DETAIL.ID, Jambi – Setiap tahun, pada bulan April terdapat dua momentum yang sangat penting bagi petani di dunia dan di Indonesia, yakni Peringatan Hari Perjuangan Petani Internasional pada 17 April dan Peringatan Hari Hak Asasi Petani Indonesia pada 20 April.
Tanggal 17 April diperingati sebagai Hari Perjuangan Petani Internasional. Saat itu terjadi pembantaian terhadap 19 orang petani di Eldorado dos Carajas, Brasil dalam aksi petani yang tak memiliki tanah menuntut haknya atas tanah di negara tersebut. Peristiwa itu dikenang sebagai Pembantaian “Eldorado Dos Carajas” sekaligus menjadi momentum untuk menggelorakan perjuangan petani di berbagai belahan dunia yang bernaung di bawah organisasi gerakan petani dunia – La Via Campesina.
Kemudian, 20 April menjadi hari penting bagi kaum petani di Indonesia karena pada tanggal itu di tahun 2001, bertempat di Cibubur, Jawa Barat, SPI bersama dengan organisasi tani lainnya dan gerakan reforma agraria di Indonesia mendeklarasikan Hak Asasi Petani Indonesia. Hal ini menjadi tonggak penting perjuangan petani di Indonesia untuk membebaskan diri dari diskriminasi dan kekerasan serta menuntut hak-haknya.
Menyikapi dua momentum tersebut DPC Gema Petani Muaro Bungo mengadakan diskusi dengan Tema “Menjaga nyala perjuangan dalam rangka memperingati hari hak asasi petani Indonesia dan perjuangan petani internasional”.
Dalam agenda ini hadir Presidium Nasional DPP Gema Petani Yoggy E. Sikumbang yang bertindak sebagai pemantik materi bersama ketua DPC Gema Petani Muaro Bungo, Faisal Ryanda Fermadi dan dimoderatori oleh Siti Noraida.
Faisal menjelaskan poin-poin yang dihasilkan dalam deklarasi hak asasi petani Indonesia pada tanggal 20 April 2001 di Cibubur.
Faisal mengatakan, deklarasi yang berisikan hak asasi petani yang harus dipenuhi, dilindungi dan dihargai – di antaranya meliputi: (1) Hak atas tanah dan teritori; (2) Hak atas kehidupan dan atas standar kehidupan yang layak; (3) Hak atas pelestarian lingkungan; (4) Hak atas benih, pengetahuan dan praktik pertanian tradisional; (5) Hak atas permodalan dan sarana produksi pertanian; (6) Hak atas informasi dan teknologi pertanian; (7) Kebebasan untuk menentukan harga dan pasar untuk produksi pertanian; (8) Hak atas perlindungan nilai-nilai pertanian; (9) Hak atas keanekaragaman hayati; (10) Kebebasan berkumpul, berpendapat dan berekspresi; (11) Kesetaraan hak perempuan dan laki-laki petani; dan (12) Hak untuk mendapatkan akses terhadap keadilan.
Yoggy juga menyampaikan dua momentum peringatan tersebut menjadi sangat penting mengingat realitas kehidupan petani, pedesaan, keadaan pangan dan keadaan agraria di Indonesia saat ini, yaitu: meningkatnya konflik-konflik agraria, terkhusus di lahan-lahan perkebunan, ditunjukkan dengan fenomena kekerasan dan penggusuran terhadap petani serta kasus-kasus konflik agraria lainnya di seantero tanah air.
Yoggy menjelaskan, pelaksanaan Reforma Agraria melalui distribusi lahan 9 juta hektare sebagaimana yang tertuang dalam Nawa Cita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 masih jauh dari yang dimandatkan oleh konstitusi dan desakan petani Indonesia.
“Hal ini sangat penting mengingat Presiden Joko Widodo meyakini bahwa masalah ketimpangan penguasaan tanah dan kesenjangan ekonomi yang terjadi saat ini dapat dikurangi melalui pelaksanaan reforma agraria; ketimpangan penguasaan dan kesenjangan ekonomi tersebut berdampak pada kemiskinan dan kesejahteraan petani. Terlebih dengan dinamika pasar yang merugikan petani, berikut dengan konsekuensi dari berbagai perjanjian pasar bebas, kesejahteraan petani semakin menurun,” ujar Yoggy.
Yoggy juga menambahkan langkah memajukan Hak Asasi di Indonesia sebenarnya telah menunjukkan sebuah harapan.
“Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU Perlintan) sebagai dasar komitmen untuk menghargai, melindungi dan memenuhi Hak Asasi Petani,” kata Yoggy.
Masalahnya, kata Yoggy, UU tersebut belum berjalan di lapangan dan kerap diabaikan keberadaannya. “Pada level Internasional, pemajuan Hak Asasi Petani dapat dilihat dari hasil perjuangan SPI dan La Via Campesina berupa Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Rakyat yang bekerja di pedesaan disahkan menjadi Deklarasi Internasional oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 17 Desember 2018,” ucapnya.
Discussion about this post