Hal itu dibenarkan Ketua Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THAGP) Petrus Bala Pattyona saat dihubungi CNNIndonesia.com.
“THAGP mengajukan Surat Permohonan Pengalihan Jenis Penahanan, ke Ketua KPK, semoga Bapak Ketua KPK menyuruh penyidik untuk melakukan pengalihan tahanan dari Tahanan Rutan KPK menjadi Tahanan Kota di Jakarta, dalam rangka keluarga dan dokter pribadi melaksanakan perawatan di RSPAD Gatot Subroto Jakarta,” ujar Petrus.
Ia membuktikan pengajuan pengalihan jenis penahanan dijalankan sebab menurut hasil diagnosa dokter, Lukas Enembe menderita komplikasi empat penyakit, mulai dari stroke, hipertensi, diabetes melitus, dan gagal ginjal kronis lima.
Penyakit-penyakit tersebut yang menciptakan Lukas harus dirawat intensif dan dibantu orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari, mirip mandi dan sebagainya.
Petrus menyebut pihaknya meminta Firli untuk menyuruh penyidik KPK untuk melaksanakan perawatan di RSPAD di bawah perawatan dokter-dokter RSPAD dan dokter langsung, tanpa pembatasan bagi keluarga.
Selain itu, pihaknya meminta dokter pribadi dan keluarga untuk senantiasa mendampingi Lukas dengan syarat-syarat pendampingan yang ditetapkan pihak RSPAD.
Petrus menegaskan pihaknya telah mempersiapkan penjamin jika usul tersebut dipenuhi.
“Dengan surat ini, kami lampirkan pula Surat Pernyataan Jaminan dari keluarga klien kami, guna memenuhi ketentuan PP No. 27 Tahun 1983 jo Pasal 35 PP No. 27 Tahun 1983,” jelas Petrus.
Petrus juga membeberkan masukan dokter langsung terkait penderita stroke seperti kliennya. Ia menyebut selaku penderita stroke, Lukas bakal lebih bahagia jika dirawat keluarga dekatnya.
“Dan dari masukan dokter pribadinya, penderita stroke seperti Bapak Lukas Enembe, akan lebih bahagia jikalau berjumpa dan dirawat dengan keluarga dekatnya. Makara sangat menolong, jikalau dirawat keluarga dan dokter pribadinya,” ucap Petrus.
Usai KPK mencabut status pembantarannya, Lukas dibawa kembali ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto untuk menjalani penahanan.
Lukas diproses aturan KPK atas duduk perkara prasangka suap dan gratifikasi. Lukas disangka menerima suap Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka terkait pengadaan proyek infrastruktur di Dinas PUTR Pemprov Papua. Sedangkan Rijatono juga telah ditahan KPK.
Ia juga disangka menerima gratifikasi Rp10 miliar. Tetapi KPK belum mengungkap pihak-pihak pemberi gratifikasi tersebut.
Atas perbuatannya, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 karakter a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara itu, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 UU Tipikor.