Delapan bulan setelah menahkodai rumah sakit umum, kedok Herlambang terbongkar berstatus ganda kepegawaiannya. Bukan diberi sanksi, ia justru diberi opsi memilih. Siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab?
NAMA Herlambang mendadak tenar dalam sebulan terakhir. Bukan karena prestasinya memimpin RSUD Raden Mattaher yang masih seumur jagung. Maklum, ia dilantik menjadi Direktur RSUD Raden Mattaher sejak 25 Mei 2022. Namun ia justru ngetop lewat status kepegawaiannya yang ganda mulai diketahui publik sejak akhir Desember 2022.
Pangkalnya adalah surat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tertanggal 12 November 2022. Surat yang diteken Plt Kepala Biro SDM, Dyah Ismayanti itu meminta Rektor Unja untuk memberhentikan Herlambang dari jabatan dosen dan dimutasikan antar instansi dari Universitas Jambi (Unja) ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi.
Surat ini menjawab surat permohonan penugasan Herlambang tertanggal 20 September 2022. Permohonan itu ditolak Kemendikburistek sesuai pasal 13 Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 62 tahun 2020 tentang Penugasan PNS pada instansi pemerintah dan luar instansi pemerintah yang menyebutkan bahwa ketentuan penugasan tidak berlaku bagi PNS yang ditugaskan dalam jabatan pimpinan tinggi melalui seleksi terbuka.
Surat 12 November ini justru ditanggapi Rektor Unja, Prof. H. Sutrisno dengan lamban. Menurut Humas Unja, Farisi, Sutrisno baru menyurati Gubernur Jambi pada 26 Desember 2022, untuk memohon status Herlambang.
“Jadi Unja kini tinggal menunggu balasan dari Gubernur Jambi,” kata Farisi kepada DETAIL.ID pada Jumat, 20 Januari 2023.
Setelah Unja menyurati Gubernur Jambi barulah kasus Herlambang ini mulai ramai diperbincangkan publik di sejumlah media. Publik kaget, ternyata Herlambang yang menjabat sebagai Direktur RSUD Raden Mattaher, status kepegawaiannya ganda. Ia masih berstatus dosen di Fakultas Kedokteran Unja sejak tahun 2016.
Alih-alih memberi sanksi, Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Sudirman justru memberi Herlambang dua opsi. Mundur sebagai Direktur RSUD Raden Mattaher atau mundur dari Universitas Jambi. Ia mendeadline Herlambang pada 20 Januari 2023.
“Kami memberi waktu kepada yang bersangkutan sampai hari Jumat 20 Januari 2023, untuk memberikan tanggapan dan sikapnya,” kata Sudirman kepada awak media pada Senin, 16 Januari 2023.
Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pemantau Anggaran Negara (Mappan), Hadi Prabowo menilai tindakan Pemprov dan Unja janggal. Ia kaget melihat sikap Pemprov dan Unja yang justru memberikan Herlambang dua opsi, mundur dari dosen atau bertahan sebagai Direktur RSUD Raden Mattaher.
Pembohongan Publik
“Cara berpikirnya kok aneh. Harusnya Herlambang diberi sanksi atas pembohongan publik. Tindakannya dapat dikategorikan tindak pidana penipuan status kepegawaian. Bukankah saat mengikuti seleksi terbuka, Herlambang telah diverifikasi Tim Pansel? Guru besar lho beliau,” kata Hadi Prabowo kepada DETAIL pada Sabtu, 21 Januari 2023.
Hadi mempertanyakan kinerja Tim Panitia Timsel Jabatan Pimpinan Tinggi (JTP) Pratama Pemprov yang diketuai Prof. Dr. Sukamto Satoto, SH, MH. Menurut Hadi, jika Timsel bekerja dengan maksimal, semestinya Pemprov tidak kecolongan.
Soal ini, Sukamto punya alasan. Ia mengatakan, untuk formasi Direktur RSUD Raden Mattaher sepi pendaftar pada awalnya hanya diisi oleh dua orang pendaftar, saja. Dengan dua orang pendaftar, artinya, tidak memenuhi syarat minimal untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya. Oleh sebab itu, pendaftaran untuk formasi Direktur RSUD Mattaher mesti diperpanjang.
Selain diperpanjang, persyaratan juga diperluas. Sebelumnya, pendaftar hanya PNS di Pemprov Jambi atau Pemkab/Pemkot se-Provinsi Jambi. Kemudian diperluas bagi PNS di lingkungan kementerian seperti dosen, asalkan diberi izin oleh atasan.
“Waktu itu tidak cukup pendaftar untuk Direktur RS, kemudian dibuka lebih luas. Waktu itu cuma dua orang, dibuka lagi kemudian tambah yang dari dosen. Syaratnya ada izin atasan tempat bekerja,” ujar Sukamto pada Jumat, 20 Januari 2023.
“Ya, minimal 4 pendaftar. Kalau sudah diperpanjang dan diperluas cuma 3, boleh diteruskan atas rekomendasi Komisi ASN. Kalau tetap 2 pendaftar batal untuk jabatan itu,” ujarnya.
Sukamto menyebut jika saat itu, dr. Herlambang membawa surat tugas dan diizinkan oleh Rektor Unja dengan tujuan mengembangkan Fakultas Kedokteran Unja dan RSUD Raden Mattaher. Lebih lanjut, Sukamto menerangkan jika dalam proses lelang terbuka saat itu penuh dengan pertimbangan dalam meloloskan calon.
Terkait soal penolakan, Sukamto mengatakan jika penolakan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tersebut sah-sah saja.
“Argumen dari Kementerian Pendidikan untuk menolak atau mengabulkan juga tidak salah. Kalau Dr. dr. Herlambang dapat surat penugasan juga tidak salah. Kalau mau pindah ke Pemda juga tidak salah,” kata Sukamto.
“Sejak penolakan dari Kementerian, Rektor Unja sudah kirim surat ke Gubernur untuk pilihan yang selanjutnya sudah dibuat Sekda,” ucapnya.
Tidak Punya Niat Baik
Sebaliknya, pengamat kebijakan publik, Noviardi Ferzi menilai Herlambang tidak mempunyai niat baik dalam menyelesaikan persoalan kepegawaiannya.
“Saya menyayangkan ketidakterbukaan dari Herlambang, kenapa dia tidak memberi penjelasan secara utuh dan transparan atas status kepegawaiannya sampai saat ini. Kita melihat beliau tidak punya niat yang baik untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Noviardi pada Sabtu, 21 Januari 2023.
Menurutnya, masalah ini sudah berlarut-larut. Bahkan, kesalahan sudah terjadi sejak Herlambang mengikuti proses lelang, pelantikan hingga menjalankan tugas.
Bukan cuma tidak punya niat baik dalam menyelesaikan permasalahan. Noviardi juga mengatakan bahwa Herlambang selaku pejabat daerah telah melakukan kebohongan publik. Pasalnya, Herlambang telah membohongi Gubernur, Rektor Unja hingga masyarakat Jambi.
“Dia bukan hanya membohongi Gubernur Jambi sebagai atasan langsung. Namun, membohongi Rektor Unja sebagai atasan sebelum jadi Direktur RSUD Raden Mattaher dan juga membohongi masyarakat Jambi atas status kepegawaiannya. Ini merupakan kesalahan fatal bagi pejabat publik,” ujarnya.
Kata Noviardi, mencuatnya masalah status kepegawaian Herlambang ini memperjelas jika semua yang ia lakukan selama menjadi Direktur adalah cacat hukum.
“Ini terkait dengan tata kelola birokrasi yang akuntabel dan bertanggungjawab. Artinya selama ini apa yang dia lakukan selaku Direktur cacat hukum. Baik itu dalam hal pencairan anggaran kegiatan, operasional, maupun kebijakan-kebijakan administrasi keuangan daerah. Ini menjadi sesuatu hal yang tidak akuntabel, karena dilakukan oleh seseorang yang cacat hukum,” ucapnya.
Maladministrasi
Lagipula, persoalan Herlambang ini juga, kata Noviardi, telah mencerminkan terjadinya maladministrasi yang cukup fatal di lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi dalam hal administrasi kepegawaian.
“Saya pikir ini menjadi pembelajaran dan dr. Herlambang harus diberi sanksi tegas dari Pak Gubernur selaku pembina dan Rektor Unja yang membawahi status dosen beliau di kampus,” katanya.
“Ketika dokumen yang menyatakan ia telah pindah sebagai pegawai Pemda itu tidak bisa ditunjukkan, kenapa bisa dilantik sebagai pejabat eselon II di lingkungan Pemprov,” ujar Noviardi bertanya-tanya, Sabtu, 21 Januari 2023.
Berdasarkan hal itu, Noviardi pun menduga adanya tindakan pembiaran dari panitia lelang. Ia juga menduga adanya desakan dari penguasa yang memang menginginkan Herlambang menjadi Direktur RSUD Raden Mattaher tanpa mengindahkan persyaratan administrasi seperti status kepegawaian.
Dalam hal ini, Noviardi menyebut ada 3 pihak yang telah melakukan kesalahan. Yang pertama dr. Herlambang selaku orang yang punya status kepegawaian, Gubernur Jambi, Al Haris yang tidak melakukan pengawasan dan terakhir adalah panitia lelang yang melakukan kesalahan administrasi.
“Masalah ini menjadi preseden buruk di Provinsi Jambi,” katanya.
Dr. Herlambang sendiri memilih bungkam. Ia tak menjawab pertanyaan yang diajukan DETAIL.ID sejak Rabu, 11 Januari 2023 lewat pesan WhatsApp hingga berita ini diturunkan. Ia hanya membaca pesan tersebut tanpa merespons sama sekali.
Direktur RSUD Raden Mattaher Jambi, Dr. dr. Herlambang, SpOG-FKM akhirnya menyatakan sikap terkait penegasan status kepegawaian yang diminta oleh Pemerintah Provinsi Jambi melalui surat Nomor: S- 204/BKD-3.1/I/2023 tanggal 16 Januari 2023.
Surat yang ditandatangani oleh Sekda, Sudirman itu menawarkan 2 pilihan kepada Herlambang. Tetap bertugas sebagai Direktur RSUD Mattaher, selanjutnya melakukan mutasi dari Kemendikbudristek ke Pemprov Jambi atau kembali bertugas pada Universitas Jambi dan mengajukan pengunduran diri sebagai Direktur RSUD Mattaher.
Surat dibalas surat. Herlambang kemudian menanggapi permintaan pernyataan sikap tersebut melalui surat tertanggal 20 Januari 2023.
Dalam surat yang diterima DETAIL.ID pada Minggu, 22 Januari 2023, Herlambang menyampaikan beberapa hal. Pertama, ia menegaskan jika dirinya telah diangkat sebagai Direktur RSUD Raden Mattaher yang dilantik oleh Gubernur Jambi pada 25 Mei 2022.
“Sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Gubernur Jambi Nomor: 422/KEP.GUB/BKD-3.3/2022 tanggal 25 Mei 2022,” katanya.
Kemudian Herlambang menyampaikan jika dirinya telah melewati proses dan tahapan seleksi secara terbuka sebelum diangkat sebagai Direktur RSUD Raden Mattaher.
Tidak Ada Syarat Pemberhentian Jabatan Dosen
Ia mempertegas tidak ada satu pun yang mensyaratkan adanya pemberhentian dari jabatan dosen dan mutasi dalam persyaratan, seleksi administrasi hingga tahap akhir seleksi. Hal yang sama tidak ia temukan hingga akhirnya ia dilantik oleh Gubernur Jambi sebagai Direktur RSUD Raden Mattaher.
Sebagai ASN, Herlambang mengaku sangat menaati aturan dan arahan serta perintah dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di lingkungan Pemprov Jambi, yakni Gubernur Jambi, Al Haris.
Ia menyebut patuh terhadap perintah Gubernur Jambi yang notabene memiliki kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian ASN dan pembinaan manajemen ASN di Pemerintah Provinsi Jambi.
“Di samping itu saya sebagai Direktur RSUD Raden Mattaher Jambi diangkat oleh Gubernur Jambi dan sampai saat masih menjabat sebagai Direktur RSUD Raden Mattaher Jambi. Sebagai ASN/PNS tentunya saya akan mengikuti arahan dan keputusan dari Gubernur Jambi selaku PPK, yang saat ini sedang proses di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan R.I,” tuturnya dalam surat tersebut.
Menunggu Keputusan Gubernur
Di akhir, dalam menyelesaikan persoalan tersebut, ia meminta untuk menunggu arahan dan keputusan dari Gubernur Jambi sekaligus selaku PPK yang saat ini sedang menunaikan ibadah Umroh di Makkah.
“Bahwa jamak diketahui saat ini Gubernur Jambi Dr. H. Al Haris, S.Sos., M.H. sedang menunaikan ibadah Umroh di Makkah, tentunya tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada Bapak H. Sudirman, S.H.M.H selaku Sekda Provinsi Jambi untuk menunggu arahan dan keputusan dari Gubernur Jambi sekaligus selaku PPK, hingga persoalan ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baik mungkin sesuai dengan Surat Gubernur Jambi Nomor: S-3300/BKD-2.3/VII/2022 tertanggal 28 Juli 2022 dan ketentuan hukum yang berlaku,” katanya.
Dengan jawaban Herlambang ini, jelas dia menolak tenggat yang diultimatum Sekdaprov, Sudirman. Ia menunggu keputusan Gubernur Jambi, Al Haris pulang Umroh dari Makkah. Kita tunggu saja, keputusan Al Haris!
Reporter: Jogi Sirait dan Frangki Pasaribu
Discussion about this post