Mereka juga mengklaim sudah merebut total 28 persen dari semua kawasan Ukraina yang dicaplok Moskow semenjak 2014.
“Pasukan Militer sudah merebut kembali 40 persen wilayah yang diduduki (Rusia) selama invasi besar-besaran dan 28 persen dari semua wilayah semenjak 2014,” kata panglima angkatan bersenjata Ukraina, Valery Zaluzhny, lewat Telegram mirip dikutip CNN.
Kyiv beberapa waktu terakhir memang mulai menggempur basis-basis pendudukan Rusia demi merebut kembali daerahnya di Ukraina.
Pada Minggu, 1 Januari 2023 Kyiv bahkan menggempur Rusia hingga menewaskan 400 serdadu, berdasarkan data yang diklaim Ukraina. Sementara itu, Rusia mengklaim 89 prajuritnya tewas dalam serangan tersebut.
Terkait hal itu, bagaimana strategi Ukraina untuk merebut kembali daerah?
Koalisi antar negara bantu Ukraina
Pada September, pasukan Ukraina menyerang balik Rusia di Kharkiv. Serangan itu cukup mengagetkan baik untuk Rusia maupun Ukraina. Sebab, gempuran tersebut menguak ketidakmampuan pasukan Rusia yang disebut kekurangan personel dan perlengkapan untuk mempertahankan kawasan.
Tak hanya di Kharkiv, Ukraina juga mulai meluncur ke Kherson untuk merebut ibu kota regional itu hingga pada November Kyiv berhasil merebut kembali wilayah yang sejak awal perang dicaplok Moskow.
Suksesnya serangan-serangan akhir tersebut memberikan matangnya taktik Ukraina melawan Rusia. Dari wawancara bersama lebih dari 35 orang termasuk komandan Ukraina, pejabat di Kyiv, pasukan tempur, serta pejabat senior militer dan politik AS dan Eropa, kolaborasi antar negara menjadi fondasi berpengaruh serangan Ukraina.
Terutama, koalisi secara tak pribadi dengan NATO dan Amerika Serikat yang menyuplai senjata, intelijen, serta hikmah, memungkinkan pasukan Ukraina mengambil inisiatif di medan perang.
“Hubungan kami dengan semua kawan kami berganti. Artinya, mereka melihat bahwa kami mampu meraih kemenangan dan sumbangan yang mereka berikan digunakan dengan efektif,” kata Kolonel Jenderal Oleksandr Syrsky, seperti dikutip The Washington Post.