DETAIL.ID, Jakarta – Direktur Eksekutif Walhi Nusa Tenggara Timur (NTT) Umbu Wulang T Paranggi menilai pemerintah pusat lambat dalam menangani banjir bandang dan longsor yang menerjang sejumlah kabupaten/kota di NTT.
Wulang menyebut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan risiko kebencanaan di NTT sejak jauh-jauh hari. Bencana ini juga terjadi sejak Sabtu, 3 April 2021.
“Pemerintah pusat cukup lambat untuk melihat persoalan kami di NTT,” kata Wulang seperti dilansir CNNIndonesia, Senin 5 April 2021.
Menurut Wulang, hingga saat ini pertolongan dilakukan oleh sesama warga. Bahkan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat telah menyerah.
Wulang mengatakan pertolongan juga terhambat oleh medan yang sulit. Sejumlah kabupaten/kota yang terdampak banjir bandang dan longsor secara geografis merupakan daerah kepulauan. Akses menjadi sulit karena angin kencang dan gelombang tinggi.
“Ini kami beda-beda pulau jadi aksesnya juga sulit. Mau ke pulau A, ada angin dan gelombang laut besar,” ujarnya.
Wulang mendorong pemerintah pusat menjalankan mandat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Ia meminta pemerintah melakukan percepatan pemberian bantuan dasar masyarakat terdampak bencana alam.
Selain itu, ia juga meminta agar pemerintah menetapkan status darurat bencana. Dengan status tersebut, pemerintah daerah dan lembaga lainnya bisa mengerahkan sumber daya yang dimiliki.
“Kalau ini tidak dilakukan ya bisa dibilang skema warga bantu warga lagi, dibanding peran negara di situ,” ujarnya.
Lebih lanjut, Wulang mengatakan Kabupaten Sumba Timur menjadi daerah dengan genangan banjir paling luas. Sementara, korban meninggal paling banyak ditemukan di Adonara dan Lembata.
Menurut Wulang, hingga saat ini tindakan pertolongan dan penyelamatan masih sulit menjangkau warga terdampak.
“Bahkan ada desa di Lembata namanya Lamawolo itu belum bisa diakses sama sekali. Padahal di situ banyak ratusan rumah diterjang longsor,” kata Wulang.
Wulang menyebut keadaan terkini di Sumba Timur ketinggian air di bendungan kembali bertambah setelah sebelumnya sempat surut. Sejak Minggu 4 April malam hujan terus mengguyur wilayah tersebut. Sementara, di Lembata masih dilakukan penggalian material longsor dan akses jalan masih sangat sulit.
“Kelihatan sekali bahwa NTT ini tidak siap menghadapi bencana ini. Kepala BPBD sudah menyerah dan minta ditetapkan status darurat bencana. Tapi sampai sekarang belum ada tanda-tandanya,” ujarnya.
Sebelumnya, banjir bandang dan longsor menerjang sejumlah kabupaten/kota di NTT. Puluhan orang dinyatakan meninggal dan ribuan lainnya mengungsi. Walhi mencatat terdapat sekitar 10 kabupaten/kota yang dilanda bencana hingga saat ini.
Presiden Joko Widodo meminta jajarannya bergerak cepat mengatasi banjir bandang hingga longsor di NTT. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo telah bertolak meninjau lokasi bencana.
Namun, Doni membatalkan penerbangan dari Bandara Maumere ke Larantuka untuk menuju lokasi bencana banjir bandang dan longsor di sejumlah wilayah NTT. Ia menyebut cuaca ekstrem tidak memungkinkan untuk pendaratan pesawat di Larantuka.
Jenderal TNI bintang tiga itu pun memutuskan menggunakan jalur darat dari Maumere. Jalur tersebut bisa ditempuh selama kurang lebih 3 hingga 5 jam, tergantung kondisi jalan dan cuaca.
Discussion about this post