Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo menerangkan masalah ini bermula saat Yoory melaksanakan persetujuanjual beli tanah di Ujung Menteng, Cakung, seluas 4,2 hektare dengan PT Laguna Alamabadi.
CahyonoĀ menyebutĀ pembelian tanah untuk program residensial DP 0 rupiah itu tidak pernah masuk dalam Rencana Kerja & Anggaran Perusahaan (RKAP) Perumda Sarana Jaya tahun 2018.
Meski begitu, Perumda Sarana Jaya tetap melaksanakan pembayaran sebesar Rp155.495.600.000 kepada PT Laguna AlamabadiĀ pada 2018 dan 2019 yang dananya berasal dari Penyertaan Modal Daerah (APBD-P 2018 danĀ APBD 2019) Pemprov DKI.
“Akan namun hingga dengan tahun 2020, PT Laguna Alamabadi tidak mampu menyanggupi keharusan untuk menuntaskan pengurusan sertifikat alasannya adalah tanah masih dalam penguasaan pihak lain,” kata Cahyono kepada wartawan, Jumat (13/1).
Cahyono menyampaikan perjanjian jual beli lahan yang dikerjakan Yoory juga tidak cocok dengan SOP pengadaan tanah. Menurutnya, pembelian dan pembayaran tanah tersebut dibuat dan ditandatangani dengan back date.
Lebih lanjut, Cahyono mengatakanĀ Yoory sudah mengetahui kalau tanah yang dibeli masih dikuasai oleh PT Sapere Aude.
Akibatnya,Ā Perumda Sarana Jaya bersama PT Laguna Alambadi melakukan penandatanganan Akta Pembatalan PPJB. Dalam kontrakitu, PT Laguna Alamabadi wajib mengembalikan seluruh duit pembayaran, dan menyerahkan objek jaminan berbentuktanah yang terletak di Cempaka Putih danĀ Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
“Namun PerumdaĀ Sarana Jaya tidak mampu mempunyai atau melakukan langkah-langkah pengalihan hak dikarenakan PT Laguna Alamabadi tidak secepatnya mengurus Hak Tanggungan,” ucapnya.
Sementara itu, uang pembayaran yang sudah dikerjakan Perumda Pembangunan Sarana Jaya untuk lahan di Ujung Menteng telah dipakai Dirut PT Laguna Alamabadi Komarudin untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan yang lain.
“Penyidik sudah melakukan pemblokiran dan penyitaan SHGB beserta tanah jaminan seluas 8.717 meter persegi yang terletak Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, yang berdasarkan appraisal pada tahun 2021 senilai 68,9 milyar rupiah,” ungkapnya.
Atas perbuatannya itu, Yoory dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 perihal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Yoory dimengerti telah divonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan oleh Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Ia dinilai telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan melawan hukum korupsi secara tolong-menolong dan berlanjut terkait pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.
Tanah itu juga terkait dengan program rumah DP 0 Rupiah.
(tfq/fra)