DETAIL.ID, Tebo – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi bersama Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), menggelar rapat finalisasi dokumen Amdal PT Batanghari Energi Prima (BEP) di ruang rapat kantor DLH Provinsi Jambi, Senin kemarin, 5 April 2021.
Rapat tersebut membahas dokumen Analisis Dampak Lingkungan, Rencana Pengolahan Lingkungan Hidup dan Rencana Pengolahan Lingkungan Hidup (Andal dan RKL-RPL) PT BEP.
Anehnya, Desember 2020 kemarin ternyata Pemkab Tebo telah menerbitkan keputusan Bupati Tebo Nomor: 563 Tahun 2020 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup rencana kegiatan pertambangan batu bara seluas seluas 4.380 hektar di Desa Sungai Keruh, Kecamatan Tebo Tengah dan Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi oleh PT BEP.
“Seharusnya diselesaikan dahulu dokumen Amdalnya, baru keputusan layak lingkungan hidup diterbitkan,” kata Husni Tambrin Ketua LSM Pinang Sebatang (Pinse) dikonfirmasi, Selasa, 6 April 2021.
Dia menjelaskan, rapat dokumem Amdal PT BEP seharusnya dilaksanakan di tingkat Kabupaten Tebo. Karena Tebo belum membentuk Komisi Penilai Amdal (KPA), rapat dokumen Amdal dilaksanakan di Provinsi.
“Jadi provinsi diperbantukan untuk membahas Amdal, hasilnya nanti diserahkan ke kabupaten. Selanjutnya kabupaten yang memuruskan prosesnya sesuai hasil rapat,” kata Ook sapaan Husni Tambrin yang juga merupakan anggota Komisi Penilaian Amdal Provinsi Jambi.
Sebelumnya, Ook menerangkan, pada Desember 2020 dilakukan rapat teknis dan rapat komisi dokumen ANDAL RKL RPL rencana kegiatan pertambangan batubara PT BEP. Hasil rapat, semua peserta menyatakan secara prinsip dapat diterima bersyarat dengan catatan.
Lanjut dia, ada 9 catatan yang harus lengkapi dan dimasukkan ke dalam dokumen Amdal. Salah satunya pada poin ke-7 yakni tambahkan pembahasan khusus tentang informasi Suku Anak Dalam dan bagaimana cara pengelolaannya.
“Baru Senin kemarin rapat Finalisasi Dokumen Amdal PT BEP dilakukan. Memang sudah ada pembahasan SAD di dalam dokumen. Tapi ada sejumlah undangan yang tidak hadir termasuk Camat, Kades dan pendamping SAD. Tapi kok keputusan Layak Lingkungan Hidup sudah diterbitkan jauh hari sebelumnya,” katanya.
Hal ini sangat disayangkan oleh Ketua Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH) Kabupaten Tebo, Hary Irawan. Dia mengatakan, seharusnya dalam pembahasan dokumen lingkungan baik di tingkat kabupaten maupun sampai ke tingkat Komisi Penilai AMDAL Provinsi harus transparan.
“Sepengetahuan saya, selama ini masyarakat terdampak langsung dan organisasi lingkungan tidak pernah dilibatkan dari awal, mulai dari penyusunan Kerangka Acuan sampai ke RKL- RPL, akibatnya bisa kita lihat sekarang,” kata Hary.
Menurut Hary, bukan hanya izin PT. BEP saja, namun dia menduga sejumlah izin lingkungan sejumlah perusahaan di Tebo juga terindikasi hal yang sama.
Hary menegaskan jika dia bersama sejumlah aktivis lingkungan di Tebo akan melakukan pemantauan dan penelusuran terhadap izin lingkungan yang telah diterbitkan oleh Pemkab Tebo.
“Kami minta transparansi dari pihak pemerintah daerah dalam hal pemberian izin lingkungan. Jangan terkesan asal-asalan. Ini akan berdampak tidak bagus terhadap Tebo ke depan,” kata dia.
Terpisah, Pendamping Suku Anak Dalam, Ahmad Firdaus menjelaskan, dari informasi yang didapat area rencana pertambangan batubara PT BEP masuk ke wikayah hidup Masyarakat Hukum Adat Suku Anak Dalam (MHA SAD) Kelompok Temenggung Apung.
Sampai saat ini kata Firdaus, pengakuan dari MHA SAD Kelompok Temenggung Apung dan pantauan Yayasan ORIK, belum ada sosialisasi terkait rencana kegiatan pertambangan batu bara PT BEP di Desa Muara Kilis khususnya di wilayah hidup MHA SAD dampingannya.
“Pada rapat Finalisasi dokumen Amdal Senin kemarin, kami menolak menghadiri. Tenryata keputusan Layak Lingkungan Hidup sudah diterbitkan. Aneh, Kalau begitu rapat Amdal kemarin cuma akal-akalan. Kenapa harus dilakukan rapat finalisasi dokumen Amdal kalau keputusan Layak Lingkungan Hidup sudah diterbitkan,” kata Firdaus dengan kesal.
Diketahui, rapat Finalisasi Dokumen Amdal PT BEP yang dilaksanakan di Provinsi Jambi pada Senin, 5 April 2021 kemarin, tidak dihadiri oleh Camat Tebo Tengah, Camat Tengah Ilir, Kepala Desa (Kades) Muara Kilis dan perwakilan masyarakat Desa Muara Kilis yang terdampak, termasuk perwakilan dari Masyarakat Hukum Adat Suku Anak Dalam (MHA SAD) Kelompok Temenggung Apung yang berada di Desa Muara Kilis.
Reporter: Syahrial
Discussion about this post