PERKARA
Wali Kota Nonaktif Tasikmalaya Divonis Satu Tahun Penjara dalam Kasus Suap Pegawai Kemenkeu

DETAIL.ID, Jawa Barat – Wali Kota Tasikmalaya Nonaktif, Budi Budiman divonis hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Majelis hakim menilai Budi bersalah melakukan penyuapan kepada pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk urusan pencairan Dana Insentif Daerah (DID) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2018.
Putusan itu dibacakan dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Deni Arsan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu 24 Februari 2021. Budi mengikuti persidangan secara daring.
“Menjatuhkan pidana penjara satu tahun dan pidana denda Rp 200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan diganti kurungan dua bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Dalam persidangan pun diketahui penyuapan yang dilakukan terdakwa sebesar Rp 700 juta yang diberikan secara bertahap kepada sejumlah orang yang bekerja di Kemenkeu. Yakni Yaya Purnomo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Seksi Evaluasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Subdit Pengembangan Pendanaan Perkotaan dan Kawasan Dirjen Pertimbangan Keuangan Kemenkeu periode tahun 2017 sampai 2018.
Kemudian, Rifa Surya menjabat sebagai Kepala Seksi Perencanaan Dana Alokasi Khusus Fisik II pada Kemenkeu periode 2016-2018. Uang pun diberikan kepada satu orang bernama Puji Hartono.
Kemenkeu sendiri memenuhi permohonan itu dan uang diberikan ke Pemkot Tasik sebesar Rp 44,6 miliar. Sementara untuk DAK, Pemkot Tasik mendapatkan dana Rp 375 miliar.
Dalam putusannya, majelis hakim memvonis Budi bersalah sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Atau sesuai dengan dakwaan pertama.
Majelis hakim menyebut hal yang memberatkan adalah Budi sebagai Wali Kota ikut melakukan praktik korupsi. Sedangkan hal yang meringankan, Budi dianggap kooperatif dan menjadi Justice Collaborator.
Diketahui, putusan yang dikeluarkan majelis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yang meminta Budi dihukum 2 tahun penjara.
PERKARA
Mantan Kuasa Hukum Keluarga Korban Pencabulan Oknum ASN Bantah Minta Uang Damai Hingga 1 M

DETAIL.ID, Jambi – Dodi Sularso, angkat bicara terkait isu permintaan yang damai yang mencuat dalam perkara pencabulan anak dibawah umur dengan terdakwa Rizky Apriyanto, oknum ASN pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jambi.
Dodi mengakui bahwa awalnya ia memberi pendampingan hukum secara cuma-cuma alias pro bono pada pihak keluarga korban saat perkara masih berstatus penyidikan di Polda Jambi. Namun seiring waktu, tidak ada titik temu antara pihak keluarga korban dengan pelaku.
“Jadi gini, bahwa pertama saya memegang sebagai lawyer dengan pro bono gratis karna orangtuanya ga mampu. Saya berupaya membantu, tentunya pihak terdakwa jelaslah melobi untuk damai,” kata Dodi pada Kamis malam, 22 Mei 2025.
Menurut Dodi, upaya damai tersebut diupayakan oleh pihak terdakwa demi meringankan perkara yang sedang membelit Rizky. Namun disini Dodi menegaskan bahwa pihaknya tidak ada menyebut nilai atau nominal duit perdamaian.
Upaya damai tersebut lantas didiskusikan oleh Dodi kepada pihak keluarga korban, namun tak ada titik temu.
“Yang waktu saat pengacaranya saya, ya menang sudah saya sampaikan kepada ibunya korban. Bagaimana kalau mereka minta maaf, mereka (keluarga korban) dak mau. Baru ngomong gitu ya sudah, apalagi yang mau dilanjut,” ujarnya
Kata Dodi, jadi memang pihak korban tidak ada berupaya untuk menghubungi pihak terdakwa, untuk perdamaian tidak ada.
“Ya dak mungkinlah pihak korban yang menghubungi, pelaku lah,” ujarnya.
Tidak adanya titik temu antara keluarga korban dengan pelaku kala itu kemudian dengan berbagai pertimbangannya. Dodi lantas memutuskan untuk mundur dari perkara tersebut. Dodi beranggapan situasinya sudah tidak kondusif.
“Setelah itu banyak manufer, katanya pihak korban minta 1 M, minta 500 juta. Ya saya ga tau lagi, pengacaranya bukan saya. Kalau saya cuman seminggu,” katanya.
Menurut Dodi, kalaupun pihak terdakwa memang melakukan lobi-lobi dengan tawaran sejumlah uang dan diterima oleh korban. Hal tersebut sah-sah saja. Sebab tidak tidak tertutup kemungkinan untuk Restorative Justice.
“Kalaulah memang dia damai, ada kompensasi boleh-boleh juga. Tapi kasus jalan terus karna sudah kewenangan polisi. Karna itukan sudah jadi delik umum,” katanya.
Namun mantan kuasa hukum keluarga korban tersebut kembali menegaskan bahwa tidak benar pihak keluarga korban meminta uang damai sebagaimana terungkap oleh pihak terdakwa pasca persidangan 22 Mei 2025.
“Logikanya, yang pastilah pihak terdakwa atau tersangka. Itu logikanya, perkara dia ngomong gitu. Silahkan aja hakim menilai.” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Uang Damai Mencuat di Kasus Pencabulan Oknum ASN, Keluarga Histeris Membantah

DETAIL.ID, Jambi – Perkara pencabulan terhadap anak di bawah umur yang menyeret terdakwa Rizky Aprianto, seorang oknum ASN pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemprov Jambi masih terus bergulir secara tertutup di PN Jambi.
Terbaru, sidang kembali bergulir dengan agenda pembuktian. Sejumlah point penting pun terungkap dalam persidangan. Usai sidang, Rian Gumai salah satu kuasa hukum terdakwa mengungkap sejumlah fakta persidangan yang cukup mencengangkan.
Mulai dari rentetan peristiwa, tidak adanya sertifikasi keahlian dari Kepala UPTD DMPPA Kota Jambi sebagai ahli psikolog yang menangani korban, hingga hasil visum dari rumah sakit yang disebut tidak menemukan adanya tanda-tanda kekerasan pada korban..
“Terhadap fakta persidangan tadi, juga katanya berdasarkan BAP keterangan korban ditunjukkan sebuah video porno. Itu tidak terungkap dalam fakta persidangan. Adanya sperma yang dikeluarkan itu tidak ada dalam pembuktian. Dan hasil vidum juga mengatakan itu tidak ada,” kata Rian.
Lebih lanjut kuasa hukum terdakwa itu juga mengungkit kembali soal upaya perdamaian, dimana kala itu jelang pra peadilan, disebut-sebut ada angka atau nominal yang muncul dari perkara tersebut, jumlahnya bukan main. Dari Rp 250 juta hingga Rp 1 miliar, demi perdamaian.
“Upaya perdamaian. Terungkap, menjelang persidangan pra peradilan waktu itu, yang timbul angka dari Rp 250 juta sampai ke Rp 1 miliar. Sehingga kami dengan tegas mengawal secara objektif,” ujarnya.
Dia pun berharap jika kliennya memang tak terbukti melakukan hak yang didakwakan. Agar disesuaikan sebagaimana hukum yang berlaku.
Hal serupa juga disampaikan oleh terdakwa. “Orang itukan (keluarga korban) menghubungi saya beberapa kali. Minta uang Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar semua terdata dipersidangan semua. Bukti persidangan yang membuktikan, bukan saya,” kata Rizky.
Harapan saya, kata dia, saya terima kasih sekali dengan jaksa dan hakim yang sangat profesional. “Mudah-mudahan saya diberi hukuman seadil-adilnya. Selama ini saya banyak diam,” katanya.
Sementara itu Imelda, ibu korban langsung histeris. Dia menghampiri Rizky dengan nada tinggi. Menolak semua klaim atas fakta persidangan.
“Kau udah tua bangka, kau bohong. Biarpun kami miskin dak do kami minta duit, kalau kau yang mohon-mohon samo nawari duit iyolah,” ujarnya histeris.
Sidang pun bakal kembali bergulir pada pekan depan dengan agenda tuntutan dari penuntut umum.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Ibu Korban Pelecehan oleh Oknum ASN Jambi Emosinya Meledak di Pengadilan, Ibu Korban: Semua Keterangannya Bohong

DETAIL.ID, Jambi – Suasana Pengadilan Negeri Jambi memanas pada Kamis, 22 Mei 2025, usai sidang lanjutan kasus dugaan pelecehan sesama jenis yang menjerat seorang oknum ASN Pemprov Jambi, Rizky Apriyanto alias Yanto.
Sidang yang digelar tertutup ini menghadirkan terdakwa untuk memberikan keterangan. Namun, usai persidangan, ibu korban meluapkan kemarahan dan menuding terdakwa menyampaikan keterangan bohong di muka persidangan.
Perkara ini bermula dari dugaan pelecehan terhadap seorang pelajar SMP di Kota Jambi. Dalam sidang, terdakwa menyebut keluarga korban pernah meminta uang sebesar Rp 500 juta saat kakaknya datang menemui pihak korban. Pernyataan tersebut langsung dibantah oleh ibu korban.
“Bohong dia itu! Kakaknya katanya datang lima kali, padahal cuma dua kali,” ujarnya dengan nada tinggi.
Ibu korban mengaku bahwa kedatangan pertama kakak terdakwa hanya untuk menyampaikan permintaan maaf. Dua minggu kemudian, barulah kakak terdakwa datang lagi dan menawarkan uang sebesar Rp 200 juta.
“Datang kedua kali baru nawari duit Rp 200 juta. Tapi di sidang dia bilang Rp 250 juta yang aku tolak. Bohong semua itu,” ucapnya dengan tegas.
Ia juga membantah pernah meminta uang melalui pengacara sebesar Rp 300 juta. Menurutnya, pengacara yang sempat mendampingi keluarga korban telah mengundurkan diri lantaran dinilai tidak sejalan dengan keinginan keluarga.
“Aku dari awal memang tidak mau berdamai,” katanya.
Ibu korban menegaskan bahwa keterangan anaknya, yang saat ini berusia 13 tahun, adalah benar adanya. Ia menyebut anaknya mengalami trauma mendalam sejak kejadian tersebut.
“Anakku masih terguncang secara psikologis. Emang keterangan dia itu bohong semua,” ujarnya.
Ia pun berharap majelis hakim dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi anak dan keluarganya.
Reporter: Juan Ambarita