DETAIL.ID, Tebo – Yayasan Orang Rimbo Kito (ORIK) berupaya mendorong legalitas kawasan atau hutan Masyarakat Hukum Adat Suku Anak Dalam (MHA SAD) Kelompok Temenggung Ngadap di Desa Tanah Garo, Kecamatan Muara Tabir, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi menjadi hutan adat MHA SAD Kelompok Temenggung Nagadap. Kawasan yang menjadi sasaran yakni hutan Sungkai Lubuk Dalam seluas 2.500 hektare.
Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi hak-hak dasar SAD setelah Pemerintah Kabupaten Tebo menerbitkan Surat Keputusan Pengakuan Dan Perlindungan MHA SAD Kelompok Temenggung Ngadap.
Untuk mencapai tujuan ini, ORIK melibatkan dua lembaga lingkungan yakni Pinang Sebatang (Pinse) dan Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH).
“Kemarin Sabtu (22 Mei 2021) kita bersama perangkat desa Tanah Garo dan Pinse serta LP2LH ke lokasi hutan Sungkai Lubuk Dalam. Kita langsung disambut oleh Temenggung Ngadap dan prngurus adat MHA SAD Kelompok Temenggung Ngadap di balai Bunggaron,” kata Ketua ORIK, Ahmad Firdaus, Minggu, 23 Mei 2021.
Firdaus mengatakan sudah lama MHA SAD Kelompok Temenggung Ngadap berdomisili di hutan Sungkai Lubuk Dalam, bahkan sejak dari nenek moyang mereka dahulu.
Di hutan yang masih terjaga tersebut, mereka hidup dari hasil hutan dengan cara meramu dan berburu. “Hutannya masih lestari. Begitu juga MHA SAD-nya. Mereka sangat komitmen mejaga hutan tersebut. Mereka juga masih menjalan adat istiadat dan tradisi mereka. Ini yang menjadi keinginan kita untuk menjadikan hutan tersebut menjadi hutan MHA SAD Kelompok Temenggung Ngadap yang sesuai dengan keinginan mereka,” ujar Firdaus.
Tidak itu saja, lanjut Firdaus, kawasan hutan MHA SAD Kelompok Temenggung Ngadap memiliki batasan yang jelas dan itu diakui oleh masyarakat dan perangkat Desa Tanah Garo.
“Masyarakat desa juga menginginkan hutan tersebut menjadi hutan ulayat atau kawasan adat MHA SAD Kelompok Temenggung Ngadap,” ucapnya.
Sayangnya, kata Firdaus, hutan MHA SAD Kelompok Temenggung Ngadap berada dalam kawasan izin PT Limbah Kayu Utama (LKU). Namun sejak pemerintah menerbitkan izin pada tahun 1998, hingga sekarang PT LKU tidak pernah beraktivitas di wilayah tersebut.
Meski tidak beraktivitas, kata Firdaus, pihaknya tetap akan mendorong kawasan itu menjadi hutan adat MHA SAD Kelompok Temenggung Ngadap dan diakui secara legalitas.
“Langkah awal, kita akan menyurati pihak perusahaan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI terkait legalitas kawasan hutan itu menjadi hutan adat. Madah-mudahan ada solusinya,” katanya berharap.
Reporter: Syahrial
Discussion about this post