PERKARA
Tim Gabungan Tangkap Tiga Pelaku Saat Menjual Opsetan Harimau dan Gading Gajah
DETAIL.ID, Jambi – Tim Gabungan Direskrimsus Polda Jambi dan Balai Gakkum Lingkungan Hidup (LHK) Sumatra menangkap tiga pelaku penjual opsetan Harimau Sumatra (Panthera Tigris Sumatrae) dan gading gajah (Elephas Maximus Sumatranus) ditangkap oleh tim gabungan Direskrimsus Polda Jambi dan Balai Gakkum LHK Sumatra.
Ketiga pelaku ditangkap saat akan menjual hewan dilindungi senilai Rp60 juta dan Rp150 juta.
“Kita tangkap mereka ini saat akan melakukan transaksi jual-beli. Nilai jualnya itu seharga Rp60 juta untuk gading gajah dan Rp150 juta buat opsetan Harimau Sumatra ini, mereka ditangkap di Merangin dan di Sarolangun,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi, Kombes Sigit Dani Sutiyono, Selasa, 30 Maret 2021.
Ia menjelaskan bahwa tiga pelaku penjual hewan dilindungi ini ditangkap secara terpisah. Tiga orang ini adalah AW, 55 tahun. AW ditangkap di Jalan Lintas Sumatra, Kelurahan Mensawang, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi.
Sedangkan pelaku penjualan dua gading gajah Sumatra adalah tersangka HL (53) dan JAG (31), dua orang ini berhasil diamankan di Sarolangun Jambi.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ newsticker_animation=”vertical”]
Polisi saat ini akan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap jaringan lainnya yang telah tergabung dalam kasus penjualan opsetan Harimau Sumatra dan gading gajah itu. Sejauh ini para pelaku juga mengaku baru setahun melakukan aksi jual beli hewan dilindungi tersebut.

DISITA: Gading gajah (Elephas Maximus Sumatranus) yang berhasil disita dari pelaku oleh Tim Gabungan Direskrimsus Polda Jambi dan Balai Gakkum LHK Sumatra. (DETAIL/ist)
Menurut Sigit Dani Sutiyono, mereka akan mengungkap kasus ini sampai ke jaringan-jaringannya. Ini adalah tindakan yang sudah melanggar karena telah melakukan jual beli terhadap barang bukti ini, dan ini dilanggar adalah pasal 21 ayat 2 UU Konservasi Hayati dan Ekosistem dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara,” ujar Sigit.
Bernilai Ekonomis Tinggi
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Balai Gakkum LHK Sumatera, Sustyo Iriyono, menegaskan bahwa kejahatan tumbuhan dan satwa liar merupakan kejahatan luar biasa melibatkan jaringan dengan pelaku berlapis dan bernilai ekonomi tinggi.
“Kami telah membuat kajian valuasi ekonomi satwa liar bersama akademisi, dengan mempertimbangkan nilai ekologi, nilai valuasi Harimau Sumatra sebesar Rp1,2 miliar dan gading gajah senilai Rp3,5 miliar,” kata Sustyo.
Upaya penindakan dan penegakan hukum terus dilakukan, KLHK telah membentuk Tim Intelijen dan Cyber Patrol untuk memetakan jaringan perdagangan ilegal TSL.
“KLHK terus berkomitmen dalam penyelamatan tumbuhan dan satwa liar sebagai kekayaan sumber daya hayati, hilangnya sumber daya hayati bukan hanya menimbulkan kerugian baik ekonomi maupun ekologi bagi Indonesia, tetapi juga menjadi kehilangan sumber daya hayati dan perhatian masyarakat dunia,” ujar Sustyo. (Nanda)
PERKARA
Mediasi Gagal, Mediator Keluarkan Anjuran Bagi YPTSA STIA Nusantara Sakti dan Pelapor

DETAIL.ID, Jambi – Proses mediasi antara pihak Yayasan Pendidikan Tinggi Sakti Alam Kerinci (YPTSA), selaku pengelola Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Nusantara Sakti dengan 15 orang dosen dan pegawainya berujung buntu.
Belum lama ini, mediator pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jambi pun akhirnya mengeluarkan anjuran atas perselisihan hak antara kedua belah pihak.
“Tindak lanjut penanganan kasus Yayasan Sakti Alam kemarin bahwa mediator hubungan industrial sudah menyampaikan anjuran,” ujar Kabid Hubungan Industrial, Dodi Haryanto pada Rabu, 2 Juli 2025.
Lebih lanjut, Kabid Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Hubungan Ketenagakerjaan tersebut mengungkap bahwa dalam secara umum mediator menganjurkan agar YPTSA dan Pimpinan STIA Nusa Sakti segera membayarkan hak-hak yang dituntut pekerja seperti upah yang belum dibayarkan, THR, serta hak atas pemutusan hubungan kerja.
“Dan masing-masing pihak diberikan waktu 10 hari untuk menjawab anjuran tersebut. Dalam anjuran mediator,” katanya.
Dodi sebelumnya juga mengungkap bahwa proses mediasi telah dilakukan beberapa kali yang mulai bergukir sejak 12 Maret 2025. Namun tak kunjung ada titik temu antar kedua belah pihak.
Dengan adanya anjuran dari Disnakertrans, sikap YPTSA dan STIA Nusantara Sakti jadi penentu. Apakah perselisihan hak bakal selesai, atau malah lanjut ke ranah hukum lebih tinggi yakni Pengadilan Hubungan Industrial.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Arief Efendi Terdakwa Korupsi di Kasus Bank Jambi Akui Perbuatannya, Minta Keringanan Hukum

DETAIL.ID, Jambi – Arief Efendi, salah satu terdakwa perkara korupsi gagal bayar Medium Term Note (MTN) Bank Jambi dengan PT SNP masih menghadapi serangkaian persidangan di Pengadilan Tipikor Jambi.
Sosok terdakwa yang sempat buron kemudian ditangkap tim Pidsus Kejati Jambi pada 13 Desember 2024 lalu itu kini menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa pada Selasa, 1 Juli 2025.
Di persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Syafrizal Fakhmi, terdakwa mengakui perbuatannya. Ia juga mengaku menyesal. Dirinya juga mengaku telah menyerahkan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar pada penyidik.
“Saya mengakui yang mulia (semua isi BAP). Uang Rp 1,7 miliar juga sudah saya kembalikan,” ujar terdakwa Arief di persidangan.
Dalam pernyataannya pada JPU. Arief pun tampak mengeluarkan air mata seraya memohon keringanan hukum atas perbuatannya.
“Banyak peristiwa yang sudah saya alami. Saya mohon keringanan,” ujarnya.
Usai sidang, JPU Suryadi dikonfirmasi mengakui bahwa sudah ada penitipan uang kerugian negara dari terdakwa sebesar Rp 1,7 miliar. Nilai itu disebut berasal dari fee (kutipan) tidak resmi yang dilakukan terdakwa dalam proses pencairan MTN PT SNP pada Bank Jambi tahun 2017 – 2018. Adapun duit itu kini berada di rekening penitipan Kejari Jambi.
“Pada intinya, si terdakwa mengakui terkait apa yang diperbuatnya. Sementara uang tersebut dititip di rekening kejaksaan,” ujar Suryadi.
Dengan pengakuan dan segala fakta persidangan yang didapati sejauh ini, JPU mengaku bakal jadi pertimbangan dalam tuntutan yang bakal bergulir dua pekan ke depan.
Sementara penasihat hukum terdakwa Azuri Nasution berharap ada keringanan hukum bagi kliennya lantaran sikap kooperatif dan pengembalian kerugian juga sudah dilakukan.
Dalam kasus ini, Arif, mantan Kepala Divisi Fixed Income PT MNC Sekuritas didakwa secara bersama-sama dengan terpidana Yunsak El Halcon yang telah divonis penjara selama 13 tahun, Dadang Suryanto (divonis 9 tahun) dan Andri Irvandi (divonis 13 tahun), serta terdakwa Leo Darwin (tahap kasasi).
Telah melakukan tindak pidana korupsi terkait gagal bayar pembelian Medium Term Note (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) pada tahun 2017–2018 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 310.118.271.000.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Hasil TPPU, BPN Ungkap Tek Hui Punya Tanah 2.857 Meter Persegi di Muarojambi

DETAIL.ID, Jambi – Terdakwa perkara narkotika Dedi Susanto alias Tek Hui kembali menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jambi pada Selasa, 1 Juli 2025.
Kali ini sidang Tek Hui kedatangan saksi dari BPN Muarojambi yakni Muhammad Andri. Dirinya menyebut bahwa terdakwa Tek Hui memiliki tanah di Desa Lopak Alai, Kecamatan Kumpeh Ulu seluas 2.857 meter persegi.
“Dibeli milik Haireni pada tanggal 19 Juli 2024,” ujar Andri di persidangan.
Aset tanah tersebut menurut saksi lengkap dengan SHM. Dan telah dilakukan balik nama atas nama Dedi Susanto. Dia pun sudah punya sertifikat elektronik atas aset tanah yang didakwa sebagai hasil TPPU. Dia mengurus aset tanah tersebut dengan menggunakan surat kuasa pada orang lain.
“Dia (Tek Hui) beli Rp 200 juta,” katanya.
Penuntut umum kembali mencecar soal kepemilikan tanah atas nama Haireni sebelum dijual pada Tek Hui. Soal ini, Andri bilang, Haireni sebelumnya membeli tanah tersebut dari orang lain pada rentang 2017.
“Kalau pemilik sebelumnya, tidak tahu,” katanya.
Adapun aset tanah dengan nomor SHM 00430 atas nama Dedi Susanto tersebut kini jadi salah satu bukti dalam perkara TPPU yang dilakukan oleh Tek Hui.
Reporter: Juan Ambarita