Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengungkapkan dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan untuk keperluan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) kerikil bara dari pemerintah, usahawan cuma memenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1 persen per 1 Januari 2022.
“Jumlah ini tidak mampu memenuhi keperluan tiap PLTU yang ada. Bila tidak secepatnya diambil langkah-langkah strategis maka akan terjadi pemadaman yang meluas,” ucap Ridwan pada 1 Januari lalu, dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM.
Rendahnya realisasi keharusan pemenuhan watu bara DMO dari usahawan kerikil bara menjadi akar dilema bahaya krisis listrik Tanah Air.
Pemerintah lantas melarang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ekspor watu bara. Larangan ini resmi berlaku semenjak 1 sampai 31 Januari 2022.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan menegaskan perusahaan kerikil bara yang tidak menyanggupi kebijakan DMO akan dikenakan sanksi penalti.
Di lain segi, Menteri BUMN Erick Thohir mencopot Direktur Energi Primer PT PLN (Persero) Rudy Hendra Prastowo imbas krisis ini. Erick mengangkat Hartanto Wibowo selaku gantinya pada 6 Januari.
Berdasarkan data dari PLN, stok batu bara mereka meningkat pada masa Februari sampai Juni 2022, ialah di kisaran 5,1 juta sampai 5,7 juta metrik ton (MT).
Meski begitu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menuturkan keperluan kerikil bara juga meningkat seiring dengan penambahan undangan listrik.
Ia memperkirakan penugasan kerikil bara berkembangdari 130 juta MT menjadi 135 juta MT pada 2023. Angka tersebut akan naik lagi ke 155 juta MT sampai dengan 160 juta MT pada 2030.
Merespons ancaman krisis watu bara yang mempunyai pengaruh pada aliran listrik Tanah Air, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengamini beberapa perusahaan tidak patuh dengan kebijakan DMO watu bara.
Setelah dievaluasi, pemerintah menyatakan bahwa semua perusahaan yang diberikan tanggung jawab dalam menawarkan DMO sudah menyanggupi kewajibannya.
“Faktor yang mendorong harga batu bara sungguh tinggi terutama di permulaan 2022 sungguh kecil kesempatannya untuk terjadi lagi di 2023 nanti. Apalagi dengan perkiraan tren penurunan harga komoditas yang tengah terlihat ketika ini berlanjut hingga tahun depan,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu, 14 Desember 2022.
Terlepas dari itu, Yusuf menekankan pengalaman krisis listrik di permulaan 2022 mesti jadi bahan pembelajaran bagi stakeholder terkait, termasuk mengenai proses pengawasan pemenuhan kewajiban DMO.
Selain itu, pemerintah perlu memetakan keperluan listrik dan suplai yang tersedia di dalam negeri.