Medan – Penuntutan dua perkara penganiayaan yang terjadi di dua kabupaten di Sumatera Utara dihentikan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).
Dua kabupaten itu yakni Asahan dan Tapanuli Utara (Taput). Penghentian penuntutan oleh Kejatisu itu menggunakan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).
Hal itu dikatakan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Yos A Tarigan, kepada wartawan di Medan, Rabu, 25 Januari 2023.
Kata Yos, penghentian perkara yang dilakukan dengan pendekatan RJ itu adalah penganiayaan atau pemukulan dalam perkara tindak pidana umum (pidum).
Dan pendekatan RJ tersebut, ucap Yos, disetujui untuk dihentikan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM) Kejaksaan Agung (Kejagung RI), Fadil Zumhana.
Yos bilang, sebelum disetujui untuk dihentikan, terlebih dahulu dilakukan ekspose (gelar perkara) oleh Kajati Sumut Idianto S.H.,MH yang diwakili Wakajati Sumut Asnawi S.H.,M.H.
Saat itu Wakajati didampingi oleh Aspidum Arif Zahrulyani S.H.,M.H, Koordinator Bidang Pidum Gunawan Wisnu Murdiyanto S.H.,M.H, Kabag TU dan para Kasi.
Kata Yos, proses ekspos dilakukan dari kantor Kejati Sumut secara daring kepada JAM Pidum Kejagung, dengan dihadiri Kajari Asahan, Kajari Taput dan Kacabjari Taput di Siborong-borong.
Yos A Tarigan menyebutkan, bahwa perkara pertama dari Kejari Asahan dengan tersangka Sabaruddin Ahmad Samosir (50).
Yang menjadi korban adalah tetangganya sendiri, yakni Alfader Hasudungan Sihombing dan Sei Alim Hasak (41 Tahun).
Tersangka dijerat dengan Pasal 351 ayat 1 KUHP yakni penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.
Kemudian, perkara kedua dari Cabang Kejaksaan Negeri Taput di Siborongborong dengan tersangka atas nama Lamhot Parulian Sianturi (45).
Yang menjadi korban adalah kakak iparnya sendiri atar nama Juli Rianita Sinaga (37 Tahun).
Tersangka dikenakan Pasal 351 ayat 1 KUHP, yakni penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.
Menurut Yos A Tarigan, permohonan penghentian itu disetujui karena syarat pokok sudah terpenuhi sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020.
Di antara syarat itu, ucap Yos, yakni bahwa tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Lalu, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.
Serta, tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000.
Selain itu antara tersangka dan korban saling kenal dan sudah ada kesepakatan damai. Kemudian, tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
“Diharapkan melalui pendekatan keadilan restoratif, antara korban dan pelaku tindak pidana dapat mencapai perdamaian dengan mengedepankan win-win solution, dan menitikberatkan agar kerugian korban tergantikan dan pihak korban memaafkan pelaku tindak pidana” ujar Yos.
Mantan Kasi Pidus Kejari Deli Serdang ini menambahkan, setiap penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif diatur dalam Perja No. 15 Tahun 2020.
Dan hal itu, kata dia, akan membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban untuk secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan.
Tujuannya adalah guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula dan terciptanya harmoni di tengah-tengah masyarakat.
Reporter: Heno
Discussion about this post