DETAIL.ID, Investasi – Mata uang kripto (cryptocurrency), Bitcoin tengah menjadi sorotan pelaku pasar. Bagaimana tidak? Ketika sejumlah instrumen investasi buntung dihantam pandemi COVID-19, Bitcoin berhasil memberikan cuan menggiurkan.
Pada Kamis 17 Desember 2020, harga Bitcoin berhasil menembus rekor tertinggi sepanjang masa, yakni US$22.588 setara Rp318,64 juta per koin (kurs Rp14.107 per dolar AS). Jika dihitung, maka mata uang digital melonjak 213,59 persen sejak perdagangan awal tahun lalu pada level US$7.203 per koin.
Angka ini terpaut jauh dibandingkan dengan emas, yang disebut sebagai jawara investasi di tengah pandemi COVID-19. Logam mulia hanya tumbuh 25,16 persen dari Rp771 ribu di awal tahun menjadi Rp965 ribu per gram.
Bagi yang belum familiar, Bitcoin adalah mata uang digital yang diperdagangkan lewat skema online peer to peer. Mengutip coinmarketcap.com, semua transaksi perdagangan Bitcoin terjadi secara langsung antara pelaku dalam jaringan transaksi Bitcoin, tanpa perantara untuk mengizinkan atau memfasilitasi mereka.
Bitcoin pertama kali diluncurkan pada Januari 2020 oleh seseorang atau sekelompok orang, yang menggunakan alias Satoshi Nakamoto. Namun, hingga saat ini, belum diketahui siapa sosok di balik lahirnya Bitcoin tersebut.
Keuntungan yang dijanjikan Bitcoin sepanjang 2020, tentunya menggiurkan. Namun, sebelum memutuskan untuk berkecimpung dalam transaksi jual beli Bitcoin, sebaiknya perhitungkan dulu peluang dan risiko Bitcoin.
Berikut peluang keuntungan dari investasi Bitcoin:
1. Biaya transaksi murah
Direktur Solid Gold Berjangka Dikki Soetopo mengatakan salah satu keuntungan transaksi Bitcoin adalah biaya transaksi lebih murah dibandingkan dengan instrumen pasar uang lainnya. Pasalnya, Bitcoin berbasis mata uang digital sehingga proses transaksinya cenderung lebih praktis dan lebih cepat.
“Karena dia berbasis mata uang digital, jadi biaya transaksi bisa lebih murah,” ujarnya.
2. Keuntungan jelas
Analis Central Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan investor mulai melarikan uangnya ke Bitcoin atau mata uang digital lainnya karena menjanjikan keuntungan yang jelas. Pasalnya, uang digital tidak berkaitan dengan institusi, lembaga, atau negara.
“Bitcoin keuntungannya jelas, makanya investor melihat peluang pelarian modal dari uang fiat ke aset lain, yaitu uang digital,” katanya.
Di sisi lain, terjadi peningkatan ketidakpercayaan investor pada uang fiat. Pasalnya, sambung Wahyu, muncul paradigma jika nilai uang fiat tersebut berkaitan dengan utang dan perekonomian sebuah negara.
Imbasnya, investor menilai jika Bitcoin dan mata uang digital lainnya sebagai cadangan strategis. Mereka pun ramai-ramai mengalihkan modalnya ke Bitcoin.
3. Akses luas ke masyarakat
Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, banyak pihak bisa mendapatkan keuntungan dari Bitcoin. Wahyu menuturkan termasuk di dalamnya adalah masyarakat yang tidak terangkul oleh bank (unbankable).
“Salah satu aspek crypto yang menarik bagi saya adalah teknologi ini berpotensi menarik orang yang tidak memiliki rekening bank dari seluruh dunia, ke dalam sistem keuangan modern,” ucapnya.
Masyarakat yang tidak memiliki akses kepada bank tersebut, bisa mendulang keuntungan dari Bitcoin melalui kecanggihan teknologi. Asal, individu itu mau mempelajari jual beli mata uang digital, termasuk Bitcoin.
“Teknologi itu bebas dan tidak berpihak, jadi punya ruang besar bagi banyak orang untuk memanfaatkan secara langsung,” katanya.
Selain peluang tersebut, Bitcoin juga memiliki sejumlah risiko yang perlu diketahui, sebagai berikut:
1. Fluktuasi tinggi
Risiko paling besar dari transaksi Bitcoin adalah fluktuasi tinggi. Jadi, harganya bisa naik tajam, tapi ancaman jatuh dalam juga ada.
“Bisa untung besar dalam waktu cepat namun juga bisa mengalami kerugian dalam waktu cepat juga,” ujar Dikki.
Sepakat, Business Manager Indosukses Futures Suluh Adil Wicaksono menuturkan Bitcoin memiliki risiko fluktuasi lebih tinggi dibandingkan instrumen pasar uang lainnya. Belum lagi, tidak ada aturan suspensi atau pemberhentian perdagangan sementara, layaknya di pasar saham, apabila terjadi kenaikan atau penurunan tajam.
“Kalau saham masih ada yang namanya Unusual Market Activity (UMA), jadi kalau ada gerak tidak wajar, turun atau naik tajam, ada otoritas yang stop dulu, artinya ada aturan yang jelas, kalau di Bitcoin ini tidak,” ucapnya.
2. Tidak memiliki legalitas dan bank sentral
Perbedaan kentara Bitcoin dengan mata uang fiat lainnya adalah legalitas. Sejumlah negara belum melegalkan Bitcoin sebagai alat pembayaran sah, termasuk di Indonesia.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa mata uang digital, termasuk Bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Imbasnya, kata Dikki, pemerintah atau otoritas terkait tidak bisa ikut campur terhadap naik turunnya nilai Bitcoin.
“Tidak ada penanggung jawab apabila nilai Bitcoin sangat fluktuatif. Karenanya, fluktuasi harganya sangat tergantung pada permintaan dan penawaran,” ucapnya.
Suluh menambahkan Bitcoin tidak berada di bawah pengawasan bank sentral layaknya mata uang fiat lainnya. Karena tidak memiliki bank sentral, tidak ada aturan baku dalam perdagangan Bitcoin.
“Bitcoin tidak memiliki bank sentral, artinya dia tidak memiliki otoritas yang mengatur,” tuturnya.
3. Rawan peretas (hacker)
Teknologi yang ditawarkan Bitcoin memiliki 2 sisi mata uang. Selain menawarkan kemudahan bagi penggunanya dalam bertransaksi, teknologi ini dikhawatirkan juga rawan terhadap peretas atau hacker.
Jika terjadi tindakan hacker, penggunanya pun tidak bisa membuat laporan kepada otoritas terkait karena Bitcoin tidak berada di bawah pengawasan bank sentral.
“Karena ini berbasis online dan sifatnya digital, ada rawan hacker. Jadi tidak bisa dikatakan 100 persen aman,” kata Dikki.
Discussion about this post