TAUJIHAT berarti arahan, bimbingan, nasehat, dan instruksi (Kamus Almaani). Taujihat pembelajaran daring bertujuan untuk memantapkan komitmen pembelajaran ke arah yang lebih baik dan berkualitas.
Urgensi taujihat sangatlah penting saat pandemi, khususnya untuk guru yang sedang ‘galau’, mengembalikan semangat akademik siswa untuk ‘ceria’ dalam pembelajaran daring.
Harus ada upaya memupuk kembali semangat profesional di tengah ancaman learning loss, ketidakberdayaan menghadapi pandemi. Setajam apa pun kritik, segunung keluhan, dan ketidakpuasan seharusnya tidak menjadi halangan menjadi guru yang sebenarnya (truly teacher) demi pendidikan anak bangsa.
Pertama, sabar dan sungguh-sungguh. Di saat pandemi yang serba keterbatasan dan kadang kala ‘ketakutan’, kesabaran merupakan suatu sikap harus diutamakan. Dalam pembelajaran, sabar berarti guru bersikap ‘moderat’: keras jangan, lunak juga tidak boleh. Pembelajaran disesuaikan dengan kondisi siswa dan lingkungan.
Kesabaran juga merujuk pada ketelitian dalam mengajar. Guru memang harus hati-hati dan sensitif dalam menyampaikan materi. Intinya materi harus bersifat ‘comprehensible input” (Kreshen, 2002), guru harus meyakini bahwa yang disampaikan dalam pembelajaran bisa dipahami siswa dengan baik.
Kemampuan siswa itu berbeda beda, kesabaran guru menjadi kunci untuk mengelola perbedaan ini menjadi kekuatan. Jangan sampai perbedaan kompetensi, ekonomi, bakat dan minat justru menghambat komunikasi guru dan siswa. Ada yang cepat dalam menangkap pelajaran dan ada juga yang lambat.
Apalagi pembelajaran daring, guru harus sabar menghadapi tingkah laku siswa, bahasa yang dituturkan, ketidakpahaman siswa, serta sabar dalam membaca pesan yang dikirim siswa yang mungkin kurang sopan, sabar atas sikap dan perilaku siswa saat zoom meeting.
Kedua, banyak belajar. Selama pandemi, begitu banyak perubahan yang tidak diperkirakan sebelumnya dan kita memasuki new normal. Tidak ada jalan lain kecuali guru harus banyak belajar, belajar menyesuaikan diri agar tidak ‘kalah’ dengan pandemi.
Minimal, guru belajar (1) membangkitkan perhatian siswa untuk belajar; (2) membangkitkan minat siswa untuk aktif dalam berpikir kritis; (3) berkomunikasi digital; 4) budaya digital; 5) etika digital; 5) mendesain pembelajaran digital dan 6) aman dan tenang di ruang digital.
Di era disrupsi, guru juga harus belajar ‘dakwah digital’, berada di ruang digital, guru harus mengingatkan siswa untuk tidak melupakan ilmu-ilmu agama, berakhlaqul karimah. Siswa boleh mengusai teknologi digital tapi harus berbasis agama. Jangan sampai guru dan siswa terlena ‘bermedia sosial’, terlena berada di dunia maya, tapi lupa bersilaturahmi di dunia nyata.
Ketiga, tahan kritik. Pro-kontra dan permasalahan yang terjadi selama pembelajaran pandemi: learning loss, turun kualitas pembelajaran, dll. Langsung, tidak langsung akan menyeret nama guru. Ada pihak yang mengatakan bahwa gurulah yang paling bertanggung jawab atas kualitas pembelajaran di saat pandemi. Banyak kritik muncul terhadap apa yang dilakukan guru selama pandemi.
Oleh karena itu, guru harus tahan dan menerima kritik dan masukan itu sebagai bahan refleksi untuk perbaikan pembelajaran. Kita tidak perlu ‘ngotot’ membela diri, cukup dengarkan dan anggukkan kepala. Itulah cara paling aman menyelamatkan diri.
Keempat, komunikatif dan kolaboratif, Sosial distancing, PPKM dan WFH membuat gerak kita semakin terbatas. Pada kondisi ini berkomunikasi digital menjadi hal yang penting dilakukan untuk tetap menjaga silaturahmi. Pandemi bukanlah halangan untuk tetap menghangatkan komunikasi kita.
Begitu juga dalam pembelajaran, tanpa PTM, guru memanfaatkan arus informasi yang melimpah ruah. Dengan informasi itu, guru mendesain pembelajaran agar siswa kompeten memanfaatkan kelimpahan informasi untuk memperkaya wawasan siswa bukan malah membuat siswa tambah bingung.
Walaupun HP guru dan siswa terhubung, tidak disarankan guru melakukan ceramah daring, bercerita panjang lebar tentang materi, menyampaikan ‘kedisiplinan’, atau guru hanya merekam suaranya yang ‘penuh’ dengan tugas yang ‘wajib’ dikerjakan siswa, tanpa ada interaksi. Di saat itu, siswa ‘menghilang’ dari peredaran.
Kelima, ajar mengenal etika, bagaimana sopan santun, bekerja sama, dan saling menghormati. Sebenarnya, belajar daring memberikan ruang kepada guru untuk mengembangkan pendidikan karakter kepada siswa.
Dari segi orang tua tentu menginginkan anaknya belajar untuk mendapat ilmu bukan untuk mendapat tugas atau hukuman. Sebuah fakta, setiap siswa berbeda beda. Ketika siswa tidak punya buku, tidak punya akses internet memadai, kuota yang terbatas, tapi sudah bisa ‘mengirim tugas’ yang mungkin tidak sempurna, banyak ‘salah’, tapi ini adalah karya yang hebat, harus diapresiasi. Tidak adil mengukur prestasi siswa menurut ilmu guru yang berpengalaman.
Memang, pembelajaran harus dibuat sangat serius dan agar siswa benar-benar siap belajar. Namun suasananya harus dibuat bersahabat, penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan ketidakpahaman penuh perhatian.
Guru bisa saja menerapkan disiplin ketat, yang bisa jadi membuat siswa merasa tidak nyaman. Siswa akan ‘menuruti’ perintah guru, tapi dirasakan ini akan mematikan inisiatif dan ‘mengikis’ semangat siswa. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. (Rhenald Kasali)
Apa mungkin siswa belajar dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; Cepat kumpulkan, Yang tidak hadir, tinggal kelas, dua kali tidak hadir, Ibu keluarkan, kalau tidak, dipanggil orang tua!
Dalam memajukan siswa, bukan karena guru hebat, lengkap administrasi, rajin datang ke sekolah, melainkan sikapnya yang membangun, bukan menghukum.
Keenam, ikuti anjuran pemerintah, Pemerintah sudah mengeluarkan beberapa kebijakan mengenai pembelajaran di masa pandemi COVID-19 untuk meringankan kesulitan pembelajaran yang muncul, mari kita ikuti.
Insya Allah, pandemi akan segera berakhir, Amin!
* Penulis adalah seorang pendidik di Madrasah
Discussion about this post