DETAIL.ID, Jakarta – Sejarah peradaban manusia, yang muncul setidaknya antara 3.000 hingga 4.000 tahun yang kemudian, yaitu sejarah pertentangan yang sering kali berdarah. Apakah benar kita ditakdirkan jadi penganut kekerasan?
Dikutip dari LiveScience sebanyak 1 miliar orang diperkirakan tewas balasan pribadi dari perang.
Perang terbaru pun terus berlanjut dengan perlindungan teknologi. Yang terkini yaitu di Ukraina akibat invasi Rusia. Korea Utara masih berancang-ancang sambil ‘mengasah’ rudal yang diklaim berhulu ledak nuklir.
Para jago mengungkap sumber duduk perkara itu ada pada insting kekerasan. Studi pada 2014 yang diterbitkan di jurnal Nature mencatat kekerasan adalah sifat umum yang ditemukan dalam saudara primata terdekat kita yang masih hidup, ialah simpanse (Pan troglodytes).
Fakta itu menawarkan kekerasan mungkin menjadi bagian dari ‘repertoar’ insan, setidaknya sejak nenek moyang terakhir kita hidup dengan kera sekitar 8 juta tahun yang lalu.
David C. Geary, ilmuwan kognitif dan psikolog evolusioner di University of Missouri di Columbia, mengatakan telah sangat terperinci bahwa kekerasan lazim selama insan ada.
“Kekerasan ialah aktivis sebagian besar sejarah manusia. Semua kerajaan permulaan umat insan dibangun lewat intimidasi dan kekerasan,” kata beliau.
Selain itu ada pula bukti aksi sebelum catatan sejarah, yakni tulang-belulang yang menjadi dengan bukti ajal lewat cara kekejaman.
Seorang psikolog evolusioner di University of Guelph di Ontario, Kanada, Pat Barclay mengungkapkan buktu berbentuktitik panah tertanam atau tengkorak manusia purba yang ditusuk.
Temuan itu menunjukkan kekerasan mendahului masyarakat yang kompleks dan menjadi kebangkitan peradaban.
Di sisi lain, kata Barclay, tingkat kekerasan bervariasi di seluruh budaya dan komunitas. Itu memberikan kekerasan mampu dinaikkan atau diturunkan secara dramatis pada spesies kita.
Orang-orang nomaden misalnya, condong mempunyai tingkat kekerasan antarmanusia mematikan yang lebih rendah. Sementara wilayah yang sarat dengan populasi penduduk , cenderung menjarah dan menaklukkan sesama jenis.
Tidak mengherankan mempunyai tingkat kekerasan yang lebih tinggi, dan budaya Amerika modern dinilai lebih keras dibandingkan dengan pada umumnya orang di Eropa.
“Ada kombinasi yang luas dalam tingkat kekerasan – urutan perbedaan besarnya,” kata Barclay.
“Dalam beberapa catatan masyarakat tertentu, setengah dari semua laki-laki mati dengan kekerasan di tangan laki-laki lain. Di masyarakat lain, kekerasan fisik sungguh jarang, seperti di Jepang.”
Kekerasan condong melahirkan budaya, di mana konflik sering terjadi lebih mungkin mengalami kekerasan dari generasi ke generasi.
Di samping itu dalam jurnal yang diterbitkan 2015 oleh Ahli biologi David Carrier mengungkapkan struktur tangan insan selaku senjata yang paling efektif untuk melaksanakan kekerasan.
Carrier menawarkan bahwa kepalan yang ditopang, dengan ibu jari tertutup pada jari telunjuk dan jari tengah, menawarkan cara yang lebih aman untuk menghantam seseorang dengan paksa.
“Serangkaian karakteristik pembeda yang konsisten dengan pemikiran bahwa kita terspesialisasi, pada tingkat tertentu, untuk perilaku bernafsu,” ujarnya, dikutip dari Scientific American.
Ahli epidemiologi University of Illinois Gary Slutkin menganggap, dengan cara ini kekerasan ditularkan selaku penyakit menular.
Brad Evans, profesor politik kekerasan di University of Bath Inggris, menyampaikan orang-orang di komunitas yang paling progresif dan damai pun bisa melaksanakan kekerasan.
“Orang biasa, yang taat hukum mampu dengan segera bermetamorfosis monster begitu keadaan berganti; sama halnya, beberapa orang yang paling tidak diminati dapat selsai dengan memperlihatkan langkah-langkah kebaikan yang hebat,” ujarnya.
Tidak ada rumus yang terang mengapa seseorang bertindak dengan cara kekerasan. Dan itulah alasan kenapa masalah kekerasan jadi sangat rumit.
Menurut Barclay dan Evans, langkah-langkah kekerasan akan jauh lebih gampang dikerjakan kalau individu yang melaksanakan kekerasan berada jauh dari korbannya. Bahwa, jauh lebih mudah untuk menekan tombol peluncuran rudal nuklir dibandingkan dengan secara fisik dan pribadi melakukan serangan mematikan.