PADA HARI itu, gema kalimat-kalimat Takbir, Tauhid dan Tahmid dikumandangkan dengan penuh rasa ikhlas: Allahu Akbar, Alahu Akbar, Allahu Akbar, La Ilaaha Illallaahu Wallaahu Akbar, Allaahu Akbar Walillahil Hamdu.
Itulah hari raya Idul Fitri yang dirayakan pada setiap tanggal 1 Syawal, eksistensinya terasa lebih sakral sebab jatuhnya Idul fitri tepat setelah satu bulan penuh kita melaksanakan ibadah puasa. Sehingga dengan tibanya tanggal 1 Syawal kita seakan-akan merasakan sebuah kemenangan dalam mengendalikan hawa nafsu bermakna kembali kepada fitrah atau kesucian dan mendapatkan ampunan dan maghfirah dari Allah SWT.
Hari Raya Idul Fitri sebenarnya merupakan momentum mengembalikan kekuatan rohani atas jasmani, puasa Ramadan sudah mensucikan rohani atau jiwa selama sebulan penuh dengan nilai-nilai luhurnya. Hasil pendidikan Ramadan diharapkan selalu mewarnai tingkah laku kita sehari-hari dengan napas ibadah selama puasa Ramadan.
Idul Fitri hasil proses puasa Ramadan akan membiasakan kita untuk berlaku profektif: shiddiq, amanah, tabligh dan fathanah. Diyakini, sifat-sifat inilah yang diperlukan untuk menciptakan suasana masyarakat yang lebih adil, maju dan berkarakter. Sifat-sifat akan membuat umat lebih mengutamakan suasana batin yang pandai bersyukur, ikhlas, tawakkal dan istiqamah dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, Idul Fitri merupakan momentum terbaik untuk kembali ke fitrahnya sebagai makhluk yang suci dan terampuni dosanya. Harus diakui, saat ini masih sebagian kalangan masih memaknai Idul Fitri hanya sebagai hari terbebasnya manusia dari kewajiban berpuasa. Akibatnya, mereka memanfaatkan momentum Idul Fitri sebagai hari ‘kebebasan’, hari ‘menumpahkan’ semua yang dibatasi, dsb.
Sebenarnya, hari raya Idul Fitri “hanya hari wisuda” setelah “kuliah” selama satu bulan penuh dan merupakan ‘contoh’ corak hidup kaum muslim pada bulan berikutnya. Perayaan hari kemenangan pada hari raya tidak berhenti begitu saja, apa yang dilakukan selama bulan Ramadan dilegitimasi pada hari raya dan ini merupakan cermin hidup pada 11 bulan berikutnya.
Kebahagiaan yang dirasakan pada momen datangnya hari raya Idul Fitri adalah mulai dari mengeluarkan zakat fitrah. Sebuah ibadah untuk bentuk penyucian diri setiap muslim sekaligus sebagai penyempurna puasa Ramadan. Boleh dikatakan, zakat fitrah sebagai ‘pengantar’ diterima atau tidak ibadah puasa kita. Berbeda dengan zakat harta yang lain hanya bisa ditunaikan oleh kalangan berada saja.
Landmark lain dari hari raya ini adalah tradisi “halal bi halal”, yaitu saling memaafkan atas segala kesalahan yang pernah dilakukan, saling mempererat hubungan silaturrahmi atas dasar keimanan dalam mengurai kekusutan, kekeruhan atau kesalahan yang selama ini dilakukan dapat dihalalkan kembali. Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sediakala (liputan 6). Dalam Alquran ditegaskan: “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu” (Qs. Al Hujurat: 10)
Melalui silaturrahim, kita juga akan mendapatkan hikmah dan faedah yang akan mempermudah segala urusan, bisa menjalin partner usaha, dan memperbanyak teman yang akan saling menguntungkan dalam bekerjasama. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya (keberkahan hidup) maka sambunglah persaudaraan” (HR. Bukhori dan Muslim).
Kita meniatkan bahwa Idul Fitri (lebaran) bukanlah fase istirahat dari aktivitas Ramadan, idealnya, Idul Fitri adalah masih dalam satu tarikan napas Ramadan. Ramadan dan Idul Fitri adalah dua keping koin nikmat yang diturunkan Allah kepada kaum muslimin sebagai pendidikan pelatihan diri untuk memantapkan pola pikir dan pola sikap agar lebih humanis dibanding dengan bulan-bulan sebelumnya. Bukan berarti, Ramadan selesai, selesai pula rutinitas amalan selama Ramadan.
Maka sudah saatnya menjadikan momen Hari Raya 1443 Hijriah ini sebagai ‘arena’ muhasabah, mengevaluasi dan introspeksi diri, sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT dengan memperbaiki jalinan silaturrahmi. Hari raya dijadikan ‘panggung’ untuk mempertontonkan nuansa Islami dengan mempromosikan kenyamanan, kebahagiaan, kedamaian, keadilan, cinta kasih, keramahan, kelembutan, dan berakhlak mulia dalam menebar dan memupuk kehidupan bersama yang menggembirakan. Inilah kehidupan hakiki manusia.
Diriwayatkan, pasca lebaran, Rasulullah SAW dan para sahabat bukannya bersantai-santai karena lepas dari kekangan rantai puasa. Justru pasca lebaran Rasulllah dan sahabat semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mereka meyakini bahwa begitu banyak godaan untuk mendekatkan diri kepada Allah di luar Ramadan, karenanya mereka sangat berhati-hati dalam menjaga ketaatan mereka kepada Allah selama 11 bulan sebelum masuk Ramadan tahun depan.
Idul Fitri mesti diawali dengan mengingat kembali asal kejadian bahwa manusia harus ingat kembali kepada purwa daksiatau asal dari mana dan akan kemana (Republika). Ini untuk menyadarkan bahwa diri kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Dengan menyadari hal ini maka seluruh kehidupan kita semata-mata mengharap ridha Allah Sang Pemilik Makhluk, dan tidak berharap kepada manusia lain.
Di hari kemenangan, hari dimana kaum muslim mempertunjukkan diri sebagai makhluk yang berusaha untuk mencapai maqam insan kamil (manusia yang sempurna), sempurna dalam ibadah dan penghidupannya. Manusia-manusia biasa yang mau berusaha untuk menjadi ‘luar biasa’ di hadapan Tuhannya, mampu meneladani segala teladan Rasulullah Muhammad SAW sebagai sebaik-baiknya insan yang patut diteladani. (Republika)
Jadi, apa yang dilakukan untuk menyikapi hari-hari setelah kita kembali pada keadaan suci ini? Kita sepantasnya melanjutkan kebaikan yang sudah dicapai selama Ramadan, yakni istiqamah dalam menjalankan amaliah Ramadan dan melanjutkan amaliah-amaliah tersebut di bulan-bulan berikutnya (Syekh Muhammad ibn ‘Umar Nawawi al-Bantani).
Kita teruskan mengerjakan amaliah-amaliah sunnah di bulan Ramadan seperti menahan lisan dan anggota badan lainnya dari perkara-perkara yang tak berguna apalagi perkara-perkara haram, memperbanyak sedekah, memperbanyak i’tikaf, mengkhatamkan Alquran setidaknya sebulan sekali, dan sebagainya.
Insya Allah, amalan ini bukan hal yang berat dilakukan karena kita sudah melatih diri selama satu bulan penuh. Tentu saja, amalan ini tidak bisa persis sama seperti dilakukan selama Ramadan, karena kesibukan kita sehari-hari. Tetapi setidaknya ada ikhtiar untuk istiqomah melestarikan ibadah-ibadah tersebut.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah. Mohon Maaf Lahir dan Bathin!
*) Penulis adalah Pendidik di Madrasah
Discussion about this post