Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) menilai lonjakan akhir hayat di China ini sebagian besar akhir dari pencabutan pembatasan ketat Covid-19 yang terburu-buru, dan minim persiapan serta hukum pencegahan penularan usai kebijakan lockdown dicabut.
Lembaga peneliti kesehatan berbasis di Amerika Serikat itu memproyeksi kasus di China bakal meraih puncaknya pada 1 April. Saat itu, perkara maut akibat Covid-19 di China bakal tembus hingga 322 ribu.
Direktur IHME Christopher Murray juga beropini sekitar sepertiga populasi di China bakal terinfeksi dalam kurun waktu tersebut.
Sementara itu, pakar lain menganggap sekitar 60 persen populasi China pada kesudahannya bakal terinfeksi Covid-19. Fenomena itu diproyeksi bakal mencapai puncak pada Januari nanti dan pada umumnya menyerang kalangan rentan.
Pengamat lain dalam jurnal Medrxiv yang rilis pada Rabu, 14 Desember 2022 juga memperkirakan bahwa pencabutan pembatasan di China dan dibukanya kembali semua provinsi secara berbarengan dalam rentang Desember hingga Januari 2023 akan menyebabkan sekitar 684 masalah ajal.
Dikutip Reuters, jurnal yang lain yang dipublikasi pada Juli 2022 di Nature Medicine juga menyatakan 1,55 juta kematian bakal dialami China selama kala enam bulan sejak hukum ketat dicabut.
China memang mulai mencabut sejumlah aturan ketat soal Covid-19 pada 7 Desember sesudah protes publik pecah di beberapa kawasan akhir frustrasi warga kepada kebijakan lockdown berkepanjangan.
Banyak yang lega dengan pencabutan aturan tersebut. Namun ada pula pihak yang khawatir pencabutan pembatasan mengakibatkan gelombang perkara Covid-19 baru di China.
Pada Minggu, 18 Desember 2022, China sendiri melaporkan akhir hayat akibatCovid-19 pertama dalam beberapa Minggu terakhir.
Sementara itu, China juga melaporkan lima perkara akhir hayat balasan Covid-19 pada Selasa , 20 Desember 2022 dengan 2.722 infeksi baru bergejala. Jumlah ini naik dari hari sebelumnya yang mencatat dua akhir hayat Covid-19 dan 1.995 jerawat bergejala.