TEMUAN
LSM Desak Pemerintah Ungkap Terduga Aparat Penembak Pendeta Yeremia, Papua

DETAIL.ID, Jakarta – Direktur Imparsial Al Araf mengapresiasi kinerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus kekerasan dan penembakan di Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Meski ia menilai laporan TGPF tentang penembakan Pendeta Yeremia Zanambani belum tuntas. Itu terlihat dari terduga pelaku dari aparat yang tidak dijelaskan dengan rinci dalam laporan tersebut.
Oleh sebab itu, Al Araf mendorong pemerintah untuk mengungkap identitas aparat yang diduga menembak pendeta Yeremia.
“Terlepas dari catatan tersebut, pemerintah harus menindaklanjuti laporan tersebut dalam satu langkah yang lebih serius untuk menemukan siapa yang dimaksud dengan aparat yang terlibat dalam proses yustisia,” jelas Al Araf dalam konferensi pers online melansir VOA Indonesia pada Kamis 22 Oktober 2020.
Al Araf menambahkan pemerintah juga perlu mengungkap motif pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia, termasuk ada tidaknya tindakan sistematis dalam peristiwa ini atau kesalahan prosedur di lapangan.
Sebab, kata dia, pembunuhan terhadap tokoh agama biasanya dilakukan untuk membuat takut masyarakat di wilayah konflik.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ include_category=”3559″ include_author=”10″]
Sementara peneliti dari Amnesty International Indonesia, Ari Pramuditya, mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut pembunuhan Pendeta Yeremia secara transparan hingga tuntas. Ia juga mengusulkan para pelaku nantinya diadili di pengadilan sipil secara terbuka. Sebab, kata dia, proses persidangan di pengadilan militer selama ini kurang transparan.
“Ada hubungan langsung antara impunitas dengan terawatnya praktik pelanggaran HAM. Impunitas di Papua akan membuat pola kekerasan akan terus berulang. Dan setiap kegagalan dalam menyelidiki atau membawa mereka ke pengadilan akan memperkuat keyakinan pelaku berdiri di atas hukum,” jelas Ari Pramuditya.
Ari menambahkan lembaganya mencatat setidaknya ada 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum di Papua selama periode 2010 hingga 2018, 34 kasus di antaranya diduga melibatkan anggota militer. Dari 34 kasus tersebut, hanya ada enam kasus yang diadili di pengadilan militer. Hal tersebut berarti masih lebih banyak kasus lainnya yang para pelakunya tidak dimintai pertanggungjawaban.
Para LSM pemerhati Papua juga mendorong Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melindungi seluruh saksi, termasuk keluarga korban, sejak proses penyidikan dimulai hingga proses pengadilan selesai.
Menko Polhukam Mahfud Md, Rabu 21 Oktober 2020, menyampaikan TGPF telah menemukan sejumlah fakta penting dalam kekerasan dan penembakan di Kabupaten Intan Jaya. Di antaranya adanya dugaan keterlibatan aparat dalam kasus pembunuhan Pendeta Yeremia pada tanggal 19 September 2020. Meskipun, kata Mahfud, ada juga kemungkinan pembunuhan tersebut dilakukan oleh pihak ketiga.
Mahfud tidak mau mengungkap terduga aparat yang menembak pendeta karena alasan investigasi TGPF bukan rangkaian dari proses yustisia atau bukan untuk kepentingan pembuktian hukum. Kata dia, hasil investigasi TGPF ini akan diserahkan langsung kepada aparat penegak hukum.
“Saya katakan ini bukan pro justisia, tidak boleh menuduh orang. Tetapi bahwa ada keterlibatan oknum aparat, di situ. Nama-namanya, siapanya, berapa orang, jam berapa, bukti atau alat-alat apa yang meyakinkan untuk sampai kesimpulan itu, ada lengkap di buku itu (baca: laporan TGPF),” jelas Mahfud saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Rabu 21 Oktober 2020.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ include_category=”3559″ include_author=”5″]
LPSK Siap Lindungi Saksi Penembakan Intan Jaya
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap untuk tindaklanjuti permohonan gereja untuk perlindungan saksi pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani. Dikatakan oleh wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, permohonan yang diajukan Badan Pengurus Pusat Gereja Kemah Injil Indonesia untuk keluarga dan saksi sudah diterima LPSK pada Rabu 21 Oktober 2020.
LPSK selanjutnya akan menindaklanjuti permohonan tersebut dengan mendalami keterangan para saksi yang sudah ditemui TGPF. Edwin mengungkapkan bahwa dari hasil temuan tim TGPF terdapat tujuh saksi warga sipil yang memiliki keterangan penting saat pendalaman TGPF ke Intan Jaya.
“Bisa dikatakan disana sulit untuk mencari tempat yang aman. Ini tentu menjadi catatan terkait bentuk perlindungan terhadap saksi kasus ini,” jelas Edwin yang juga tergabung dalam tim TGPF kepada VOA, Kamis 22 Oktober 2020.
Edwin meminta dukungan masyarakat dan aparat TNI-Polri untuk keamanan para saksi. Menurutnya, keamanan para saksi penting karena terkait pula dengan kenyamanan mereka memberikan kesaksian. Di samping itu, LPSK juga membuka ruang jika ada pelaku dengan peran minor yang bersedia menjadi saksi pelaku atau justice collabolator untuk kasus ini.
“Karena dari keterangan yang diberikan dalam kondisi aman dan nyaman bisa terungkap peristiwa yang menyebabkan beberapa orang menjadi korban, baik pendeta Yeremia, masyarakat, dan anggota TNI sendiri,” tambah Edwin.
Dua anggota TNI dan dua warga sipil meninggal, termasuk di antaranya Pendeta Yeremia Zanambani yang tertembak pada pertengahan September lalu. Pemerintah kemudian membentuk TGPF untuk mencari fakta-fakta tentang peristiwa kekerasan dan penembakan di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Tim ini terdiri dari pejabat pemerintah, tokoh Papua dan akademisi. TGPF kemudian bekerja selama dua pekan dan melaporkan hasilnya kepada Menko Polhukam Mahfud Md pada Rabu 21 Oktober 2020.
TEMUAN
Parah! Lewat Orang Kepercayaannya Kadinkes Muarojambi Diduga Kutip Setoran Dana BOK dari 22 Puskesmas

Muarojambi – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Muarojambi, Afif Udin diduga melakukan pemotongan sebesar 35 persen terhadap Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dari 22 Kepala Puskesmas di Kabupaten Muarojambi.
Informasi ini terungkap dari laporan yang menyebutkan bahwa pemotongan dilakukan dengan cara mewajibkan seluruh kepala puskesmas menyisihkan dana BOK yang dialokasikan untuk operasional masing-masing. Dana itu kemudian dikumpulkan dan disetorkan oleh masing-masing Puskesmas pada orang kepercayaan Afif Udin, yakni Nani dan Anto.
Tindakan tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2023, yang tidak mengatur pemotongan anggaran oleh pihak di luar mekanisme yang sah.
“Uang hasil potongan sebesar 35 persen dari dana BOK disetorkan kepada Nani dan Saudara Anto, orang kepercayaan Afif Udin,” dikutip dari laporan tertulis yang diterima awak media.
Salah satu contoh kasus terjadi di Puskesmas Kebun IX, Kecamatan Sungai Gelam, di mana Kepala Puskesmas Dewi Lestari dan Bendahara BOK, Lina Budiarti, disebut melakukan pemotongan terlebih dahulu atas dana BOK sebelum digunakan. Uang hasil potongan dikumpulkan oleh bendahara BOK dan BPJS untuk diserahkan kepada pihak di Dinas Kesehatan Kabupaten Muarojambi.
Total dana BOK yang dipotong dari tahun anggaran 2022 hingga 2024 tersebut ditaksir mencapai miliaran rupiah jika dikalkulasikan dari seluruh Puskesmas yang terlibat. Seluruh setoran dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan dianggap sebagai pungutan liar oleh sejumlah pihak.
Padahal mekanisme resmi penyaluran dana BOK sebenarnya dilakukan langsung oleh Kementerian Kesehatan ke rekening satuan kerja atau Puskesmas, dengan penggunaan yang wajib dilaporkan dalam bentuk Laporan Realisasi Penggunaan Dana. Pemotongan di luar ketentuan tentu merupakan pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan.
Namun terkait hal ini, Nani Chairani ketika dikonfirmasi lewat pesan whatsapp, tidak merespons hingga berita ini terbit. Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Kadinkes Afif Udin. Mereka seolah tak mau ambil pusing atas masalah yang ada.
TEMUAN
PT Selaras Ardana Nusantara Sikat 6 Proyek Dalam 3 Bulan, Diduga Abaikan Kualitas dan Lebihi SKP

DETAIL.ID, Jambi – PT Selaras Ardana Nusantara menuai sorotan tajam setelah berhasil mengantongi enam proyek pemerintah dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan. Lima di antaranya berasal dari skema Penunjukan Langsung (PL), sementara satu proyek lainnya dimenangkan melalui proses tender terbuka.
Rentetan kemenangan tersebut menimbulkan dugaan kuat bahwa perusahaan ini telah melanggar batas Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2021, serta menurunkan kualitas pelaksanaan proyek di lapangan.
Proyek-proyek yang dimenangkan tersebar di wilayah Kota Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan nilai total mencapai lebih dari Rp 1,6 miliar. Dimulai pada pertengahan April 2025, PT Selaras Ardana Nusantara memenangi proyek pembangunan jalan lingkungan di RT 02 dan RT 08 Kelurahan Sijenjang, Kecamatan Jambi Timur, masing-masing senilai Rp 175 juta dan Rp 200 juta.
Kedua proyek tersebut diproses secara bersamaan dengan masa pengadaan 15 April hingga 9 Mei 2025. Selanjutnya, perusahaan yang sama juga menang dalam pembangunan jalan lingkungan di RT 01, Gang 1, Kelurahan Solok Sipin, Kecamatan Danau Sipin, senilai Rp 145 juta. Proyek mulai berproses dari 21 April hingga 12 Mei 2025. Disusul oleh proyek rekonstruksi parit di Jalan Syamsudin Uban dengan nilai Rp 300 juta, yang prosesnya berlangsung dari 17 Mei hingga 30 Juni 2025.
Kemudian yang paling kontroversial adalah proyek pembangunan jalan lingkungan di RT 09 Kelurahan Sijenjang, Kecamatan Jambi Timur, senilai Rp 200 juta. Proyek ini disorot masyarakat karena diduga kuat tidak menggunakan besi tulangan (wiremesh) sebagai penguat cor beton, yang dapat berakibat pada rendahnya daya tahan bangunan. Proses pengadaannya berlangsung dari 31 Mei hingga 3 Juli 2025.
Soal ini Kabid Bina Marga Dinas PUPR Kota Jambi, Agustian dikonfirmasi lewat pesan singkat, tidak merespons. Sementara Kepala Inspektorat Kota Jambi Desiyanti mengaku pihaknya belum ada menerima laporan.
“Kami harus melihat data, fakta, bukti baru bisa menyimpulkan,” ujar Desi, belum lama ini.
Di luar Kota Jambi, PT Selaras Ardana Nusantara juga menang dalam tender pembangunan mess Kantor Cabang Kejaksaan Negeri Nipah Panjang di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dengan nilai HPS sebesar Rp 663 juta.
Proyek ini berada di bawah Dinas Perkim Tanjabtim dan ditenderkan pada 2 Juni 2025 hingga 15 Juli 2025. Dari 13 peserta yang mendaftar, PT Selaras Ardana Nusantara memenangkan tender sebagai penawar tunggal.
Dugaan bahwa perusahaan ini telah melampaui batas SKP semakin menguat, terlebih belum ada klarifikasi dari pihak berwenang. Pertanyaan publik mengenai proses lelang, kualitas pekerjaan, hingga pengawasan teknis terhadap proyek-proyek ini pun menguat seiring dengan berbagai kejangggalan yang ditemukan.
Mengacu pada regulasi yang berlaku, PT Selaras Ardana Nusantara terancam dikenakan sanksi administratif hingga masuk daftar hitam penyedia barang/jasa pemerintah (blacklist). Jika terbukti melanggar aturan pengadaan dan menurunkan kualitas pekerjaan.
Sementara itu tim media masih terus menghimpun informasi lanjutan terkait badan usaha yang sukses menggarap 6 proyek dalam waktu berdekatan ini.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Alkes RSUD Ahmad Ripin Senilai Rp 14.8 Miliar Dalam Proses Pengiriman Namun Direktur dan Kadinkes Malah Bungkam

DETAIL.ID, Muarojambi – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ahmad Ripin mengajukan usulan pengadaan alat kesehatan senilai Rp 14.858.526.486. Anggaran tersebut sebagaimana tercantum dalam dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ditandatangani oleh Direktur RSUD Ahmad Ripin, dr Agus Subekti, tertanggal 10 Oktober 2024.
Dalam dokumen yang diperoleh DETAIL.ID disebutkan bahwa pengadaan alat kesehatan ini mencakup kebutuhan di 6 unit layanan rumah sakit, yakni Ruang Pelayanan Intensif, Instalasi Gawat Darurat, Rawat Jalan, Rawat Inap, Ruang Operasi, dan Laboratorium.
Unit dengan anggaran terbesar adalah Laboratorium dengan total pengajuan Rp 3.27 miliar, disusul oleh Ruang Pelayanan Intensif sebesar Rp 4.18 miliar, dan Rawat Inap sebesar Rp 2.62 miliar.
Beberapa alat yang diusulkan antara lain incubator bayi, ventilator NICU, patient monitor, defibrillator, USG, tempat tidur pasien, mesin anestesi, hingga peralatan laboratorium berteknologi tinggi seperti Biosystems BA200 dan tissue processor.
Beberapa waktu lalu informasi beredar bahwa paket alkes tersebut sudah disepakati oleh Dewan, bahkan sudah dalam proses pengiriman menuju RSUD Ahmad Ripin. Namun Direktur RSUD Ahmad Ripin, dr Agus Subekti yang dikonfirmasi lewat pesan dan panggilan WhatsApp tidak merespons sama sekali.
Begitu juga dengan Kadinkes Muarojambi, Apifudin mereka sama-sama kompak mengabaikan upaya konfirmasi atas proyek alkes bernilai belasan milliar rupiah tersebut.
Beberapa waktu lalu, Direktur RSUD Ahmad Ripin, dr Agus Subekti mengakui bahwa pengadaan Alkes tersebut dalam proses pengiriman. Ia memperkirakan Juli 2025 ini sudah tiba di Muarojambi.
Sementara itu Ketua Komisi IV DPRD Muarojambi Kasnadi mengaku mengaku belum paham betul terkait pengadaan tersebut. Sebab dirinya baru dilantik pada bulan November 2024.
“Kalau tahun lalu, saya enggak tahu, belum jadi dewan. Karena pembahasannya tahun 2024 itu pembahasannya 2023,” ujar Kasnadi pada Selasa, 8 Juli 2025.
Pengajuan anggaran ini memicu perhatian publik karena nilai yang cukup besar dan menyangkut penggunaan dana APBD. Namun baik Dinkes maupun pihak RSUD Ahmad Ripin seolah enggan membuka ruang informasi publik.
Reporter: Juan Ambarita