Namun, media pemerintah Myanmar, MRTV, melaporkan amnesti itu tak berlaku bagi pelaku pembunuhan, perkosaan, atau dipenjara alasannya adalah berhubungan dengan perkara ledakan.
Selain itu, pengampunan tersebut juga tak berlaku bagi individu yang didakwa berkaitan dengan senjata, narkoba, penanggulangan petaka, korupsi, dan membuat perkumpulan yang melanggar undang-undang.
Namun, sejauh ini tak terperinci semua orang tahanan politik yang hendak dibebaskan, demikian dikutip dari Reuters.
Dalam pidato di peringatan hari kemerdekaan Myanmar, kepala junta militer, Min Aung Hlaing, menyampaikan terima kasih kepada pihak yang bersedia bekerja sama.
“Saya ingin menyampaikan terima kasih terhadap beberapa negara dan organisasi dan individu yang dengan aktual melakukan pekerjaan sama dengan kami di tengah semua tekanan, kritik dan serangan,” kata Aung Hlaing.
Terlepas dari pernyataan Aung Hlaing, sebelumnya junta juga membebaskan 814 tahanan di Hari Persatuan pada 12 Februari.
Pada Oktober 2021 lalu, junta juga dilaporkan membebaskan 1.600 tahanan saat Hari Raya Budha.
Myanmar berada dalam krisis politik dan kemanusiaan usai junta militer mengambil alih secara paksa pemerintahan sah pada Februari 2021.
Ketika itu, militer menangkap sejumlah petinggi negara mulai dari Presiden Myanmar Win Myint, sampai penasihat negara Aung San Suu Kyi.
Usai aksi kudeta tersebut, warga Myanmar menggelar aksi. Namun, militer merespon dengan kekuatan berlebih.
Mereka menangkap dan tak segan membunuh siapa pun yang menentang pemerintahannya.
Menurut laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (Assistance Association for Political Prisoners/AAPP) sampai sekarang tercatat 2,692 orang tewas dan 16.862 orang ditangkap sejak perebutan kekuasaan.
Junta terus menjadi sorotan karena hingga kini dianggap masih melaksanakan kekerasan meski banyak negara sudah mendesak biar langkah-langkah itu tidak boleh.
Perserikatan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bahkan sempat menggelar pertemuan tingkat tinggi untuk membahas suasana di Myanmar pada April 2021 kemudian.
Pertemuan itu menciptakan lima poin konsensus. Poin itu di antaranya kekerasan di Myanmar harus secepatnya tidak boleh, mesti ada dialog konstruktif mencari solusi damai, ASEAN akan memfasilitasi mediasi, ASEAN akan memberi pertolongan kemanusiaan melalui AHA Centre, dan akan ada delegasi khusus ASEAN ke negara itu.