Ancaman pencemaran sungai membuat masyarakat setempat berinisiatif. Salah satunya menyemai ikan-ikan langka di Lubuk Larangan dengan aturan adat yang tegas.
SUDAH tiga tahun lebih, ikan langka ini kembali bebas berkeliaran di sepanjang 800 meter Sungai Batang Pengabuan. Sungai ini terbentang di Desa Sungai Rotan, Kecamatan Renah Mendaluh, Tanjungjabung Barat, Jambi.
Konon, ikan bernama semah ini merupakan ikan yang banyak hidup di Kerinci. Namun kini sudah mulai langka. Mereka menyukai sungai yang mengalir deras. Menebar dan menjaga ikan merupakan investasi jangka panjang untuk menjaga keanekaragaman hayati.
Sejak 2018 lalu, mereka dibiarkan tumbuh tanpa ada yang boleh mengganggu. Adat sekitarlah yang menjaga mereka. Inisiatif masyarakat itu disebut Lubuk Larangan.
“Lubuk larangan adalah impact dari edukasi tentang pentingnya pelestarian lingkungan di dalam sertifikasi Roundable Sustainability Palm Oil (RSPO). Sertifikasi ini mengarahkan agar petani tidak hanya berfokus pada produktivitas lahan sawit mereka lalu abai dengan keberlanjutan lingkungan. Misalnya, bagaimana agar menjaga kelestarian sungai,” ujar Baya Zulhakim, Direktur Yayasan Setara Jambi kepada detail, Kamis, 17 Februari 2022.
Ia melanjutkan, sungai termasuk Nilai Koversi Tinggi (NKT), bagaimana mengajak mereka berkomitmen untuk mengubah perilaku yang sebelumnya mencuci bekas pestisida di sungai, menanam sawit di pinggir sungai, meracun ikan dan aktivitas-aktivitas lain yang mencemari sungai. Dengan adanya Lubuk Larangan, maka warga sekitar diajak berkomitmen untuk menjaga kelestarian sungai.
Mulanya, masyarakat Desa Sungai Rotan rutin menggelar perayaan hari kemerdekaan. Pada 15 Agustus 2015, desa yang masih tergabung gabungan kelompok tani, Forum Petani Swadaya – Merlung Renah Mendaluh (FPS-MRM) ini bersuka cita merayakan Agustusan. Dalam kegiatannya, diadakanlah lomba tembak ikan di aliran Sungai Batang Pengabuan.
Berselang 22 hari kemudian, Gapoktan yang pada saat itu masih dalam proses sertifikasi RSPO mencetuskan ide membuat lubuk larangan. Sepanjang 800 meter aliran sungai Batang Pengabuan ditetapkan sebagai wilayah sakral. Tak ada yang boleh mengganggu apalagi menjamah ikan-ikan yang sedang asyik berenang.
Masyarakat di sana pun mengetok palu. Lalu menyepakati rembuk desa tanggal 6 September 2015 di kantor Desa Sungai Rotan itu. Lubuk larangan hanya akan dibuka 5 tahun sekali.
Secara resmi, program Lubuk Larangan dimulai 3 tahun setelahnya, yaitu tahun 2018. Dibentanglah spanduk yang tertulis, ‘tangkap satu, tebar seribu’. Sebagai ganjaran bagi siapa pun yang mencoba melanggar aturan Lubuk Larangan.
“Kami senang karena inisiatif kami didukung banyak pihak, baik dari balai benih ikan sampai Pemerintah Kabupaten pun mendukung,” ujar Suseno, pengawas dalam Internal Control System (ICS), Asosiasi Petani Berkah Mandah Lestari (APBML).
Inisiatif pelestarian lingkungan sungai ini mengusung moto ‘Sungaiku jernih, ikanku banyak’. Program ini tentunya sejalan pula dengan konsep sawit berkelanjutan.
Tak hanya ikan semah, sungai tersebut juga ditebar beragam jenis ikan. Pada waktu pembukaan 2018, sebanyak 9.000 bibit ikan disumbangkan dalam pembukaan Lubuk Larangan.
“Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi menebar sebanyak 5.000 ikan semah. 1.000 ikan nila dan 1.000 ikan lele dari Yayasan Setara Jambi, 2.000 ikan nila dan lele dari masyarakat Sungai Rotan. Lalu disusul 2.000 ikan gurami dari masyarakat, pemuda dan pbd,” ujar Suseno menceritakan.
Sertifikasi perdana petani APBML diserahkan secara simbolis pada 10 Juni 2021 lalu. Kebun kelapa sawit seluas 691.34 hektare milik 291 petani APBML secara sah tersertifikasi sejak November 2019. Sementara itu, lahan sawit seluas 760.68 hektare milik petani FPS-MRM sudah tersertifikasi lebih dahulu sejak November 2017.
Rentetan acara serah terima simbolis sertifikasi RSPO terhadap lahan sawit petani swadaya tersebut juga diselingi kegiatan tebar pakan. Para stakeholder yang hadir pun mencoba menebar pakan ikan dari atas jembatan gantung. Ikan-ikan di Sungai Batang Pengabuan pun berlomba menyembul ke permukaan.
Peran masyarakat beserta 329 petani yang tergabung dalam FPS-MRM dan APBML tentu akan membuahkan hasil manis. Ketika waktunya tiba, di musim kemarau lubuk larangan akan dibuka. Seluruh masyarakat diperbolehkan untuk menangkap ikan.
Kini tak hanya Sungai Batang Pengabuan saja yang menjadi ruang bermain bebas ikan-ikan itu. Jejak itu diikuti dan diterapkan pula di sepanjang 600 meter sungai di Desa Rantau Benar. Sungai menjadi bebas dari pencemaran, dan industri kelapa sawit pun tak lagi menjadi kambing hitam.
Discussion about this post