DETAIL.ID, Jambi – Situasi global saat ini sangat erat kaitannya dengan pemanasan global. Kegiatan manusia dengan penggunaan bahan fosil dan alih fungsi lahan adalah pemicunya. Aktivitas ini menghasilkan gas-gas terutama CO2 (karbondioksida) yang menumpuk di atmosfer. Akibatnya terjadi peningkatan suhu panas bumi.
Memang benar jika proses fotosintesis memerlukan CO2. Namun proses fotosintesis diperankan oleh tumbuhan atau lahan hijau. Mengingat lahan hijau yang semakin menipis akibat berbagai hal termasuk perambahan dan alih fungsi lahan menyebabkan CO2 di atmosfer tidak terkendali.
Di samping itu, makin banyak perusahaan yang menghasilkan emisi karbondioksida yang melebihi ambang batas.
Berawal dari hal itu, Provinsi Jambi menjadi salah satu daerah yang mendapat program Bio Carbon Fund (BioCF) untuk menjaga dan melestarikan hutan yang bertujuan menurunkan emisi gas rumah kaca.
“Program BioCF ini disalurkan oleh bank dunia dimana sumber dananya berasal dari beberapa negara di Eropa,” kata Rudy Syaf, Direktur Ekskutif KKI Warsi saat diwawancarai pada Sabtu, 2 April 2022.
BioCF dikoordinir oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di bawah Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jambi dalam hal ini Bappeda Provinsi Jambi.
“Kegiatan ini untuk seluruh daerah Provinsi Jambi yang memiliki hutan. Minus Kota Jambi karena tidak ada hutan,” ujar Rudy Syaf.
Tahun 2021, BioCF mendukung pendanaan untuk provinsi Jambi yang berkolaborasi dengan pemerintah pusat dalam menyiapkan hutan-hutan agar bisa terjaga dan dikelola dengan baik. Jika hutan terjaga dengan baik maka akan dilakukan pembayaran atau imbal jasa terhadap penurunan emisi gas rumah kaca.
“Kemudian setelah 5 tahun ke depan akan dilihat kembali hutannya bisa terjaga atau tidak. Jika terjaga maka akan dilakukan pembayaran berdasarkan hasilnya,” ujar Rudy Syaf.
Menurut Rudi Syaf, menjaga dan melestarikan hutan memiliki segudang manfaat bagi kehidupan. Manfaat secara langsung dapat dinikmati, bencana alam dapat berkurang seperti banjir dan tanah longsor.
“Manfaat secara langsung dalam menjaga hutan akan dinikmati sendiri. Hasil hutan bukan hanya berbicara karbon saja, ada juga hasil hutan bukan kayu seperti buah, obat dan hewan,” ujar Rudy Syaf.
Ke depan, menjaga hutan akan memberi dampak yang baik dan keuntungan yang banyak. Harga karbon akan naik seiring dengan hutan atau lahan hijau yang sedikit sedangkan perusahaan yang menghasilkan emisi semakin banyak.
“Ada peluang untuk masyarakat dalam hal menjaga dan melestarikan hutan. Ke depan akan semakin banyak manfaatnya,” kata Rudy Syaf.
Jika perdagangan karbon dibuka, maka keuntungan yang diperoleh akan berkali lipat.
Saat ini, di Uni Eropa mewajibkan pabrik untuk membayar setiap ton CO2 yang dihasilkan. Kontrak harga karbon di UE sempat menyentuh € 97,5 per ton.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, Indonesia memiliki potensi pendapatan sebesar US$565,9 miliar atau sekitar Rp 8.000 triliun dari perdagangan karbon yang berasal dari hutan, mangrove dan gambut.
“Berbagai kebijakan telah disiapkan pemerintah untuk menanggulangi emisi karbon di berbagai sektor,” kata Airlangga dikutip dari siaran pers pada Minggu, 3 April 2022.
Oleh karena itu, kiranya masyarakat khususnya masyarakat Jambi selalu menjaga hutan yang masih tersisa saat ini. Hutan yang terjaga akan memberikan segudang manfaat bagi kehidupan manusia.
“Mari kita menjaga hutan. Dengan itu, lingkungan kita akan bagus dan udara makin akan bersih. Hutan menjadi paru-paru dunia. Tetapi terlebih dulu akan menjadi paru-paru kita,” ujar Rudy Syaf.
Reporter: Frangki Pasaribu
Discussion about this post