DETAIL.ID, Jambi – Dalam kasus polisi tembak polisi yang merenggut satu nyawa yaitu brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat atau brigadir Y. Pelaku salah satu penembakan yaitu Bharada E mengajukan Justice Collaborators (saksi pelaku yang bekerja sama) kepada dirinya.
Sebenarnya apa itu Justice Collaborators? dan dengan diajukannya Justice Collaborators dapat mengurangi/menghilangkan hukuman atas tindakan kejahatan yang dilakukan?
Pada tahun 2011 Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia mengeluarkan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No 04 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana
(WHISTLEBLOWER) dan Saksi Palaku Yang Bekerjasama (JUSTICE COLLABORATORS) Di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
Dalam SEMA No 04 Tahun 2011 ini dapat diartikan Justice Collaborators adalah orang-orang yang melakukan tindakan pidana namun bukan sebagai pelaku utama, mau memberikan kesaksian dan bekerjasama dengan penyidik untuk mengungkap suatu kejahatan.
Kejahatan yang dimaksud adalah kejahatan yang menimbulkan masalah dan ancaman yang serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat sehingga meruntuhkan lembaga serta nilai-nilai demokrasi, etika dan keadilan serta membahayakan pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum. Seperti kasus korupsi, terorisme dan tindak kejahatan lainnya yang terorganisir.
Sebagai gantinya seseorang yang mengajukan Justice Collaborators Negara akan memberikan perlindungan dan perlakuan khusus dalam pertimbangan masa tahanan. Namun Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara syah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana.
Team detail.id mencoba mencari informasi dari sisi pendapat hukum oleh pengacara mengenai SEMA No 4 Tahun 2011 ini. “Dalam kasus brigadir Y, pemeriksaan 25 Aparat Polri yang diantaranya 3 personil Pati bintang 3 dan 5 Kombes itu merupakan pelanggaran kode etik, namun juga dimana diantaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam hal perbuatan pidana, dan kedua peristiwa hukum itu harus mampu kita dibedakan”. Ujar Frandy Septior Nababan, 10 Agustus 2022.
Jika mengamati dari substansi SEMA No 04 Tahun 2011 mengenai Justice Collaborators maka Bharada E tidak dapat dibebaskan dari hukuman, namun dapat menjadi pertimbangan peringanan hukuman Satu diantara pelaku lainnya atau juga penjatuhan pidana percobaan bersyarat khusus.
Sekretaris DPC PERADI Jambi ini juga mengatakan bahwa ” Namun Diluar konteks SEMA No 04 Tahun 2011, Bharada E bisa saja mendapat putusan lepas dari hakim dengan alasan pembenar atau pemaaf, dimana Bharada E melakukan penembakan itu berdasarkan Perintah Atasan dan/atau bisa saja atas diluar kehendaknya atau katakanlah dalam keadaan terpaksa (Overmacht) jika nanti dalam fakta persidangan ditemukan hal yang sifatnya terpaksa dan oleh karenanya Bharada E bisa lepas dari hukuman pidana”.
Dalam perlindungan Justice Collaborator ini maka LPSK sebagai lembaga yang berfungsi untuk itu hendaknya melakukan pengawalan ketat kepada Bharada E, karena bisa saja dengan keterangan Bharada E melalui Pengacaranya lewat media diindikasikan adanya tekanan dan ancaman terhadap Bharada E agar Bharada E bisa bebas merdeka mengungkapkan sebenarnya apa yang melatarbelakangi pembunuhan Brigadir Y ini.
Di akhir wawancara Frandy berhadap bahwa kasus ini akan cepat selesai dan diungkap secara terbuka, sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat melihat akhir kasus ini dengan merasakan penerapan Pasal 1 ayat (3) UUD NKRI 1945 Bahwa Indonesia sebagai Negara Hukum adalah nyata adanya.
Reporter : Riji O Sitohang
Discussion about this post