Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono memastikan langkah ini yakni salah satu implementasi acara ekonomi biru. Ia menyebutkan ada lima program demi mempertahankan bahari yang sehat.
Pertama, ekspansi daerah konservasi perairan. Kedua, penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan zona penangkapan.
Ketiga, pengembangan perikanan budidaya berkesinambungan di bahari, pesisir, dan tawar yang berorientasi ekspor dan berbasis kearifan lokal.
Keempat, pengendalian daerah pesisir, pulau-pulau kecil pesisir, dan laut dari aktivitas ekonomi yang menghancurkan. Kelima, pengurangan sampah plastik di laut lewat gerakan nasional Bulan Cinta Laut.
“Penangkapannya mesti dikelola, di seluruh dunia telah melaksanakan itu dan kami tergolong yang terlambat. Salah satunya yakni kami berikan izin penangkapan (ikan), basisnya yakni kuota. Berapa kira-kira populasi yang ada dan berapa yang boleh ditangkap? Itu salah satunya,” katanya dalam Bincang Bahari Edisi Spesial, Senin, 26 Desember 2022, dikutip dari YouTube Kementerian KKP.
Lebih lanjut, Trenggono menekankan acara penangkapan ikan terukur tersebut dilaksanakan semoga populasi perikanan di bahari Indonesia bisa terjaga dengan baik. Menurutnya, jumlah kapal yang beredar di bahari Indonesia ketika ini ada 23 ribu kapal, tetapi hanya 6 ribu yang berizin.
Ada dua izin yang semestinya dikantongi kapal penangkap ikan di bahari Indonesia, ialah izin pusat dari Kementerian KKP serta dari pemerintah tempat (pemda). Trenggono memastikan pihaknya cuma memberi izin terhadap 6 ribu kapal, sedangkan sisanya berstatus tidak mampu terpantau.
Kendati, ketika ini telah bisa dipantau melalui satelit dan dimonitor oleh Kementerian KKP. Oleh sebab itu, Trenggono menekankan indikator keberhasilan acara penangkapan terukur, antara lain pengawasan intens serta patroli dari kapal dan tim air surveillance Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSKP) Kementerian KKP.
“Bagaimana program penangkapan ini mampu dikerjakan, ada tiga kuota yang harus dipahami. Yang pertama yaitu kuota jumlah yang hendak diberikan terhadap pelaku penangkap ikan. Kedua, ialah kuota yang diberikan kepada penduduk setempat atau pesisir di situ. Ketiga, ialah kuota untuk hobi,” ujarnya.
Dengan begitu, Trenggono memastikan pemerintah akan menghapuskan tata cara rezim usang penangkapan ikan berbasis izin kapal. Ia menerangkan dahulu kapal 30 gross tonnage (GT) ke bawah menerima izin penangkapan ikan dari daerah, sedangkan kapal di atas 30 GT mendapat izin sentra. Namun, ke depan penangkapan ikan tidak bakal menggunakan tata cara tersebut, melainkan berbasis kuota.
“Jadi, jika basisnya ialah kuota, itu maka maritim kita ini akan mampu dijumlah. Karena kami punya Komisi Nasional Kebijakan Penangkapan Ikan yang bisa mengkalkulasikan kira-kira populasi perikanan kita itu ada berapa, nah ini yang harus dijaga,” ucapnya.
Trenggono memberikan jika populasi ikan di laut Indonesia ada 12 juta, maka secara teori optimal 80 persen yang boleh diambil. Bahkan, dia mempertimbangkan untuk menghalangi cuma 60 persen saja yang boleh ditangkap biar populasi ikan di Indonesia mampu terus dijaga.
“Kapan mau diterapkannya, kami berharap permulaan Januari (2023) telah bisa dipraktekkan. Tapi pasti payung hukumnya semua harus bisa final, sampai hari ini belum. Sedang menunggu persetujuan Presiden. Kalau dalam ahad-Minggu ini Presiden tanda tangan, aku kira telah bisa ditindaklanjuti,” kata Trenggono.
Kemudian, Trenggono mengharapkan di seluruh kapal penangkap ikan bisa dipasang suatu teknologi penunjang monitoring. Dua poin utama yang bakal diawasi yakni berapa jumlah ikan yang diambil serta posisi kapal tersebut. Poin terakhir bermanfaat agar Kementerian KKP mampu tanggap menawarkan bantuan kalau kapal mengalami kerusakan atau kendala di tengah bahari.