PERKARA
Para Terdakwa Korupsi Pengelolaan Limbah Domestik Terpusat di Batanghari Divonis Penjara

DETAIL.ID, Jambi – Iskandar Zulkarnain, Iman Purwantoro, dan Muhammad Yuhendi Buyung akhirnya menjalani sidang pembacaan putusan oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi terkait kasus korupsi Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) di Kabupaten Batanghari tahun anggaran 2019 pada Kamis 6 Oktober 2022 lalu.
Dalam siaran pers resmi Kejaksaan Negeri Batanghari yang diterima awak media, sidang dibuka oleh Ketua Majelis Hakim Yandri Roni, Hakim Anggota 1 Yofistian, Hakim Anggota 2 Hyasinta, dan dihadiri oleh Kasi Pidsus Kejari Batanghari selaku Penuntut Umum dan Para Terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum LBH Cipta Marwa Keadilan dan Pantasiru Abisatya Law Firm.
Adapun agenda dalam persidangan yakni pembacaan putusan oleh majelis hakim dengan amar putusan Putusan Nomor Perkara: 16/Pid.Sus-TPK/2022/PNJmb tanggal 6 Oktober 2022 atas nama Terdakwa I Iskandar Zulkarnaen Als Nandan Bin Zulkarnaini, Terdakwa II Iman Purwantoro Bin Doerajak dan Terdakwa III Muhammad Yuhendi Buyung Bin Aminudin.
Ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan primer.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa I Iskandar Zulkarnaen dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan dan membayar uang pengganti sejumlah Rp 412 juta paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Selanjutnya, untuk terdakwa II Iman Purwantoro, pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan dan membayar uang pengganti sejumlah Rp 40,6 juta paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Ketiga, terdakwa III Muhammad Yuhendi Buyung dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan dan membayar uang pengganti sejumlah Rp 1.042.754.253,07 paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan ini berkekuatan hukum tetap.
“Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan para terdakwa tetap ditahan. Menetapkan seluruh barang bukti dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain. Membebankan kepada para terdakwa untuk membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp 5.000,” ujar Hakim.
Jika terdakwa tidak membayar denda yang ditentukan maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Terhadap putusan tersebut para terdakwa menyatakan sikap pikir-pikir begitu juga dengan hak yang sama penuntut umum menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.
Reporter: Juan Ambarita

PERKARA
Aktivis Petani Diduga Dikriminalisasi, Polda Jambi Dinilai Tutup Mata Terhadap Pelaku Sebenarnya

DETAIL.ID, Jambi – Penangkapan aktivis agraria Thawaf Aly (59) Ketua Divisi Advokasi Persatuan Petani Jambi (PPJ) oleh Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jambi menuai kritik keras dari berbagai kalangan. Thawaf yang dikenal aktif mendampingi petani dalam konflik lahan di kawasan hutan disebut dikriminalisasi karena memperjuangkan hak rakyat kecil.
Thawaf dijemput paksa oleh belasan anggota polisi pada 29 September 2025 dan hingga kini ditahan di Rutan Mapolda Jambi. Persatuan Petani Jambi menilai langkah aparat kepolisian itu cacat hukum dan bertentangan dengan aturan yang berlaku, karena kasus yang menjerat Thawaf merupakan sengketa lahan yang masih berproses secara perdata, bukan pidana.
“Objek perkara jelas merupakan konflik klaim tanah di kawasan hutan. Namun yang dikriminalisasi justru petani dan pendampingnya,” kata Azhari, pejuang HAM dari Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Jambi pada Senin, 6 Oktober 2025.
Menurutnya, penyidik mengabaikan PERMA No.1 Tahun 1956 dan Surat Edaran Kejaksaan Agung B-230/EJP/01/2013 yang menegaskan bahwa perkara pidana harus ditangguhkan bila objek perkara masih dalam sengketa perdata.
Azhari juga menilai tindakan penyidik Polda Jambi tidak profesional dan bertentangan dengan semangat reformasi hukum. Ia menuding aparat lebih berpihak kepada pengusaha Sucipto Yudodiharjo, yang justru diduga melakukan panen sawit ilegal di kawasan hutan.
“Polda Jambi seakan menutup mata terhadap pelaku sebenarnya. Ini bentuk ketidakadilan dan tebang pilih hukum,” katanya.
Pakar Hukum Agraria Universitas Jambi, Dr. Rudi Hartanto, menilai penetapan tersangka terhadap petani dan aktivis tersebut menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang (abuse of power).
“Jika objeknya sengketa tanah, maka proses pidana wajib ditunda. Menetapkan petani sebagai tersangka melanggar asas keadilan dan hak konstitusional warga sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D UUD 1945,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Agus Erfandi, SH, Ketua Tim Advokasi Petani, yang menduga kuat ada rekayasa hukum dalam kasus ini. Ia menyebut lemahnya bukti yang dimiliki penyidik terlihat dari berkas perkara yang hingga kini belum dikembalikan ke Kejati Jambi (P19).
“Ini menunjukkan lemahnya alat bukti dan adanya indikasi pemaksaan kasus,” kata Agus.
PPJ bersama IHCS mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun tangan untuk mengevaluasi kinerja Subdit III Jatanras Polda Jambi yang dipimpin AKP Irwan. Mereka menilai aparat bertindak arogan dan tidak mempertimbangkan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam pernyataannya, PPJ menuntut agar kriminalisasi terhadap petani dihentikan, aparat penegak hukum menghormati aturan PERMA dan SE Kajagung sebagai pedoman hukum, serta menindak tegas Sucipto Yudodiharjo dan kroninya yang diduga melakukan pelanggaran hukum di kawasan hutan.
“Penahanan Thawaf Aly ini jelas cacat hukum. Tidak ada unsur niat jahat dalam tindakannya. Ia hanya memperjuangkan hak petani dan mengikuti prosedur sesuai aturan kehutanan,” katanya.
Kasus ini menjadi potret buram penegakan hukum agraria di Jambi. Di tengah upaya petani memperjuangkan hak atas tanah, aparat justru dinilai lebih berpihak pada kepentingan pemodal, sementara keadilan bagi rakyat kecil semakin jauh dari harapan. (*)
PERKARA
Laporan Penipuan Online Ratusan Juta, Satu Tahun Lebih Belum Ada Perkembangan dari Polisi

DETAIL.ID, Jambi – Seorang warga di Kota Jambi melaporkan dugaan penipuan investasi daring yang merugikannya hingga ratusan juta rupiah. Namun sejak laporan teregister di Sub Dit V Cyber Ditreskrimsus Polda Jambi pada 31 Juli 2024, pelapor mengaku belum mendapat pemberitahuan perkembangan penyelidikan.
Korban bernama Murniati (52) melapor ke Sub Dit Cyber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi dengan tanda bukti Surat Tanda Penerimaan Pengaduan Nomor LAPDUAN/150/IV/RES.2.5/2024/Ditreskrimsus.
Dalam laporannya, Murnati menuturkan awalnya tertarik pada iklan lowongan menjadi dropshipper di Facebook pada 27 April 2024. Ia kemudian diarahkan bergabung ke grup Telegram “amazon-dk” dan diminta melakukan setoran awal Rp 120 ribu. Hingga selanjutnya, ia mentransfer dana beberapa kali ke sejumlah rekening dengan total kerugian sekitar Rp 473,39 juta.
Beberapa nama dan rekening yang disebut dalam laporan antara lain;
- Mandiri a.n. Siti Fatimah Rp 15 juta dan Rp 10 juta
- BNI a.n. Syarifudin Rp 10 juta
- BRI a.n. Indra Sentosa Rp 10 juta
- BNI a.n. Dian Mei Kurniawati Rp 5 juta dan Rp 7,5 juta
- BRI a.n. Rtid Maharani Rp 12 juta
Selain itu masih terdapat transaksi lainnya yang tidak sempat discreenshot (disimpan) oleh pelapor. Namun korban menegaskan seluruh bukti transfer telah dilampirkan kepada penyidik.
“Sampai sekarang saya belum menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan apa pun dari pihak kepolisian,” ujar Murnati saat ditemui, beberapa waktu lalu.
Sementara Pihak Polda Jambi saat dimintai konfirmasi terkait perkembangan kasus ini belum memberikan keterangan resmi. Dir Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia, dikonformasi beberapa hari lalu mengarahkan pada Plh Kasubdit 5 Cyber Ditreskrimsus, AKBP Slamet Widodo. Namun AKBP Slamet dikonformasi lebih lanjut belum memberi keterangan hingga berita ini terbit.
Kasus ini menambah deretan laporan penipuan investasi daring yang marak terjadi. Namun hingga kini status laporan Murniati sendiri belum ada kejelasan. Berdasarkan aturan, pelapor berhak menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) secara berkala apabila laporan telah naik ke tahap penyelidikan.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Bermasalah Sejak Awal! Izin PT PAL Rupanya Bodong Tapi BNI Malah Cairkan Kredit Ratusan Miliar

DETAIL.ID, Jambi – Sejumlah fakta kembali terungkap dalam perkara Korupsi Kredit Investasi dan Modal Kerja antara PT Prosympac Agro Lestari (PAL) dengan Bank BNI KC Palembang, kala mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Muarojambi, Nazman Efendi dan pihak PT PAL Edi Irianto menjadi saksi di PN Jambi pada Kamis, 2 Oktober 2025.
Nazman Efendi yang menjabat Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Muarojambi pada 2015 – 2017, mengaku tidak pernah tahu bahwa PT PAL punya perizinan yang lengkap. Bahkan dia mengaku baru tahu permasalahan PT PAL, ketika mulai pemeriksaan oleh Kejaksaan. Oleh karena itu di masa periodenya menjabat, tidak pernah ada monitoring terhadap PT PAL.
“Kami tidak pernah tahu PT PAL punya izin, bagaimana kami melakukan monitoring? Izinnya kami tidak tau. Kami baru tahu setelah ada pemeriksaan (oleh penyidik),” kata Nazman di persidangan.
Ternyata pengurusan izin PT PAL semasa kepengurusan Arief Rohman dan Wendy Haryanto dilakukan lewat orang kepercayaan mereka yakni Edi Irianto. Diawali Edi melakukan pertemuan dengan 6 perwakilan KUD untuk membangun kemitraan demi kepentingan mengurus Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P) PT PAL.
Surat perjanjian pun dibuatkan, walaupun 6 kelembagaan tani tersebut sebenarnya sudah menjalin kemitraan dengan PKS PT BGR. Bermodal surat kesepakatan yang tidak diketahui oleh Kadishutbun Muarojambi tersebut, Edi mengurus perizinan IUP-P pada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Muarojambi pada September 2014 dengan kapasitas 45 ton/jam. Perizinan pun keluar dari BPTSP pada 5 Januari 2015.
Karena pada Februari 2025, terdakwa Wendy Haryanto bersurat pada Dishutbun Muarojambi soal pernyataan ketidaktersediaan lahan perkebunan untuk bahan baku minimal sebagaimana Permentan nomor 98/2013. Nazman Efendi membalas surat terdakwa dengan menyatakan bahwa pada prinsipnya pembangunan pabrik PT PAL dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan dalam Permentan 98/2013.
Penasihat hukum Viktor Gunawan pun mencecar Nazman, bagaimana bisa izin tebit lebih dulu kemudian Rekomtek dari Dinas belakangan? “Secara teknis perizinan yang mengeluarkan PTSP. Izin itu tidak ditembuskan ke kami. Karna tidak pernah dtembuskan ke kami, kami tidak tahu,” ujar Nazman.
Menurut Nazman, seharusnya pihak PT PAL lebih dulu mengurus soal persyataran guna mendirikan pabrik kepada OPD yang ia pimpin, setelah semua dinyatakan lengkap baru diteruskan pada BPTSP. Izin PT PAL yang keluar tidak sesuai prosedural pun dinilai bodong oleh Nazman di persidangan.
“Kenapa saya bilang bodong. Ini (Izin) keluar dari lembaga yang sah tapi tidak sesuai prosedur,” ujarnya.
Sementara Edi Irianto, mengaku tidak banyak terlibat. Dirinya mengaku hanya mengurus perizinan ke BPTSP, dan BPTSP mengeluarkan izin. Di persidangan Edi juga banyak berkelit. Hingga beberapa kali mencabut keterangan demi keterangan, saat diberi pilihan oleh Majelis Hakim.
“Saya tidak tahu kalau itu (pabrik) mau dijual. Saya cuma ngurus izin ke BPTSP,” katanya.
Selain mereka, sejumlah perwakilan kelompok tani yang pernah jadi supliyer (pemasok) PT PAL juga hadir sebagai saksi di persidangan. Di antaranya Suroso, selaku mantan Ketua Kelompok Tani Marga Jaya. Menurut Suroso, awalnya dirinya berserta kelompok tani lainnya mengetahui PT PAL milik Arief Rohman dan Wendy Haryanto.
Suroso juga bercerita bahwa mereka beberapa kali ada pertemuan dengan Arief Rohman membahas soal kemitraan. Sebab saat itu perusahaan mitra mereka yakni PT BGR hanya menerima TBS petani dari lahan plasma. Sementara pasokan TBS cukup melimpah dari lahan non plasma. Perjanjian antara KUD Marga Jaya dengan PT PAL lantas dibuat, namun pihak Suroso tak bisa menyanggupi permintaan 72 ton/hari. Lantaran masih harus memasok untuk PT BGR.
Selain Suroso, juga ada Harmini dari Kelompok Tani Marga Jaya, kemudian Slamet Haryono dari KUD Karya Maju, Joko dari Koperasi Mitra Inti Sumber Makmur, dan Lalan Sukarlan. Adapun nama-nama yang diklaim dalam pengajuan IUP-P ke BPTSP Muarojambi tersebut, terkuak bahwa pihak SKM BNI Palembang rupanya hanya melakukan verifikasi atas pinjaman kredit PT PAL terhadap Lalan dan Harmaini. Selainnya, mengaku tidak pernah diverifikasi oleh pihak Bank BNI.
“Cuma ditanya supplier di sini? Berapa per ton. (Saya jawab) Kalau di perjanjian 50 ton/hari. Itu aja,” katanya.
Sementara pembayaran TBS oleh PT PAL kepada para supliyer rupanya hanya berjalan lancar selama beberapa bulan pada akhir 2018 hingga 2019. Sisanya menunggak, hingga satu persatu-persatu supplier mulai tarik diri.
Perkara korupsi yang membelit terdakwa Viktor Gunawan, Rais Gunawan, dan Wendy Haryanto itu, kini semakin nyata mengarah pada berbagai tindakan pelanggaran hukum sebagaimana dakwaan Jaksa. Pekan depan sidang lanjutan pemeriksaan saksi masih akan terus berlanjut.
Reporter: Juan Ambarita