DETAIL.ID, Jambi – Edi Endra selaku Koordinator Provinsi Jambi, TAPM Provinsi Jambi memastikan bahwa Mudrika Hermansyah, salah seorang Tenaga Ahli Pendamping Masyarakat (TAPM) yang juga menjabat pengurus DPC PKB Muarojambi sudah tidak berstatus sebagai anggota TAPM lagi.
“Ya. (Tidak berstatus sebagai anggota TAPM lagi). Yang jelas, saya konfirmasi sebatas itu ya. Beliau sudah tidak di sini. Sudah tidak berstatus sebagai TAPM lagi,” kata Edi pada Senin, 7 Maret 2022.
Ia tidak merinci istilah “tidak berstatus lagi” apakah mundur atau dipecat. Ia hanya menyebutkan bahwa yang bersangkutan tidak lagi bekerja sebagai TAPM. “Kalau yang bisa konfirmasi ya itu kewenangan pusat. Itu kewenangan dia kan,” ujar Edi.
Edi berkilah untuk memberhentikan yang bersangkutan bukan merupakan kewenangannya. “Oh, itu bukan kita yang mengeluarkan, itu pusat yang bisa menjawab. Karena bukan kapasitas kita, kapasitas kita di sini cuma mengelola kegiatan aja,” tuturnya menjelaskan.
“Kalau konfirmasi dari saya kalau yang bersangkutan itu tidak bekerja di sini lagi,” tuturnya lagi menegaskan.
Ia mengaku, belum mengetahui kebenaran tentang keterlibatan Mudrika di dalam kepengurusan partai. “Sebenarnya sampai hari ini kita belum tahu ya dia ada di partai atau tidak ya. Karena untuk mengkonfirmasi itu kan kita harus konfirmasi ke partai. Cuma karena enggak ada aduan apa yang mau kita konfirmasi,” katanya.
“Kalau ada pengaduan ya kita tindak lanjuti, cuma karena enggak ada pengaduan, ya kita tidak bisa menindaklanjuti. Karena bukan ranah kami ya,” kata Edi.
Edi mungkin lupa bahwa ia turut hadir dalam pelantikan Mudrika sebagai saat Muscab PKB Muarojambi. Lagi pula, Edi kerap memosting di akun media sosialnya dengan tampilan PKB. Benarkah Edi tak tahu sama sekali soal keterlibatan Mudrika di PKB? Wallahualam!
Pernyataan Edi justru berbanding terbalik dengan pernyataan Humas Kementerian Desa, Wahyu yang mengungkapkan bahwa status Mudrika belum diputuskan. “Tim dari Kementerian sudah melakukan investigasi ke Jambi. Ybs (yang bersangkutan) akan ditelusuri dulu ya, Pak,” ujar Wahyu pada Senin, 7 Maret 2022.
“Saya tidak berwenang untuk menjelaskan karena bukan tupoksi saya, Pak. Nanti akan kami ambil keputusan jika sudah ada investigasi. Demikian Pak, terima kasih,” tutur Wahyu.
Wahyu justru menyarankan media ini bertanya kepada Kepala Pusat Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat, Kemendesa RI. Dr. H. Yusra, M.Pd. Saat dikonfirmasi, Yusra justru bungkam.
Seperti diketahui, Yusra adalah pejabat yang bertanggung dalam mengawasi kinerja Tenaga Pendamping Profesional (TPP) – TAPM, Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa se-Indonesia.
Padahal, Yusra sendiri pernah meminta membuat laporan secara lengkap berikut bukti-buktinya. “Silakan mas dengan melampirkan SK ybs (yang bersangkutan) sebagai pengurus serta jabatan diemban ybs,” ujar Yusra saat dikonfirmasi pada Selasa, 22 Februari 2022.
Keputusan berlarut-larut pihak Kementerian Desa menjadi pertanyaan besar karena aturan yang sudah jelas dilanggar oleh Mudrika. Ini kategorinya, pelanggaran kode etik berat.
Sementara itu, Mudrika Hermansyah sendiri saat dikonfirmasi memilih tidak menjawab. Begitu pun Ketua DPC PKB Muarojambi, Gerhana yang tak ingin berkomentar mengenai hal ini. Gerhana ketika ditemui pada Selasa malam, 8 Maret 2022, memilih bungkam.
Dengan terlibatnya TAPM sebagai pengurus partai tentunya sudah menabrak aturan yang telah diatur dalam Kepmendesa Nomor 40 Tahun 2021. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa anggota TPP tidak boleh terlibat aktif dalam pengurus salah satu partai politik.
Selain itu, dalam perjanjian kerja yang ditandatangani oleh Febrian Alyuswar selaku Pejabat Pembuat Komitmen, tercantum pula ketentuan pemutusan perjanjian kerja. Hal tersebut tertuang dalam pasal 8 tentang Pemutusan Perjanjian Kerja pada poin I dan j.
Disebutkan bahwa, Pihak Kesatu dapat membatalkan secara sepihak Perjanjian Kerja ini apabila: (i) Pihak Kedua terbukti menjadi pengurus partai politik, anggota legislatif, kepala daerah/wakil kepala daerah dan kepala desa. (j) Pihak Kedua terbukti bekerja rangkap jabatan dengan penghasilan tetap yang pendanaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah dan/atau swasta.
Pertanyaannya kemudian, kenapa begitu sulitnya Kementerian Desa mengambil keputusan terhadap status Mudrika? Apakah Kementerian Desa “dalam tekanan” PKB? Kalau sikap Kementerian Desa sulit terhadap nasib seorang Mudrika, bagaimana pula dengan sikapnya terhadap beberapa tenaga pendamping desa di seluruh kabupaten di Provinsi Jambi yang diduga juga adalah “titipan” PKB atau diduga pengurus PKB?
Discussion about this post