Namun manuver itu terganjal cara pandang di mana sebagian pemuda Taiwan menganggap wamil itu ketinggalan zaman, membosankan, dan tidak mudah.
Dennis, insinyur berusia 25 tahun asal Taichung, bercerita dia bertugas khusus di bagian meriam tahun lalu. Namun alih-alih menembakkan meriam, ia hanya disuruh higienis-higienis gerobak meriam sebab instruktur takut penerima terluka.
“Jika perang pecah hari ini dan aku disuruh melakukan pekerjaan selaku artileri, aku pikir saya cuma akan jadi umpan meriam,” ujar Dennis mirip dilaporkan CNN.
Kritik berdatangan di ketika-saat genting militer Taiwan. Presiden Taiwan Tsai Ing-wen memberitahukan perpanjangan kurun wamil dari 4 bulan jadi 1 tahun.
Aturan wamil itu berlaku untuk para pemuda yang lahir sehabis 2005.
Perpanjangan ini hendaknya diikuti dengan pembaharuan training terlebih perang di dunia terbaru tentu menggunakan strategi baru dan peralatan mutakhir.
Mengikuti hukum dikala ini, wamil 4 bulan, acara dibagi jadi dua bagian ialah, lima Minggu latihan dasar dan 11 Minggu pelatihan lapangan di pangkalan militer. Selama pembinaan lapangan, akseptor akan diberi spesialisasi. Namun beberapa orang mengaku menerima wawasan sepintas saja.
Paul Lee, manager pabrik di Taipei, menjalani wamil pada 2018. Saat itu dia berlatih memakai senapan serbu T65 tapi hanya menembakkan 40 peluru.
“Saya cemas banyak orang yang menjalani pembinaan dengan aku bahkan tidak dapat mengoperasikan senapan dengan yakin diri,” katanya.
Adam Yu, desainer dari Keelung utara, dinas pada 2018 di bab mortir dan peluncur granat. Ia memang diperlihatkan cara menyiapkan senjata tapi tidak pernah diberi amunisi atau latihan menembakkannya.
“Saya masih tidak tahu bagaimana senjata itu sebaiknya digunakan di medan perang,” katanya.
Tak hanya minim praktik dan wawasan, acara wamil juga masih memakai senjata usang. Peserta masih harus banyak latihan memakai bayonet.
Beberapa yang pernah dinas mempertanyakan jumlah waktu yang dihabiskan bareng bayonet. Menurut mereka, bayonet sudah ketinggalan zaman.
“Lihat saja perang Rusia-Ukraina, aneka macam jenis senjata yang digunakan. Kapan seorang prajurit mesti memakai bayonet untuk menyerang lawan mereka?” keluh Liu yang pernah dinas pada 2015.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Taiwan akan menerapkan kebijakan baru terkait wamil pada 2024. Kebijakan gres di antaranya, penerima wamil setidaknya akan menembakkan 800 peluru dan latihan dengan senjata gres mirip, rudal anti-tank dan drone.
Selain itu, latihan bayonet akan dimodifikasi untuk masuk ke pembinaan peperangan jarak dekat. Direktur Institut Riset Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, Su Tzu-yun, menilai ada nilai dalam menjaga latihan bayonet.
“Ini membantu meningkatkan keberanian dan agresivitas tentara. Jika serdadu terlibat dalam misi yang tidak sesuai untuk menembakkan senjata, mereka juga dapat menggunakan bayonet selaku opsi alternatif,” ucapnya.