DETAIL.ID, Saham – Kurs rupiah ditutup melemah terhadap dolar pada Kamis, 10 November 2022, karena pelaku pasar mewaspadai data inflasi Amerika Serikat Oktober 2022 yang akan keluar nanti malam.
Mengutip data Bloomberg, Kamis, 10 November 2022 pukul 15.00 WIB, kurs rupiah ditutup pada level Rp 15.693 per dolar AS. Posisi tersebut menunjukkan pelemahan 36 poin atau 0,23% apabila dibandingkan dengan posisi penutupan pasar spot pada Rabu sore kemarin, 9 November 2022 di level Rp 15.657 per dolar AS.
Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa indeks dolar AS menguat pada Kamis karena pelaku pasar menunggu data inflasi AS Oktober 2022 yang akan dirilis nanti malam. “Angka tersebut diperkirakan masih tinggi sehingga akan mendorong the Fed untuk melakukan lebih banyak pengetatan kebijakan moneter demi menurunkan inflasi,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Kamis sore.
Sebelumnya pelaku pasar berspekulasi bahwa the Fed akan menurunkan tingkat kenaikan suku bunga acuan. Pelaku pasar memperkirakan peluang 66% bank sentral akan menaikkan suku bunga lebih kecil 50 basis poin pada bulan Desember 2022, setelah beberapa pejabat Fed menyuarakan dukungan untuk langkah tersebut.
Tetapi Presiden Bank Federal Reserve Minneapolis Neel Kashkari memperingatkan pada hari Rabu kemarin bahwa terlalu dini untuk mengharapkan kebijakan dovish dari the Fed, dan bahwa suku bunga acuan sepertinya akan tetap untuk terus meningkat.
“Ini juga mencerminkan pernyataan dari Ketua Fed Jerome Powell pekan lalu bahwa suku bunga AS akan tetap lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama, dan kemungkinan memuncak pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan semula,” ujar Ibrahim.
Dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2022 diproyeksikan akan melambat secara moderat, di kisaran 5,1%. Ini juga menjadi sentimen negatif bagi rupiah sore ini. “Faktor pemicu perlambatan adalah peningkatan inflasi yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.”
Tingginya pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal III 2022 tak terlepas dari bayang-bayang low base effect pada tahun sebelumnya. Tercatat, pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2021 hanya mencapai 3,51% dan menjadi triwulan tersuram pada 2021.
Namun, low base effect tinggal tersisa sedikit pada kuartal IV 2022. Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi akan sulit melampaui capaian kuartal III 2022. Peningkatan inflasi serta suku bunga acuan Bank indonesia juga akan berdampak pada kenaikan cicilan rumah, kendaraan, dan pinjaman lainnya, sehingga akan mengurangi disposible income rumah tangga.
“Selain itu, risiko geopolitik yang masih tinggi (Eropa, Laut China Selatan dan Semenanjung Korea) dan pertumbuhan banyak negara mitra dagang Indonesia yang menurun, juga menjadi salah satu faktor perlambatan pertumbuhan ekonomi di kuartal IV 2022. Sebab, perusahaan akan berpikir ulang untuk investasi, khususnya pada sektor manufaktur yang berorientasi ekspor,” ujar Ibrahim.
Discussion about this post