DETAIL.ID, Jambi – Di tengah gelombang penolakan Omnibus Law DPR muncul melalui laman resminya menyatakan ada 12 hoaks yang beredar.
Pernyataan Presiden Jokowi pada konferensi pers elektronik dari istana Bogor juga memunculkan banyak tanggapan.
“Saya melihat adanya unjuk rasa, penolakan Undang-undang Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari undang-undang ini dan hoax di media sosial,” ucapnya Jumat, 9 Oktober 2020.
Melansir tempo.co, Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari menanggapi tuduhan pihak pemerintah.
“Saking tidak menjalankan ketentuan itu sampai hari ini naskah akademik dan UU yang disahkan tidak dapat diakses publik. Coba bayangkan menyebut orang disinformasi padahal dia sendiri yang menyembunyikan informasi,” ujar Feri, Sabtu, 10 Oktober 2020.
Feri mengatakan Jokowi malah memberikan pernyataan menyesatkan dalam konferensi pers terkait UU Cipta Kerja pada Jumat, 9 Oktober 2020. Jokowi sebelumnya menyebut aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja terjadi karena disinformasi.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Semarang (YLBHIS) membuat sanggahan terkait tuduhan hoaks tersebut.
Sanggahan dimuat dalam infografis yang disebarkan melalui akun media sosial facebook mereka.
Dengan memposting infografis YLBHI Semarang membuat 12 sanggahan berikut :
- DPR menuding hoaks tentang “Uang pesangon dihilangkan”, dengan menjawab “Uang pesangon tetap ada” pasal 89 omnibus law, mengubah pasal 156 ayat 1 UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan. LBHI Semarang menjawab, “faktanya: Uang pesangon memang ada, tetapi tidak ada standar minimal pesangon dan uang penghargaan masa kerja, serta uang pengganti ditiadakan. Pasal 156 ayat 2 hanya mengatur standar maksimal pesangon. Jadi pengusaha bebas memberikan uang pesangon di bawah standar UU Cipta Kerja.”
- DPR menuding hoaks tentang “UMP, UMK, UMSP dihapuskan”, dengan menjawab “Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada” pasal 89 omnibus law, mengubah pasal 88 C UU 13/2003. LBHI Semarang menjawab, “Faktanya: pasal 88C hanya mempertahankan aturan soal UMR. Tetapi UMP dan UMK dihapuskan. UMK menjadi tidak wajib karena di pasal itu ada frasa “dapat”. Padahal sebelumnya, bupati/ walikota punya wewenangng memberi rekomendasi dalam penentuan upah minimum mengingat pemda yang paling memahami kondisi ekonomi di wilayahnya. Di omnibus law, bupati/ walikota tidak memiliki wewenang itu.
- DPR menuding hoaks tentang “Upah buruh dihitung per jam”, dengan menjawab “Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu atau berdasarkan hasil.” Pasal 89 omnibus law, tentang perubahan pasal 88B UU 13/2003. LBHI Semarang menjawab, “Faktanya: dalam pasal 92 UU Ciptaker, ketentuan penetapan upah berdasarkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi dihapus. Rumusan skala dan struktur pengupahan untuk menetapkan upah diubah menjadi berdasarkan waktu (per jam) dan hasil (target).
- DPR menuding hoaks tentang “Hak cuti hilang dan tidak ada kompensasi” dengan menjawab “Hak cuti tetap ada. Cuti wajib diberikan kepada pekerja/ buruh yaitu cuti tahunan paling sedikit 12 hari setelah pekerja/ buruh bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. LBHI Semarang menjawab, “Faktanya: UU Ciptaker menambah sanksi pidana perburuhan kepada pengusaha yang tidak memberi cuti tahunan. Namun pasal yang mengatur istirahat panjang 1 bulan, istirahat pada tahun ke-7 dan ke-8 setelah 6 tahun bekerja berturut-turut ditiadakan.”
- DPR menuding hoaks tentang “Outsourching diganti kontrak seumur hidup” dengan menjawab, “Outsourching ke perusahaan alih daya tetap dimungkinkan. Pekerja menjadi karyawan dari perusahaan alih daya.” Pasal 89 tentang perubahan pasal 66 UU 13/2003. LBHI Semarang menjawab, “Faktanya: UU ciptaker menghapus pasal 65 dan mengubah pasal 66 UU Ketenagakerjaan. Implikasinya, jumlah pekerja dengan kontrak outsourcing akan bertambah karena tidak ada lagi pembatasan jenis pekerjaan outsourcing.”
- DPR menuding hoaks tentang “Tidak ada status karyawan tetap” dengan menjawab “Status karyawan tetap masih ada berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau waktu tidak tertentu.” Pasal 89 tentang perubahan pasal 56 UU 13/2003. LBHI Semarang menjawab, “Faktanya: Status karyawan tetap (PKWTT) masih ada tetapi status karyawan kontrak (PKWT) bermasalah. Ketentuan tentang PKWT diatur dalam pasal 59 ayat 1b menyatakan, batas perpanjangan 1 kali dan paling lama 2 tahun. UU ciptaker menghapus ketentuan itu sehingga membuka kesempatan status karyawan kontrak (PKWT) jadi tidak terbatas.”
- DPR menuding hoaks tentang “Perusahaan bisa PHK sepihak dan kapanpun”, dengan menjawab “Perusahaan tidak bisa melakukan PHK sepihak. (pasal 90 tentang perubahan pasal 151 UU13/2003).” LBHI Semarang menjawab, “Faktanya: Pasal 151 UU ketenagakerjaan mengatur pengusaha, pekerja/ buruh dan pemerintah menghindari PHK dengan segala upaya. Namun, Omnibus Law menghilangkan upaya itu hingga PHK tidak dapat dihindarkan. Ditambah pasal-pasal lain mempermudah PHK dengan alasan efisiensi.”
- DPR menuding hoaks tentang “Jaminan sosial dan kejejahteraannya hilang” dengan menjawab “Jaminan sosial tetap ada. Jaminan tersebut mencakup kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pension, kematian, kehilangan pekerjaan.” Pasal 89 tentang perubahan pasal 18 UU No. 40/2004 tentang sistem jaminan sosial nasional. LBHI Semarang menjawab, “Faktanya: Jaminan sosial ada dan ditambahkan jaminan kehilangan pekerjaan. Namun pengaturan jaminan sosial ini belum jelas apakah menjadi kewajiban pengusaha atau bukan. Jika bukan, hal ini akan membebani anggaran pemerintah.”
- DPR menuding hoaks tentang “Semua karyawan berstatus tenaga kerja harian” dengan menjawab “ Status karyawan tetap masih ada” pasal 89 tentang perubahan pasal 56 ayat 1 UU 13/2003. LBHI Semarang menjawab, “Faktanya: Masih ada status karyawan tetap (PKWTT), namun ada potensi pengalihan besar-besaran kontrak pekerja dari PKWTT menjadi PKWT seluruhnya.”
- DPR menuding hoaks tentang “Tenaga kerja asing bebas masuk” dengan menjawab “Tenaga kerja asing tidak bebas masuk, harus memenushi syarat dan peaturan” pasal 89 tentang perubahan pasal 42 ayat 1 UU 13/2003. LBHI Semarang menjawab, “RUU CIptaker membuka peluang TKA lebih mudah masuk ke Indonesia karena izin tertulis diganti menjadi rencana penggunaan TKA (Pasal 42), tidak perlu ada penanggung (Pasal 43), dan syarat ketentuan jabatan dan kompetensi untuk TKA dihapus (pasal 44). Dampaknya, TKA bebas mengisi posisi apapun termasuk posisi paling rendah.”
- DPR menuding hoaks tentang “Buruh dilarang protes, terancam PHK.” Dengan menjawab “Tidak ada larangan.” LBHI Semarang menjawab, “Faktanya: Pasal 154A ayat 1 UU Ciptaker tentang alasan-alasan PHK tidak menyebutkan buruh yang protes akan terancam PHK.”
- DPR menuding hoaks tentang “Libur hari raya hanya pada tanggal merah dan tidak ada penambahan cuti. Dengan menjawab “Sejak dulu penambahan libur di luar merah tidak diatur undang-undang tapi kebijakan pemerintah.” LBHI Semarang menjawab, “Kebijakan pemerintah adalah menetapkan tanggal merah atau cuti. Namun yang harus diperhatikan adalah UU Ciptaker menghapus konsep 5 hari kerja dan perjanjian istirahat panjang dikembalikan ke perusahaan. Aturan ini menjadi masalah karena posisi pekerja lebih lemah disbanding perusahaan. (Pasal 79 ayat 2 huruf b dan d)”
Discussion about this post