VAR mulai digunakan FIFA di ajang Piala Dunia 2018. Setelah itu teknologi untuk membantu kinerja wasit ini dipakai dalam persaingan-persaingan besar dunia, mirip Inggris dan Spanyol.
Untuk Asia Tenggara, Liga Thailand menjadi yang pertama. VAR mulai digunakan di Thai League 1 pada trend 2018. Namun sempat ditangguhkan alasannya yang dipakai dianggap tidak memenuhi protokol FIFA.
AFF didesak menggunakan VAR sehabis sejumlah kontroversi terjadi di semifinal Piala AFF 2022 antara Indonesia vs Vietnam dan Malaysia vs Thailand.
Secara teknis, sebagaimana dikontrol FIFA, VAR bisa digunakan bila pertandingan tersebut direkam dengan menggunakan 42 kamera di banyak sekali sudut, termasuk kamera slow-motion.
Rekaman 42 kamera itu yang menjadi teladan wasit sehabis ditransmisi dan dikaji melalui video operation room (VOR), assistant video assistant referees (AVAR), dan referee review area (RRA).
Prakteknya sungguh ketat. FIFA menciptakan hukum yang kuat untuk menertibkan kualitas VAR. Tenaga yang mengoperasikan VAR, tergolong wasit, juga mempunyai sertifikasi khusus.
Untuk penggunaan VAR, konfederasi, dalam hal ini AFF, mampu mengajukan surat resmi ke FIFA. Jika disetujui nantinya FIFA akan memberikan bimbingan, tergolong perusahaan penyuplaiVAR.
Dilansir dari Yorkshire Post dari studi kasus di Liga Inggris pada 2021, satu pertarungan yang menggunakan VAR akan menghabiskan ongkos 9.251 poundsterling atau setara Rp 175 juta.
Jika memakai perkiraan di Liga Inggris itu, dengan kata lain biaya yang diperlukan dalam penggunaan VAR selama Piala AFF (26 pertandingan) mencapai Rp 4,5 miliar.
Itu tidak tergolong ongkos untuk tenaga sumber daya manusia yang mengoperasikan. Sudah begitu stadion yang dipakai juga mesti menyanggupi standar-kriteria penggunaan VAR.
Dengan kata lain belum semua stadion di ASEAN patut untuk penerapan VAR. Ini tak lain karena mesti juga ditawarkan sarana pendukung VOR, AVAR, dan RRA secara khusus.