DETAIL.ID, Jakarta – Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) mengungkap Eropa akan dilanda krisis energi lagi tahun 2023. Sementara tahun ini, meski dimengerti kesusahan tetapi dipastikan pasokan energi masih akan cukup hingga tamat 2022.
Dikutip dari CNN, Selasa, 13 Desember 2022, hal ini diungkap oleh Kepala Badan Energi Internasional Fatih Birol dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dalam konferensi pers ini.
IEA mengambarkan tahun depan diprediksi Eropa akan mengalami kekurangan gas alam sebesar 27 miliar meter kubik. Itu setara dengan hampir 7% dari konsumsi tahunan Eropa.
Ada tiga aspek yang menjadikan Eropa mengalami kekurangan gas. Pertama, Rusia diprediksi akan menghentikan pengantaran gas ke Uni Eropa. Padahal umumnya negara tersebut mengirimkan sekitar sekitar 60 miliar meter kubik gas.
Kedua, konsumsi gas akan lebih banyak alasannya adalah sudah memasuki trend acuh taacuh. Saat ini saja telah jadi cuaca ekstrem yang mencengkeram Eropa Utara. Ketiga, perbaikan ekonomi China disebut juga menjadi salah satu faktornya.
Dalam penilaiannya, IEA mendapatkan bahwa ada kesenjangan pasokan sebesar 57 miliar meter kubik mampu muncul tahun depan. Eropa sendiri berencana melakukan penghematan distribusi gas sebesar 15% antara Agustus 2022 dan Maret 2023.
Untuk itu pemerintah mengatakan berniat melaksanakan banyak sekali upaya untuk mengantisipasi krisis energi tersebut. Upaya itu di antaranya mengembangkan efisiensi energi, mendorong penerapan energi terbarukan, memajukan penggunaan pompa panas, dan mendorong pergeseran perilaku yang lain.
Kebijakan yang dijadwalkan tersebut diprediksi akan menelan biaya sekitar 100 miliar euro atau US$106 miliar setara Rp 1.661 triliun.
Sebagai gosip, tahun ini saja sebenarnya Eropa juga mengalami krisis energi. Penyebab utamanya ialah Rusia yang berkali-kali memutus pengiriman pasokan gas ke tempat tersebut.
Selain gas, tarif listrik juga melonjak di negeri tersebut. Hal ini terjadi alasannya adalah keperluan akan akses listrik dan penghangat untuk menghadapi trend acuh taacuh.
Tarif listrik Jerman selaku patokan Eropa untuk perjanjian selama satu tahun ke depan melonjak di atas US$ 999,80 atau setara Rp 14,90 juta per megawatt-hour (MWh). Setelah sebelumnya pada Senin, 29 Agustus 2022 sempat jatuh ke US$ 839,69 atau Rp 12,44 juta per MWh.
“Ini tidak wajar sama sekali, ini sangat fluktuatif. Harga-harga sekarang ini mencapai level yang kami pikir tidak akan pernah kami lihat,” kata Analis Senior di Rystad Energy, Fabian Rønningen dikutip dari CNN, Selasa, 30 Agustus 2022.