PERKARA
Penyelesaian Konflik Berdampak Persekusi, Gema Petani Kecam Penganiayaan Terhadap Petani

Jambi – DPW Gerakan Mahasiswa (Gema) Petani Indonesia Jambi mengutuk keras tindakan penganiayaan dan penggusuran kepada petani di Kabupaten Tanjungjabung Timur pada Kamis lalu, 9 Februari 2023.
Berdasarkan informasi yang diterima media ini, sebanyak 7 orang petani yang sedang berada dikebun garapan mendapatkan tindakan penganiayaan dari sekuriti PT Kaswari Unggul. Tepatnya di Desa Suka Maju, Kecamatan Geragai.
Pagi itu, sekuriti PT Kaswari Unggul mendatangi pondok milik petani SPI dan meminta agar petani meninggalkan lahan perjuangan mereka. Namun para petani tersebut tak mau dan tetap bertahan.
Pihak sekuriti pun melakukan tindak penganiayaan terhadap tujuh orang petani yaitu Saipudin (34 tahun), Sogini (63 tahun), Suyadi (64 tahun), Isur (51 tahun), Azkari (48 tahun), Azis (23 Tahun), dan Sukarman (24 tahun).
Gema Petani Jambi menjelaskan, para petani mendapat intimidasi, pukulan hingga dilempar badannya keluar pondok panggung oleh sekuriti. Bahkan, Saipudin hendak ditusuk dengan pisau belati milik sekuriti Kaswari Unggul.
Untungnya, Saipudin dapat menangkis percobaan penusukan tersebut. Usai kejadian itu, pondok petani dihancurkan dan petani yang terluka dilarikan ke rumah sakit.
Ketua Umum DPW Gema Petani Jambi, Yuda Pratama mengatakan petani yang mengalami penganiayaan itu punya landasan yang terang atas lahan tersebut. Ia mengatakan, Usulan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang diajukan oleh SPI sudah mendekati final dan tanah yang berada di desa tersebut termasuk kedalam salah satu ususlan prioritas TORA.
Bahkan, ia mengatakan jika PT Kaswari Unggul tidak pernah memiliki HGU atas tanah di Tanjungjabung Timur selama 20 tahun lebih. Akan tetapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah untuk mendisiplinkan perusahaan tersebut.
“Kami mengutuk segala bentuk penindasan terhadap petani yang ada di desa Suka Maju itu. Kaswari Unggul adalah reinkarnasi VOC pada masa sebelum kemerdekaan,” kata Yuda pada Minggu, 12 Februari 2023.
“Tidak memiliki HGU lebih dari 20 tahun dan masih berdiri, artinya terjadi eksploitasi terhadap bumi Tanjungjabung Timur dan mengorbankan petani,” tuturnya.
Lebih lanjut, Yuda menyampaikan jika keamanan dalam proses TORA ini seyogyanya sudah diajukan oleh tim penyelesaian konflik agraria yang bernaung dibawah Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) kepada Panglima TNI dan Kapolri melalui surat nomor B-21/KSK/03/2021.
Akan tetapi, kata Yuda perlindungan untuk mencegah terjadinya kriminalisasi terhadap warga, khususnya pada kasus/lokasi yang sedang dalam proses penyelesaian cenderung lambat.
“Kami juga menyayangkan sikap politik pemerintah yang tidak berpihak terhadap rakyat kecil seperti petani. Dalam teknis penyelesaian masalah agraria, di lapangan petani selalu berbenturan dengan aparat sewaan perusahaan. Ini bermuara pada metode invetarisasi lahan tanpa perlindungan maksimal dari pihak keamanan. Alhasil korban-korban akan terus berjatuhan,” ujarnya.
“Gema Petani mengingatkan kepada seluruh instansi terkait untuk menerapkan keberpihakannya kepada rakyat kecil. Kedaulatan bangsa hanya dapat ditempuh melalui kesejahteraan bersama, bukan kekayaan segelintir manusia dengan pajaknya. Tanah untuk pangan, petani subjek yang memproduksi pangan, kedaulatan pangan ialah pilar terwujudnya negara dan bangsa yang adil dan makmur,” ucap Yuda.
Di akhir, Yuda mengatakan angkaian dampak konflik agraria seperti ini bukan menjadi yang pertama di kabupaten Tanjungjabung Timur. Sebelumnya di berbagai titik konflik agraria Tanjungjabung Timur sudah memakan korban.
“Tidak hanya terluka, namun harta benda dan tanaman petani tidak luput dari pengerusakan pihak lawan. Hal ini berdampak pada pelemahan terhadap perjuangan kaum tani atas tanahnya,” ucapnya.
Reporter: Frangki Pasaribu
PERKARA
Mediasi Gagal, Mediator Keluarkan Anjuran Bagi YPTSA STIA Nusantara Sakti dan Pelapor

DETAIL.ID, Jambi – Proses mediasi antara pihak Yayasan Pendidikan Tinggi Sakti Alam Kerinci (YPTSA), selaku pengelola Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Nusantara Sakti dengan 15 orang dosen dan pegawainya berujung buntu.
Belum lama ini, mediator pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jambi pun akhirnya mengeluarkan anjuran atas perselisihan hak antara kedua belah pihak.
“Tindak lanjut penanganan kasus Yayasan Sakti Alam kemarin bahwa mediator hubungan industrial sudah menyampaikan anjuran,” ujar Kabid Hubungan Industrial, Dodi Haryanto pada Rabu, 2 Juli 2025.
Lebih lanjut, Kabid Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Hubungan Ketenagakerjaan tersebut mengungkap bahwa dalam secara umum mediator menganjurkan agar YPTSA dan Pimpinan STIA Nusa Sakti segera membayarkan hak-hak yang dituntut pekerja seperti upah yang belum dibayarkan, THR, serta hak atas pemutusan hubungan kerja.
“Dan masing-masing pihak diberikan waktu 10 hari untuk menjawab anjuran tersebut. Dalam anjuran mediator,” katanya.
Dodi sebelumnya juga mengungkap bahwa proses mediasi telah dilakukan beberapa kali yang mulai bergukir sejak 12 Maret 2025. Namun tak kunjung ada titik temu antar kedua belah pihak.
Dengan adanya anjuran dari Disnakertrans, sikap YPTSA dan STIA Nusantara Sakti jadi penentu. Apakah perselisihan hak bakal selesai, atau malah lanjut ke ranah hukum lebih tinggi yakni Pengadilan Hubungan Industrial.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Arief Efendi Terdakwa Korupsi di Kasus Bank Jambi Akui Perbuatannya, Minta Keringanan Hukum

DETAIL.ID, Jambi – Arief Efendi, salah satu terdakwa perkara korupsi gagal bayar Medium Term Note (MTN) Bank Jambi dengan PT SNP masih menghadapi serangkaian persidangan di Pengadilan Tipikor Jambi.
Sosok terdakwa yang sempat buron kemudian ditangkap tim Pidsus Kejati Jambi pada 13 Desember 2024 lalu itu kini menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa pada Selasa, 1 Juli 2025.
Di persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Syafrizal Fakhmi, terdakwa mengakui perbuatannya. Ia juga mengaku menyesal. Dirinya juga mengaku telah menyerahkan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar pada penyidik.
“Saya mengakui yang mulia (semua isi BAP). Uang Rp 1,7 miliar juga sudah saya kembalikan,” ujar terdakwa Arief di persidangan.
Dalam pernyataannya pada JPU. Arief pun tampak mengeluarkan air mata seraya memohon keringanan hukum atas perbuatannya.
“Banyak peristiwa yang sudah saya alami. Saya mohon keringanan,” ujarnya.
Usai sidang, JPU Suryadi dikonfirmasi mengakui bahwa sudah ada penitipan uang kerugian negara dari terdakwa sebesar Rp 1,7 miliar. Nilai itu disebut berasal dari fee (kutipan) tidak resmi yang dilakukan terdakwa dalam proses pencairan MTN PT SNP pada Bank Jambi tahun 2017 – 2018. Adapun duit itu kini berada di rekening penitipan Kejari Jambi.
“Pada intinya, si terdakwa mengakui terkait apa yang diperbuatnya. Sementara uang tersebut dititip di rekening kejaksaan,” ujar Suryadi.
Dengan pengakuan dan segala fakta persidangan yang didapati sejauh ini, JPU mengaku bakal jadi pertimbangan dalam tuntutan yang bakal bergulir dua pekan ke depan.
Sementara penasihat hukum terdakwa Azuri Nasution berharap ada keringanan hukum bagi kliennya lantaran sikap kooperatif dan pengembalian kerugian juga sudah dilakukan.
Dalam kasus ini, Arif, mantan Kepala Divisi Fixed Income PT MNC Sekuritas didakwa secara bersama-sama dengan terpidana Yunsak El Halcon yang telah divonis penjara selama 13 tahun, Dadang Suryanto (divonis 9 tahun) dan Andri Irvandi (divonis 13 tahun), serta terdakwa Leo Darwin (tahap kasasi).
Telah melakukan tindak pidana korupsi terkait gagal bayar pembelian Medium Term Note (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) pada tahun 2017–2018 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 310.118.271.000.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Hasil TPPU, BPN Ungkap Tek Hui Punya Tanah 2.857 Meter Persegi di Muarojambi

DETAIL.ID, Jambi – Terdakwa perkara narkotika Dedi Susanto alias Tek Hui kembali menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jambi pada Selasa, 1 Juli 2025.
Kali ini sidang Tek Hui kedatangan saksi dari BPN Muarojambi yakni Muhammad Andri. Dirinya menyebut bahwa terdakwa Tek Hui memiliki tanah di Desa Lopak Alai, Kecamatan Kumpeh Ulu seluas 2.857 meter persegi.
“Dibeli milik Haireni pada tanggal 19 Juli 2024,” ujar Andri di persidangan.
Aset tanah tersebut menurut saksi lengkap dengan SHM. Dan telah dilakukan balik nama atas nama Dedi Susanto. Dia pun sudah punya sertifikat elektronik atas aset tanah yang didakwa sebagai hasil TPPU. Dia mengurus aset tanah tersebut dengan menggunakan surat kuasa pada orang lain.
“Dia (Tek Hui) beli Rp 200 juta,” katanya.
Penuntut umum kembali mencecar soal kepemilikan tanah atas nama Haireni sebelum dijual pada Tek Hui. Soal ini, Andri bilang, Haireni sebelumnya membeli tanah tersebut dari orang lain pada rentang 2017.
“Kalau pemilik sebelumnya, tidak tahu,” katanya.
Adapun aset tanah dengan nomor SHM 00430 atas nama Dedi Susanto tersebut kini jadi salah satu bukti dalam perkara TPPU yang dilakukan oleh Tek Hui.
Reporter: Juan Ambarita