Connect with us

TEMUAN

Diduga Memungut Dana Ratusan Sertifikat Prona, Ketua DPRD Tebo Bakal Dilaporkan ke Kejagung RI

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Tebo – Oknum Ketua DPRD Kabupaten Tebo, Mz dikabarkan pernah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi. Oknum dari Fraksi Partai Golkar ini dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang jabatan sebagai anggota DPRD Tebo dalam melakukan pungutan dana sertifikat Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) Tahun Anggaran 2013-2014.

Informasi yang dirangkum media ini, Mz dilaporkan oleh DPD TOPAN RI Kabupaten Tebo pada tahun 2019 lalu. Dalam laporannya, DPD TOPAN RI mohon penindakan secara hukum (yuridis) atas adanya dugaan penyalahgunaan wewenang jabatan sebagai anggota DPRD Kabupaten Tebo dalam melakukan pemungutan dana sertifikat Prona sebanyak 439 eksemplar.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Prona tersebut diperuntukkan bagi keluarga miskin (Prasejahtera) di lima desa yakni, Desa Ulak Kemang, Desa Pintas Tuo, Desa Tambun Arang, Desa Bangko Pintas, dan Desa Tanah Garo, Kecamatan Muara Tabir. Oknum anggota DPRD Kabupaten Tebo yang dilaporkan adalah Mz dari Fraksi Partai Golkar.

Pada laporan itu disebutkan masing-masing keluarga miskin yang menerima Prona dipungut biaya Rp 1 juta sampai Rp 3 juta per sertifikat. Akibat perbuatan tersebut, LSM TOPAN RI Kabupaten Tebo menduga menyebabkan kerugian bagi masyarakat miskin penerima Prona.

Direktur Eksekutif DPD TOPAN RI Kabupaten Tebo, Muhammad Mukhlisin Harahap, S.Th, membenarkan terkait laporan tersebut. “Iya, kita laporkan ke Kejati Jambi pada tahun 2019 kemarin,” katanya ketika dikonfirmasi melalui telepon seluler, Jumat, 16 Juli 2021.

Atas laporan itu, Harahap mengaku telah dipanggil oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jambi pada Senin, 9 Desember 2019. Pemanggilan itu untuk mengklarifikasi atas laporan yang dimaksud. “Enam jam lebih saya diperiksa di ruang penyidikan tindak pidana khusus Kejati Jambi,” ujarnya.

Sayangnya, Harahap menjelaskan, hingga saat ini pihak Kejati Jambi tidak mampu mendeteksi atau menindaklanjuti laporan terkait dugaan adanya penyalahgunaan wewenang jabatan anggota DPRD Kabupaten Tebo dalam hal ini Mz.

Padahal, kata dia, sesuai aturan kegiatan Prona tersebut harus dilaksanakan oleh panitia yang melibatkan Camat dan Kepala Desa. Namun hasil investigasi DPD TOPAN RI Kabupaten Tebo, panitia Prona di tingkat desa ditunjuk oleh Mz.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

Untuk Desa Tanah Garo, lanjut Harahap, dikoordinir oleh Kepala Desa yang saat ini sudah tidak menjabat sebagai kepala desa. Untuk Desa Ulak Kemang, Tambun Arang, Pintas Tuo dikoordinir oleh Ha. Untuk Desa Embacang Gedang dikoordinir oleh Dr Da untuk Desa Bangko Pintas dikoordinir oleh Af.

“Semuanya melakukan pemungutan dana sertifikat Prona atas perintah Mz. Per sertifikat dikenakan biaya Rp 1 juta dengan dalil untuk menebus sertifikat,” kata Harahap.

Sementara, menurut dia, pemungutan uang rakyat dengan dalih penebusan sertifikat Prona sangat bertentangan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria tanggal 15 Agustus 1981. Juga bertentangan dengan Petunjuk Teknik Kegiatan Prona Tahun 2008 Nomor: 963-310-D. II tertanggal 28 Maret 2008 yang ditujukan kepada para kepala kantor wilayah BPN Provinsi se Indonesia, para kepala Kantor Pertanahan Nasional(BPN) Kabupaten/Kota yang ditandatangani An. Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah yang isinya bahwa, seluruh biaya yang terkait dengan pelaksanaan Prona dibebankan kepada APBN yang ditetapkan oleh pemerintah, dan pengenaan uang pemasukan dalam rangka penetapan hak atas tanah dikenakan sebesar Rp 0 (nol rupiah).

Karena Kejati Jambi tidak mampu mendeteksi atau menindaklanjuti laporan terkait dugaan penyalahgunaan wewenang jabatan anggota DPRD Kabupaten Tebo dalam hal ini Mz, Harahap berkata, DPD TOPAN RI Kabupaten Tebo akan menyurati Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan Agung RI. Dia meminta kepastian hukum atas dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang jabatan untuk memungut uang rakyat dengan modus untuk menebus sertifikat Prona.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”Baca Juga ” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” number_post=”7″ post_offset=”1″]

“Jika pelakunya orang biasa, ya kita tidak masalah. Tetapi ini pelakunya adalah seorang anggota DPRD, kok malah mengambil uang rakyat. Kita sangat menyayangkan penyidik Kejaksaan Tinggi Jambi yang tidak mampu dalam menindak lanjuti kasus ini. Ini akan kita laporkan ke Kejagung dan Komisi Kejaksaan Agung RI,” ucapnya.

Reporter: Syahrial

TEMUAN

Ditempatkan Sejak 12 Tahun Lalu, Transmigran Tanabang Ini Kini Hanya Dihuni 14 Kepala Keluarga

DETAIL.ID

Published

on

Rumah transmigrasi Tanabang SP2 kosong yang ditinggalkan. (DETAIL/Suhanda)

DETAIL.ID, Indralaya – Di sejumlah daerah, lokasi transmigrasi selalu menjadi idola, namun berbeda dengan lokasi transmigrasi yang satu ini. Setiap tahun jumlah transmigran yang tinggal justru berkurang. Ironisnya hingga kini hanya tersisa 14 Kepala Keluarga (KK).

Lokasinya berada di Desa Tanabang, Kecamatan Muara Kuang, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Orang menyebutkan Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Tanabang SP 2. Lokasi tersebut dihuni 2 tahap, tahun pertama pada tahun 2013 dan tahun kedua pada tahun 2016.

Salah satu warga UPT UPT Tanabang SP, Aqumuddin mengatakan dirinya berada di lokasi transmigrasi itu sejak tahun 2013. Ia datang bersama 100 KK dari warga asal Jawa Tengah, Indramayu, Jogja, DKI Jakarta dan warga asal pribumi Ogan Ilir.

Lalu pada tahap kedua pada tahun 2016 sebanyak 50 KK, sehingga total 150 KK. Namun ironisnya dari 150 KK itu kini hanya tersisa 14 KK.

Gerbang UPT Tanabang SP2, Kabupaten Ogan Ilir. (DETAIL/Suhanda)

Gerbang UPT Tanabang SP2, Kabupaten Ogan Ilir. (DETAIL/Suhanda)

Apa penyebabnya? “Tiap tahun jumlah warga berkurang, banyak warga yang meninggalkan lokasi karena pengaruh ekonomi. Bahkan pada tahap pertama, 100 rumah transmigrasi tidak ada sumur dan WC,” kata Aqumuddin belum lama ini.

Padahal, setiap KK mendapat total lahan 2 hektare. Masing-masing terdiri dari seperempat hektare lahan pekarangan dan rumah, lahan usaha I seluas 75 m X 100 m, lahan usaha II seluas 100 m X 100 m (1 hektare).

Tidak itu saja, selama 18 bulan warga mendapat beras, tergantung jumlah jiwa. Untuk orang dewasa/orang tua 7 kg beras, anak-anak 5 kg, minyak tanah/lampu 5 liter, ikan asin 5 kg, kecap manis 3 botol, kecap asin 2 botol, garam 5 bungkus (2,5 kg), gula pasir 3 kg, minyak sayur/makan 3 kg, kacang ijo 3 kg, per bulan.

Namun masalah ini belum terjawab sama sekali. Kepala Bidang Pengembangan Kawasan Transmigrasi Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Ogan Ilir, Awang dan Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Ogan Ilir, Erwin Marsani kompak enggan berkomentar.

“Saya belum bisa memberikan penjelasan. Akan kami pelajari dan laporkan ke Kepala Dinas Transmigrasi, mengingat Kepala Dinas juga baru, ujar Awang pada pertengahan Agustus 2025.

Begitu pula Erwin Marsani. “Terima kasih atas informasinya, namun belum bisa memberikan komentar, mengingat saya di Dinas Transmigrasi masih baru,” kata Erwin pada awal Agustus 2025.

Reporter: Suhanda

Continue Reading

TEMUAN

Ada Gudang BBM Ilegal di Kawasan Penyengat Rendah, Tepat di Belakang Rumah Makan Padang Lawas

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi — Jeratan mafia bahan bakar minyak (BBM) ilegal kembali mencoreng wajah penegakan hukum di Provinsi Jambi. Sebuah gudang diduga kuat sebagai lokasi pengoplosan sekaligus penimbunan BBM ilegal ditemukan beroperasi di Jalan Depati Purbo, kawasan Penyengat Rendah, tepat di belakang Rumah Makan Padang Lawas.

Ironisnya, aktivitas ilegal tersebut berlangsung terang-terangan, seolah tanpa rasa takut terhadap hukum. Lokasi yang dicurigai sebagai sarang mafia BBM ini kian menambah daftar panjang pelanggaran hukum yang dibiarkan tumbuh subur di tengah lemahnya pengawasan.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, gudang tersebut diduga milik seorang berinisial “Yono” yang disebut-sebut merupakan oknum anggota TNI aktif berdinas di Kodim 0415. Publik pun mulai bertanya: apakah ini murni kelalaian aparat, atau justru ada praktik pembiaran sistematis?

Padahal, regulasi jelas dan tegas:

Penyimpanan BBM tanpa izin dapat diancam pidana 3 tahun penjara dan denda hingga Rp 30 miliar.

Sementara pengangkutan tanpa izin diancam hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 40 miliar.

Namun, tampaknya aturan itu tak berlaku bagi mafia yang sudah merasa nyaman beroperasi di Jambi.

Kondisi ini menjadi sinyal bahaya bagi kredibilitas aparat penegak hukum, khususnya di tingkat wilayah. Jika Kapolda Jambi serius ingin mengembalikan kepercayaan publik, tidak ada cara lain selain turun langsung dan menindak tegas siapa pun yang terlibat — tanpa pandang bulu!

Sudah saatnya Polri membuktikan bahwa Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah bukan surga bagi mafia BBM ilegal. Masyarakat tak lagi butuh janji — publik menanti tindakan nyata!

Continue Reading

TEMUAN

Sebanyak 16 ASN di Bungo Absen Kerja Lebih dari 10 Hari Berturut-turut, Tapi Gaji dan TPP Tetap Lancar: Negara Rugi Rp 468,97 Juta

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Bungo – Sebanyak 16 Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 12 SKPD di Kabupaten Bungo tercatat tidak masuk kerja selama lebih dari 10 hari berturut-turut tanpa keterangan yang sah sepanjang tahun 2024. Namun gaji, tunjangan dan TPP para ASN yang tidak disiplin tersebut tetap dibayarkan secara penuh.

BPK Perwakilan Provinsi Jambi pun mencatat nilai total kelebihan bayar sebesar Rp 468.970.500. Dalam LHP BPK atas LKPD Pemkab Bungo, 16 ASN tersebut terdiri dari berbagai SKPD macam Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas PUPR, BPRRD, serta sejumlah kecamatan seperti Jujuhan, Jujuhan Ilir, Tanah Sepenggal, Bathin II Pelayang, Pelepat, Bathin III Ulu, dan Tanah Tumbuh.

Sebagai contoh, ASN berinisial “Erk” dari Kecamatan Tanah Tumbuh menerima pembayaran penuh sebesar Rp 48.778.400 tanpa kehadiran kerja yang sah selama 12 bulan, menyebabkan kelebihan pembayaran seluruhnya.

Hal serupa terjadi pada ASN lainnya seperti “Lsn” dari Kecamatan Bathin III Ulu yang juga menerima pembayaran penuh Rp 37.090.400. Kemudian, “Nas” pada SMPN 8 Tanah Sepenggal yang menerima Rp 49.986.000, lanjut “Syf” ASN pada Kecamatan Tanah Sepenggal Rp 37.350.200, dan “Mhs” pada Kecamatan Pelepat Rp 38.996.000.

BPK mencatat lemahnya pengawasan internal, khususnya dalam penggunaan sistem informasi kepegawaian yang seharusnya mencatat kehadiran ASN secara digital. Dalam beberapa kasus, kepala sekolah dan camat juga disebut tidak memverifikasi kehadiran secara memadai, sehingga data di aplikasi tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Selain itu, beberapa ASN yang telah lama tidak hadir masih saja tetap menerima gaji bulanan tanpa pemotongan. BPK juga menegaskan bahwa sesuai aturan, ASN yang tidak masuk kerja selama 10 hari berturut-turut tanpa alasan sah dapat diberhentikan secara tidak hormat sebagaimana PP No 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Sipil.

“Kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan kepada 12 ASN yang tidak mematuhi ketentuan masuk kerja senilai Rp 468.970.500,” tulis auditor BPK.

Atas temuan ini, BPK merekomendasikan Bupati Bungo untuk memerintahkan seluruh Kepala SKPD terkait agar, menindaklanjuti temuan dan memproses pengembalian kelebihan pembayaran gaji, tunjangan dan TPP ASN ke kas daerah dengan total Rp 487.972.740,03.

Kemudian, memproses disiplin dan hak keuangan sesuai peraturan perundang-undangan. Dan meningkatkan pengawasan terhadap pembayaran gaji, tunjangan, dan TPP ASN dengan verifikasi kehadiran yang lebih ketat.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs