DETAIL.ID, Batanghari – Kapolres Batanghari, AKBP Dwi Mulyanto tidak ingin ada gejolak penyaluran bantuan terhadap masyarakat terdampak pandemi COVID-19 dalam wilayah Kabupaten Batanghari, Jambi.
Ia telah menyusun antisipasi agar penyaluran bantuan COVID-19 tidak seperti yang terjadi di Kabupaten Merangin, Jambi hingga berujung pembakaran Posko COVID-19 dan perusakan Kantor Desa.
“Pelaksanaan bantuan COVID-19 ini kita harus tahu dahulu mekanismenya. Karena ada beberapa jenis bantuan. Ada namanya PKH (Program Keluarga Harapan) bantuan dari Pusat,” ucap Dwi kepada detail, Kamis (21/5/2020).
PKH merupakan program Kementerian Sosial RI bagi keluarga miskin yang telah ditetapkan sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Penerima PKH tidak bisa lagi menerima bantuan jenis lain, baik bersumber dari APBN maupun APBD.
“Seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) Provinsi, BLT DD (Dana Desa) Kemendes PDTT dan BBT (Bantuan Batanghari Tunai) yang merupakan program Pemkab Batanghari,” ujar mantan Kapolres Kerinci ini.
Penerima BLT Provinsi, BLT DD dan BBT, kata Dwi, masing-masing mendapat uang Rp600 ribu selama tiga bulan berturut-turut bagi masyarakat terdampak COVID-19.
“Sementara penerima PKH tetap akan mendapat bantuan meskipun tidak ada lagi bawah COVID-19,” katanya.
Menurut perwira melati dua dipundak ini, kejadian pembakaran posko COVID-19 di Kabupaten Merangin karena masih ada masyarakat belum mengetahui jenis-jenis bantuan COVID-19.
“Jadi ceritanya begini, ada dua orang bertetangga, satu di antara mereka mendapat bantuan dan seorang lagi tidak mendapat bantuan. Keduanya sama-sama terdata. Tapi warga yang tidak dapat bantuan tidak mengetahui dia terdata di BLT Provinsi atau BLT DD,” ucapnya.
Dwi telah memerintah seluruh Kapolsek dan Bhabinkamtibmas memberikan informasi cepat setiap ada pembagian bantuan. Bagian Intelijen akan membuat Kirkat (Perkiraan singkat), kejadian terakhir seperti apa, situasi Kamtibmas seperti apa, situasi masyarakat seperti apa dan sebagainya.
“Selanjutnya Bagian Ops membuat Renpam (Rencana pengamanan) lalu akan saya buat Sprinpam (Surat perintah pengamanan) dan lain sebagainya. Ini segi pengamanan,” ujarnya.
Dwi berujar bahwa ia lebih mengutamakan pendekatan secara sosial, yakni lebih kepada potensi gangguan berupa akar masalah ketidakpahaman masyarakat tentang jenis-jenis bantuan tersebut.
“Dia berpikir sama-sama di data. Tapi dia tidak tahu bantuan apa yang dia dapat dan bantuan apa yang turun saat itu. Makanya kadang ada yang protes, kok saya gak dapat, padahal saya juga di data. Padahal, dia mungkin masuk dalam daftar penerima BLT pusat,” ucapnya..
Proses penyaluran program PKH dan BST (Bantuan Sosial Tunai) Kemensos RI, kata Dwi, memang agak lama karena harus dituangkan dalam Surat Keputusan. Sedangkan kalau BBT merupakan program Kabupaten Batanghari dan mungkin lebih cepat. Sama halnya seperti BLT Provinsi dari Gubernur sesuai tahapan.
“Mungkin pendataan penerima bantuan tidak berbarengan. Ada bantuan ini, ternyata ada yang tidak terdata. Akhirnya dimasukkan bantuan yang lain saja. Jadi, waktunya memang beda. Tapi masyarakat tidak tahu jenis bantuan apa yang dia dapat,” katanya.
Menurut Dwi, pendataan berbeda waktu memicu munculnya kecemburuan antar warga. Apalagi sekarang memasuki musim politik. Sebagian penerima pendukung bakal calon A, sebagian lagi pendukung bakal calon B dan sebagian lagi pendukung C.
“Akhirnya pendataan tidak merata. Ada yang berpikir bahwa orang-orang ini aja yang dikasih, jadi salah paham,” ucapnya.
Dwi berencana segera memanggil Kepala Dinas Sosial Batanghari, seluruh Kapolsek dan Bhabinkamtibmas. Ia akan memberikan arahan agar tidak terjadi gejolak masyarakat. Mengingat, jenis-jenis bantuan COVID-19 cukup banyak.
“Ketika ada gejolak, masyarakat bisa langsung telepon ke Dinas Sosial atau Bhabinkamtibmas. Bagi masyarakat yang telah mendapatkan bantuan, saya imbau agar diperjelas jenis bantuan yang akan diterima itu apa. Tanya dengan petugas yang memberikan bantuan, ini bantuan apa,” ujarnya.
Discussion about this post