DETAIL.ID, Tebo – Suku Anak Dalam Desa Tanah Garo Kecamatan Muara Tabir Kabupaten Tebo – Jambi, meminta kepada Presiden RI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera mencabut izin PT Limbah Kayu Utama (LKU) dari kawasan hutan mereka.
Permintaan ini disampaikan setelah mereka melaksanakan upacara HUT ke-75 RI di Hutan Sungkai Lubuk Dalam desa Tanah Garo, Senin, 17 Agustus 2020.
“Saya Temenggung Ngadap, minta kepada Bapak Presiden Indonesia ataupun Ibu Menteri Kehutanan segera mencabut izin PT LKU dari hutan kami. Sebab kami tidak pernah memberikan rekomendasi untuk penerbitan izin perusahaan itu,” kata pimpinan SAD Tanah Garo, Temenggung Ngadap.
Temenggung berkata, sejak dahulu dia bersama warganya sudah tinggal dan hidup di hutan Sungkai Lubuk Dalam. Namun sejak izin PT LKU diterbitkan, mereka merasa terancam dan takut hutan tempat mereka hidup dan berkehidupan beralih fungsi menjadi perkebunan.
“Sejak nenek moyang kami dahulu, kami sudah tinggal dan hidup di hutan ini. Jika hutan ini beralih fungsi menjadi kebun, terus kami mau hidup dimana,” katanya.
Dijelaskan Temenggung, rimbo (hutan) bagi Suku Anak Dalam adalah tempat hidup dan berkehidupan. “Dari dahulu kami hidup di dalam hutan bukan di dalam kota, untuk itu kami minta kepada bapak presiden ataupun ibu menteri kehutanan agar mencabut izin PT LKU, dan jadikan hutan kami sebagai hutan adat secara legal,” kata Temenggung.
Pendampingannya SAD Jambi, Ahmad Firdaus mengatakan, luasan hutan kelompok Temenggung Ngadap berkisar 2.500 hektar di Sungkai Lubuk Dalam Desa Tanah Garo Kecamatan Muara Tabir Kabupaten Tebo – Jambi. Dari luasan itu, seluruhnya masuk ke dalam izin PT LKU.
“Bukan hanya hutan SAD, kebun masyarakat juga masuk ke dalam izin perusahaan HTI tersebut,” kata Firdaus.
Bagi SAD kelompok Temenggung Ngadap lanjut Firdaus menjelaskan, hutan adalah rumah mereka. Mereka hidup dari berburu dan meramu serta menjual hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti getah damar, getah balam, rotan, jerenang dan lainnya. Hingga saat ini, juga masih berpegang teguh pada adat dan istiadat mereka sebagai SAD.
Anehnya kata Firdaus, tanpa sepengetahuan Temenggung Ngadap, tiba-tiba muncul izin perusahaan perkebunan di hutan tempat mereka hidup dan berkehidupan.
“Heran saja, dari nenek moyang mereka dahulu sudah tinggal di sana. Kok bisa timbul izin perusahaan di sana. Sekarang status seluruh area kawasan hutan Temenggung Ngadap berada dalam izin perusahaan, yakni PT Limbah Kayu Utama (LKU),” ucap Firdaus.
Firdaus menjelaskan, PT LKU merupakan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI). Izin perusahaan ini diterbitkan pada tahun 2008 lalu dan hingga sekarang belum beraktivitas. Agar tidak terjadi konflik antara SAD dengan perusahaan, dia minta kepada pemerintah agar segera mencari solusi atas permasalahan tersebut. “Ini rawan konflik kalau tidak cepat dicarikan solusinya,” katanya.
Reporter: Syahrial
Discussion about this post