A. Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu dan Pilkada
Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu adalah sengketa yang terjadi sepanjang Proses Pemilu, sengketa Proses pemilu dalam pengertian pasal 466 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah “Sengketa Proses meliputi Sengketa yang terjadi antar-peserta Pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota”.
Hasil Keputusan yang dikeluarkan oleh Bawaslu, para pihak dapat mengajukan upaya hukum atas ketidaksetujuannya terhadap putusan tersebut kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Proses penyelesaian sengketa pemilu di Bawaslu adalah 12 hari, mulai dari menerima permohonan penyelesaian sengketa hingga memutus penyelesaian sengketa. Putusan Bawaslu sendiri bersifat final dan binding, kecuali terhadap putusan mengenai verifikasi partai politik peserta pemilu, penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, serta penetapan pasangan calon.
Selanjutnya, dalam ketentuan Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bahwa Kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum dalam Penyelesaian Sengketa Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota diatur lebih jelas dalam ketentuan Pasal 143 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 terakhir diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.
Dalam proses penanganan Penyelesaian Sengketa Pemilihan terdapat dua pokok permasalahan perselisihan yang timbul yaitu, pertama perselisihan yang terjadi antara peserta Pemilihan dengan peserta Pemilihan; kedua perselisihan yang timbul akibat perselisihan antara Peserta Pemilihan dengan Penyelenggara Pemilihan akibat dikeluarkannya Keputusan oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan diluar tindak pidana pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota.
Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota juga mempunyai kewenangan menyelesaikan Sengketa Proses Pilkada, Kewenangan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (1) UU 6/2020 menjelaskan, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota berwenang menyelesaikan sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142. Ayat berikutnya menyebutkan, bahwa Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus sengketa Pemilihan paling lama 12 (dua belas) hari sejak permohonan diregistrasi.
B. Konsep, Sistem dan Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu/Pilkada
a. Konsep Penyelesaian Sengketa Proses
Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu dan Pilkada selama ini telah dilaksanakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mulai dari tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota yaitu dengan cara menggunakan teknis yang sebut dengan “Mediasi/Musyawarah dan sidang Ajudikasi” dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa proses antar peserta pemilu dan peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu dalam hal ini yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota guna mendapatkan keputusan yang berkepastian hukum dengan menggunakan dan mengedepankan tehnik musyawarah untuk mufakat tanpa merugikan hak-hak kedua belah pihak sehingga hasil dari keputusan yang dikeluarkan oleh pengawas pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dapat patuhi dan dilaksanakan oleh para pihak yang bersengketa.
Teknik Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu dan Pilkada yang mengedepankan Mediasi atau Musyawarah sebagaimana telah dilakukan, memang lebih baik dan tepat digunakan karena penyelesaian suatu perselisihan atau sengketa yang terjadi diselesaikan dengan cara mengedepankan win-win solusion (solusi yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan) yang mana ini lebih bisa diterima oleh masing-masing pihak.
Namun dalam pelaksanaannya selama ini masih terdapat beberapa kekurangan dan permasalahan yang dihadapi oleh Pengawas Pemilu sebagai Mediator maupun sebagai Majelis sidang Adjudikasi dalam menyelesaikan sengketa proses antara lain, Sumber Daya Manusia (SDM) Pengawas Pemilu dan Pilkada yang masih sangat terbatas yaitu kurang mempunyai Pengalaman, jam terbang yang masih sangat terbatas, pelatihan atau peningkatan kompetensi yang masih sangat kurang serta pengetahuan masing-masing Pengawas Pemilu dan Pilkada yang tidak sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
Hal ini tentu sangat mempengaruhi kualitas setiap putusan yang dikeluarkan, sehingga kadang kala keputusan yang di hasilkan oleh lembaga pengawas pemilu dan Pilkada bisa berbeda antara satu dan yang lainnya dengan permasalahan yang hampir sama. Demikian juga selama ini setiap Keputusan yang telah dikeluarkan oleh Lembaga yakni Bawaslu sering kali tidak diterima dan dilakukan banding ke Lembaga Hukum lainnya seperti PTUN dan PT.TUN. Hal ini disebabkan juga tentu oleh banyak faktor akan tetapi salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu Keputusan yang dihasilkan dianggap tidak memuaskan para pihak yang bersengketa, karena mereka mempertanyakan keputusan dihasilkan dari suatu proses yang tidak memiliki kompeten dibidangnya.
Konsep Penyelesaian Sengketa yang saat ini dipakai masih sangat relevan akan tetapi perlu mempersiapkan Pranata dan Perangkat yang mumpuni antara lain, mempersiapkan dengan sistematik alur, proses dan penanganan Penyelesaian Sengketa sehingga dapat di mengerti dan dipahami oleh semua pihak dan tidak menimbulkan multi tafsir dalam pelaksanaannya, Sumber Daya Manusia yang mumpuni yang mempunyai kemampuan sesuai disiplin ilmu yang dibutuhkan, berpengalaman dan mempunyai integritas tinggi yang berkomitmen membangun dan membawa perubahan bagi Demokrasi yang berkualitas. Hal ini penting karena diketahui saat ini masih banyak sekali Penyelenggara Pemilu dan Pilkada yang terbukti melanggar etika penyelenggara pemilu akibat ketidak profesionalitas dan integritas yang tercedrai dalam menjalankan amanah dan ketentuan aturan perundang-undangan.
b. Sistem Penyelesaian Sengketa Proses
Saat ini sistem yang dipakai oleh Bawaslu dalam penyelesaian sengketa proses Pemilu dan Pilkada adalah sama hal nya yang sering diistilahkan dengan “Peradilan Semu” yang mana tata cara penyelesaian sengketa dengan menggunakan metode Mediasi/Musyawarah dan Sidang Adjudikasi sama halnya seperti prosedur dan tata cara sebagaimana sistem peradilan Tata Usaha Negara.
Akan tetapi yang menjadi persoalan saat ini yaitu pelaksanaannya dilaksanakan oleh lembaga seperti Bawaslu dimana tata cara perekrutan calon penyelenggara pemilu yang nantinya akan menjadi mediator atau majelis sidang diseleksi oleh Tim Seleksi yang sebenarnya jika dilihat dari rekam jejak tidak memiliki pengetahuan dan keilmuan di bidang Kepemiluan bahkan Majelis sidang disetarakan dengan “Hakim” Peradilan yang tentu telah mempunyai keahlian dan kemampuan khusus untuk menangani suatu permasalahan hukum.
Alangkah baiknya kedepan jika dibentuk suatu sistem Peradilan Pemilu, guna menyelesaikan suatu sengketa pemilu dan Pilkada yang secara khusus dibentuk dan dilaksanakan dengan SDM yang sesuai dengan keahliannya.
Sistem Peradilan Pemilu dan Pilkada yang dimaksud yaitu, pertama Kelembagaan Bawaslu mempunyai Biro khusus Peradilan Pemilu dengan SDM yang mempunyai latar belakang hukum, dan mempunyai pengalaman dibidang kepemiluan baik langsung maupun tidak langsung sekurang-kurangnya minimal. 2 (dua) Tahun atau Lebih. kedua dibentuk suatu Peradilan Khusus Pemilu yang terpisah dari Lembaga Bawaslu yang Independen, yang mana pelaksanaan dan Kewenangan terpisah dari Pengawas Pemilu sehingga lebih terfokus dalam menyelesaikan sengketa Pemilu dan Pilkada saja.
Dan ini tentu membutuhkan sistem penyelesaian sengketa yang lebih terarah dan terukur dan melibatkan Sumber Daya Manusia yang mempunyai keahlian dan latar belakang khusus pula.
Dengan demikian, penyelesaian sengketa proses pemilu dan Pilkada bisa lebih komprehensif dan berkepastian hukum karena dilaksanakan oleh lembaga yang berwibawa dan SDM yang profesional dan berkompeten.
c. Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Proses
Dari segi pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu dan Pilkada yang selama ini dilakukan di Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota masih memiliki sangat banyak tantangan dan kendala yang dihadapi oleh Pengawas Pemilu dalam praktiknya misalkan pemahaman tentang Regulasi yang multi tafsir, pemahaman regulasi yang berbeda oleh tiap-tiap individu, Kewenangan kelembagaan yang masih sangat lemah, serta kemampuan SDM Pengawas Pemilu khususnya pada tingkat Kabupaten/Kota yang sangat minim dalam hal kompetensi dan profesionalitas dalam menjalankan tufoksi dan kewenangan yang dimiliki sehingga sangat menghambat pelaksanaan penyelesaian sengketa Pemilu dan Pilkada.
Dalam praktiknya seorang Pengawas Pemilu dan Pilkada tentu harus memahami dan mengerti pokok permasalahan yang lebih komprehensif dari segala sudut pandang baik dari pemahaman hukum, sosiologi, psikologi dan kemampuan personal, mempunyai pengalaman serta jam terbang yang tinggi mengenai teknik dan strategi penyelesaian sengketa proses Pemilu dan Pilkada. Tentu ini tidak mudah didapat dalam waktu yang singkat, seperti halnya kata pepatah “bisa karena terbiasa” dalam menyelesaikan suatu sengketa proses Pemilu dan Pilkada tentunya harus didukung dengan kemampuan dan skil secara personal dari seorang Pengawas Pemilu yang mumpuni dapat melaksanakan pekerjaannya secara profesional dan berintegritas.
Seperti layaknya seorang “Hakim Ulung” dalam menyelesaikan suatu perkara atau kasus yang ditangani telah melewati suatu proses pemahaman, penelitian, dan kajian hukum yang mendalam sesuai dengan disiplin ilmu dibidangnya, pengalaman dan jam terbang tinggi dalam menyelesaiakan suatu perkara atau permasalahan hukum agar menghasilkan suatu putusan yang berwibawa dan berkeadilan bagi para pihak.
*( Penulis adalah staf teknis di Sekretariat Bawaslu Provinsi Jambi )
Discussion about this post