DETAIL.ID, Jakarta – Penampilan Richarlison menarik minatdunia usai dua golnya sukses menenteng kemenangan Brasil atas Serbia dalam berkelahi Grup G Piala Dunia 2022 pada Jumat , 24 November 2022.
Tapi siapa sangka, di balik kegemilangan Richarlison mengolah si kulit bundar, tersimpan dongeng menarik sebelum dia berada pada puncak karirnya saat ini.
Penyerang 25 tahun ini sempat mencicipi pahitnya kehidupan, bahkan semenjak ia masih kecil.
Orang tuanya berpisah saat beliau berusia enam tahun. Dari sana beliau menghabiskan waktu tiga tahun untuk tinggal bareng ayahnya, Antonio.
Ia kemudian bekerja di lahan pertanian sang kakek untuk membantu memanen biji kopi. Namun, Richarlison masih menyempatkan diri melaksanakan perjalanan setiap final pekan demi menyalurkan hobinya, sepak bola.
Antonio menyampaikan banyak orang mengatakan ihwal kemampuan sepak bola putranya.
“Kami sungguh miskin ketika itu,” kata Antonio terhadap BBC Sport, Jumat , 25 November 2022.
“Itu yaitu masa kecil yang sungguh sukar baginya dan juga sukar bagi aku alasannya kami tinggal di pedesaan dan setiap Minggu kami harus menaiki bab belakang truk untuk pergi ke pertarungan sepak bola. Orang terus mengatakan beliau memiliki abad depan, jadi ketika beliau berusia sembilan tahun, aku meninggalkannya dengan saudara perempuanku,” kata Antonio.
Selama tinggal bareng tantenya di Nova Venecia, Richarlison tetap hidup berdikari. Segala pekerjaan dia kerjakan untuk menyanggupi kebutuhan hidupnya mulai dari menjual es krim dan cokelat di jalanan, mendapatkan jasa cuci mobil, melakukan pekerjaan di kafe, dan menjadi pemecah tukang batu.
Di samping itu, Richarlison kerap digambarkan selaku seorang anak laki-laki gila sepak bola dengan rambut dicat kuning mirip idolanya, Neymar.
Petugas kebersihan sekolah ingat saban hari Richarlison kerap menerobos gerbang depan dan berlari masuk ke halaman belakang hanya untuk bermain sepak bola. Namun begitu, beliau tetap dikenal akan kerendahan hati dan sikap baiknya oleh sang guru.
“Dia tidak suka berguru, namun ia bukannya tidak disiplin,” kata Elisangela Monteiro Guidi, yang mengajar Richarlison dikala dia berusia 11 tahun.
“Dia selalu berkelakuan baik, beliau sama sekali bukan anak pemberontak. Dia menghormati gurunya dan itu datang dari keluarganya, yang orang baik. Yang niscaya, dikala itu dan di tempat ini, ia mungkin terlibat narkoba dan kekerasan, tetapi beliau senantiasa sukses menghindarinya.”
Selain menjadi pemain pada timnas Brasil, Richarlison juga bermain di Liga Inggris bersama Tottenham Hotspur.