Madih mengatakan kasus tersebut bermula ketika dirinya melaporkan kasus sengketa lahan milik orang tuanya di Bekasi ke Polda Metro Jaya pada 2011.
Madih mengklaim tanah milik orang tuanya itu dibeli oleh sejumlah pihak dengan cara melawan hukum. Ia juga mengaku beberapa akta jual beli (AJB) juga tidak sah lantaran tidak disertai dengan cap jempol.
“Ada akta-akta yang nggak (dicap) jempol. Ini kan murni kekerasan, penyerobotan, kok bisa timbul akta,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu , 4 Februari 2023.
Kendati demikian dengan pelbagai bukti tersebut, Madih mengaku dirinya tetap diminta ‘uang pelicin’ oleh penyidik Polda Metro Jaya berinisial TG yang saat ini sudah pensiun.
Ia mengaku dimintakan uang sebesar Rp100 juta dan sebidang tanah seluas 1.000 meter persegi sebagai imbalan untuk menyelidiki kasus tersebut.
“Makanya ane (saya) bilang waktu itu kita diminta dana penyidikan dan hadiah, ya terlalu miris. (Permintaannya) Rp100 juta sama (lahan) 1.000 meter,” ucapnya.
Madih memastikan kasus yang dialaminya itu bukanlah kebohongan semata. Ia juga menegaskan tindakannya yang kemudian viral di media sosial bukan karena ingin dibela.
Hanya saja, ia meminta agar kasus sengketa lahan tersebut dapat diusut transparan dan berjalan sesuai dengan proses hukum yang semestinya.
“Kita bukan ngarang, ibaratnya ane bukan perlu dibela, bukan mau dibela, tapi luruskanlah sesuai dengan proses hukum bahwa ini murni,” tuturnya.
Di sisi lain, Madih mengaku dirinya juga sudah bertemu langsung dengan eks penyidik TG di Direktorat Reserse Kriminal Umum pada Kamis , 2 Februari 2023 malam lalu. Ia mengklaim dalam pertemuan itu juga telah dilakukan gelar perkara terkait kasus yang ada.
Dalam pertemuan itu, kata dia, TG juga mengakui ketidakprofesionalannya dalam menyidik kasus sengketa lahan yang dilaporkan orang tua Madih. Hanya saja, Madih tidak menjelaskan bentuk ketidakprofesionalan tersebut.
“Kita dipertemukan, kita gelar perkara terus dipertemukan dengan pihak yang waktu itu minta biaya dan hadiah. Terus digelar di situ. Intinya mengakui beliau (TG) itu atas ketidakprofesionalan memproses,” ujarnya.
Polda Metro Jaya mengaku telah menelusuri kasus itu dan menemukan tiga laporan polisi yang dimaksud oleh Madih. Laporan pertama dilayangkan tahun 2011 dengan pelapor ibu dari Madih bernama Halimah.
Dalam laporan itu, disampaikan ibu Madih memiliki tanah seluas 1.600 meter persegi berdasarkan girik nomor 191. Atas laporan ini, 16 saksi telah diperiksa, termasuk terlapor bernama Mulih.
Dari penyelidikan, didapatkan fakta tanah tersebut ternyata sudah dijual oleh ayah Madih selama rentang waktu tahun 1979 hingga 1992. Total ada 9 akta jual beli (AJB) atas lahan tersebut.
Hasil penyelidikan sejauh ini belum ditemukan ada perbuatan melawan hukum dalam laporan yang dilayangkan tahun 2011 tersebut.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo mengungkapkan penyidik yang mengusut laporan dari pihak Madih yang berinisial TG saat ini telah pensiun.
Kemudian, Madih melayangkan laporan pada 23 Januari lalu terkait perusakan barang atau Pasal 170 KUHP atas lahan yang diklaim adalah miliknya.
Laporan lainnya dilayangkan ke kepolisian pada 1 Februari lalu. Namun, kali ini Madih menjadi pihak terlapor dalam laporan yang dibuat oleh Victor Edward.
(tfq/ain)