Pada kala Natal dan Tahun Baru 2023, hujan lebat dan angin ribut yang disertai petir melanda aneka macam daerah. Hingga kini, sisanya masih terasa di beberapa daerah.
Salah satu imbas nyatanya yaitu banjir di sekeliling Jawa Tengah, terutama Semarang.
Dikutip dari siaran pers, Deputi Meteorologi BMKG Guswanto mengambarkan bahwa peluangcuaca ekstrem dipicu oleh aktifnya sejumlah fenomena dinamika atmosfer di sekeliling daerah Indonesia.
Pertama, kenaikan kegiatan Monsun Asia. Kedua, kenaikan intensitas fenomena ‘cold surge’ atau seruakan masbodoh. Ketiga, potensi arus lintas ekuatorial yang membuat pemikiran massa udara masbodoh dari Asia memasuki kawasan Indonesia dan meningkatkan kemajuan awan hujan.
Ketiga, indikasi pembentukan pusat tekanan rendah di sekeliling daerah Australia yang dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang cukup masif dan memiliki peluang hujan.
Keempat, fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) yang aktif berbarengan dengan fenomena gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial, yang berkontribusi signifikan terhadap kenaikan curah hujan terutama di bab tengah dan timur.
Dalam program Bincang Sains bertajuk ‘Waspada Cuaca Ekstrem’ secara virtual, Rabu, 28 Desember 2022, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Satiadi mengungkapkan alasannya di balik fenomena-fenomena atmosfer itu.
“Saya umumnya menggambarkan (cuaca) dengan motor. Motor itu rodanya berputar, mesinnya. Kalau mesinnya digas, rodanya berputar lebih cepat,” kata ia.
“Jadi mesinnya cuaca adalah dari Matahari, pemanasan. Kalau pemanasannya ini bertambah karena gas rumah kaca tadi, maka siklus hidrologi yang seperti rantai tadi akan berputar lebih cepat,” ujar Didi.
“Karena berputar lebih cepat, artinya lebih cepat terjadi penguapan, lebih intens, lebih deras hujannya, jadi lebih basah sekaligus lebih kering,” tuturnya.
Didi menyertakan cuaca ekstrem sebetulnya sebuah fenomena yang wajar , tetapi kini cenderung bertambah intensitasnya alasannya perbuatan manusia.
“Yang pertama itu, yang kita kenal pemanasan global. Akibat pembakaran fosil berlebih membuat pergeseran iklim. Perubahan iklim ini pada dasarnya meningkatkan siklus hidrologi,” ucapnya.
Selain itu, berubahnya tata guna lahan di perkotaan juga disebut meminimalisir mutu lingkungan, sehingga mengembangkan cuaca ekstrem dan potensi peristiwa.
Apa penyebab pemanasan global?
Dikutip dari situs Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, global warming yang menjadikan bumi makin panas ini disebabkan oleh beberapa faktor.
1. Gas Rumah Kaca
Gas rumah beling ini terjadi alasannya adalah pembakaran minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Gas yang paling besar lengan berkuasa yaitu karbon dioksida (CO2). Semua hal tersebut menyebabkan panas di Bumi tidak diteruskan ke luar angkasa, tetapi terperangkap di atmosfer dan kembali lagi ke Bumi.
Sebenarnya, efek rumah kaca ini mampu bermanfaat untuk kehidupan insan karena menciptakan hangat. Namun, hal ini jadi berbahaya jika berlebihan.
2. Penggunaan CFCÂ berlebihan
Gas Chlorofluorocarbon (CFC) merupakan materi kimia yang dibuat untuk berbagai perlengkapan rumah tangga mirip AC atau pendingin dan kulkas.
Penggunaan CFC berlebihan dapat merusak molekul di lapisan ozon yang bertugas melindungi Bumi dari paparan sinar ultraviolet dan radiasi Matahari. Caranya, molekul CFC terurai sesudah bereaksi dengan sinar UV untuk lalu melepaskan atom klorin. Atom ini menghancurkan dan melubangi ozon.
Selain radiasi Matahari yang memicu peningkatan suhu, sinar ultraviolet juga berbahaya bagi manusia alasannya adalah bisa memicu kanker.
3. Penebangan hutan
Hutan menjadi salah satu penyerap karbondioksida di Bumi. Jika hutan telah kian botak, CO2 semakin usang tidak terserap sampai menyebar di atmosfer dan mengakibatkan Bumi semakin panas.
4. Polusi metana
Selain CO2, gas yang menyebabkan global warming yakni metana. Dikutip dari situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), metana bisa meminimalkan kadar oksigen di atmosfer sampai 19,5 persen.
Pada kadar yang tinggi, metana bisa memicu ledakan dan kebakaran.
Materi ini sendiri berasal dari kuman yang kekurangan oksigen untuk memecah materi-materi organik. Selain itu juga mampu diakibatkan penggunaan pupuk yang berlebihan.