DETAIL.ID, Jakarta – Dealogic, perusahaan riset keuangan, melaporkan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) dari perusahaan China berhasil menopang kinerja bursa saham Hong Kong pada tahun ini. Hal ini terjadi di tengah kisruh politik yang terjadi di Hong Kong sejak setahun terakhir.
Melansir CNN Business, hasil riset Dealogic menyatakan IPO perusahaan China mencapai US$47 miliar sejak awal tahun hingga Selasa 8 Desember 2020. Capaian ini berasal dari penawaran saham perdana 120 perusahaan yang melantai di pusat keuangan Asia itu.
Secara nominal, capaian itu meningkat 17 persen dari total pengumpulan dana dari IPO 2019. Capaian itu menempatkan bursa saham Hong Kong di posisi ketiga dunia setelah kinerja IPO di bursa saham New York Stock Exchange dan Nasdaq.
Padahal, bursa saham Hong Kong baru saja gagal mendapatkan nilai IPO dari Ant Group, fintech yang terafiliasi dengan Alibaba Group milik Jack Ma.
Salah satu perusahaan China yang menopang kinerja bursa saham Hong Kong adalah JD Health, e-commerce kesehatan yang terafiliasi JD.com.
Saham perusahaan melonjak 56 persen pada perdagangan perdana dengan nilai mencapai US$3,5 miliar. Hasil IPO JD Health tercatat menjadi yang terbesar sekaligus memecahkan rekor pada tahun ini.
Tak hanya di Hong Kong, aliran dana dari perusahaan China sejatinya juga masuk ke pasar keuangan negara-negara lain. Alibaba, NetEase, hingga JD.com misalnya, juga memiliki saham di Wall Street.
Kendati begitu, dominasi perusahaan China di bursa saham Hong Kong juga tanpa risiko. Sebab, sejumlah perusahaan China masuk daftar hitam pemerintah AS, misalnya China SIMC.
Namun, geliat di bursa saham Hong Kong setidaknya memberikan angin segar di tengah bayang-bayang kontrol ketat dari pemerintah China terhadap Hong Kong di masa depan.
China berencana memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional yang kontroversial dan berpotensi merusak iklim demokrasi negara tersebut.
Sekretaris Keuangan Hong Kong Paul Chan khawatir UU tersebut akan mengganggu kepercayaan investor. Padahal, Hong Kong selama ini sudah dikenal sebagai tujuan investasi bebas, meski ia mengklaim stabilitas keuangan masih terjaga.
Hal ini tercermin dari nilai aliran modal masuk (capital inflow) yang mencapai US$50 miliar sejak April hingga saat ini.
Discussion about this post