OPINI
Sinergitas Kemitraan Pembangunan Sosial

PERMASALAHAN sosial dan lingkungan selalu menjadi isu krusial meski dipandang dari perspektif mana pun. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Badan Usaha (TJSLBU) adalah komitmen badan usaha untuk berperan serta dalam pembangunan sosial berkelanjutan. Hal ini guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi badan usaha sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya.
Salah satu langkah nyata pemerintah dalam upaya meningkatkan kepedulian kesejahteraan sosial masyarakat dapat terlihat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2020. Regulasi ini mendorong badan usaha tidak hanya mengejar keuntungan namun juga berperan aktif membantu pemerintah dalam penanganan kesejahteraan sosial masyarakat sebagaimana yang diamanahkan dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Badan Usaha.
Dalam hal ini, yang menjadi sasaran adalah seseorang, kelompok, atau masyarakat yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan sebagai sebuah tanggung jawab bersama dan pemerintah terus berupaya menyelesaikan setiap masalah yang terjadi di masing-masing wilayahnya.
Hal ini tidak hanya bermodalkan anggaran belanja negara ataupun anggaran belanja daerah saja. Pemerintah terus mendorong keberpihakan semua elemen dengan menggali setiap potensi dan sumber kesejahteraan sosial, di antaranya adalah dengan melibatkan peran dunia usaha melalui program CSR.
Tahun ini, Bapemperda DPRD Provinsi Jambi menggodok peraturan daerah tentang perubahan Perda CSR atau program tanggung jawab sosial badan usaha. Program CSR sebagai salah satu bentuk kepedulian dan perhatian dari pemerintah maupun badan usaha dalam meningkatkan kesejahteraan dan memberi dampak positif bagi lingkungan juga masyarakat sekitar.
Selama ini, sudah banyak perusahaan yang menyalurkan CSR dalam jumlah besar. Namun pertanyaannya, apakah menggelontorkan uang tersebut tepat sasaran dan benar-benar berdampak positif secara simultan? Untuk menjawab pertanyaan itu, bisa dilihat dari kondisi para penerima CSR selama ini. Apakah mereka mengalami pemberdayaan secara kontinu. Khususnya, di aspek sosial, ekonomi, dan pemeliharaan lingkungan.
Permensos Nomor 9 Tahun 2020 menjabarkan penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai upaya terpadu, terarah, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara. Kebutuhan itu meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
Sedangkan Forum Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Badan Usaha (FTJSLBU) atau Forum adalah lembaga untuk mengoptimalkan komitmen dan peran badan usaha melalui pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungannya.
Fungsi Forum TJSLBU berdasarkan aturan yang baru, meliputi koordinasi dan sosialisasi kepada anggota forum dan segenap pemangku kepentingan, penguatan jaringan komunikasi antara forum di pusat dan daerah, penyebarluasan sistem informasi TJSLBU kepada pihak lain, peningkatan kapasitas penyelenggara TJSLBU dan penerimaan pengaduan masyarakat mengenai badan usaha yang belum melaksanakan TJSLBU.
Untuk Tanggung Jawab Sosial data laporan berada di Dinas Sosial Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Jambi, sebagai kesekretariatan TJSLBU. Sedangkan untuk bidang ekonomi dan pendidikan berada di Bappeda Provinsi Jambi.
Forum TJSLBU ini adalah organisasi sosial koordinatif yang berbentuk perkumpulan dan bersifat non partisan, nirlaba, transparan dan bermitra dengan pemerintah. Forum TJSLBU harus menjadi wadah solusi, data dan ide. Jadi, apabila ada perusahaan yang kesulitan dalam membuat program yang tepat sasaran, Forum ini akan membantu memberikan data yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan untuk membuat program yang inovatif khususnya terkait sosial dan lingkungan.
Seperti yang dilansir jambiekpres.co.id (11 Agustus 2022), Kepengurusan Forum TJSLBU/Corporate Social Responsibility (CSR) Provinsi Jambi masa bakti 2022–2027 secara resmi dikukuhkan oleh Gubernur Jambi, Al Haris.
Menurut Al Haris dengan berdirinya Forum TJSLBU/CSR tersebut diharapkan agar perusahaan tidak hanya memikirkan perusahaannya sendiri. Lebih lanjut, kata Al Haris forum ini sejatinya diciptakan oleh negara untuk bagaimana seluruh perusahaan-perusahaan yang ada di daerah dan nasional tidak hanya memikirkan bagaimana perusahaannya besar, tetapi juga bersama sama memikirkan kepentingan masyarakat.
Oleh karena itu, dengan adanya pengukuhan pengurus ini pihaknya meminta kepada Ketua Forum TJSLBU/CSR Provinsi Jambi terpilih periode 2022/2027, Dr. H. Yunsak El Halcon, S.H.,M.Si, yang juga Dirut Bank 9 Jambi agar segera memasukkan perusahaan-perusahaan yang belum bergabung.
Dari beberapa badan usaha yang ada, baru sekitar 25 badan usaha yang terkoneksi ke dalam portal CSR tersebut, yaitu badan usaha yang termasuk dalam keanggotaan SK Forum TJSLBU Provinsi Jambi antara lain: PT Trans Gasindo, Royal Lestari Utama, Pelindo, PT EWF, PT Sabang Raya, PT Palma, Bank Jambi, Angkasa Pura II, PetroChina, PTPN, PT Wira Karya Sakti, PLN Jambi, Telkom Jambi, PT MIP, PT Lestari Asri Jaya, PT Nan Riang, Bank Mandiri, Bank Panin Jambi, PT BEP, PT Manggala Cipta Persada, Jambi Ekspres, Tribun Jambi, Pertamina Hulu Rokan, PT Sari Aditya Loka. Selain dari Badan Usaha yang terdaftar dan terkoneksi juga diharapkan disusul oleh Forum CSR kabupaten/kota yang telah aktif dan sudah memiliki data realisasi untuk segera menyampaikan datanya ke Bappeda Provinsi Jambi agar segera dapat di input pada aplikasi portal TJSLBU CSR Provinsi Jambi dengan alamat: http//forumcsrjambi.com/.
Untuk mempermudah dan memperkuat sinergitas antara pemerintah dengan pihak swasta dibutuhkan upaya-upaya yang kreatif dan berbasis pada penggunaan teknologi informasi guna memastikan sinergisitas yang kuat dan saling melengkapi menjadi hal yang sangat dibutuhkan baik oleh pemerintah maupun sektor swasta dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup di Provinsi Jambi.
Pemerintah Provinsi Jambi melalui Bappeda Provinsi Jambi telah berupaya untuk mendukung program-program CSR yang dilaksanakan oleh sektor swasta dengan mengembangkan sebuah portal informasi program CSR berbasis WEB melalui pengembangan portal CSR berbasis WEB tersebut diharapkan semua program CSR perusahaan di Provinsi Jambi dapat bersinergi dengan program-program pemerintah sehingga akan memberikan dampak yang lebih besar bagi kelestarian daya dukung lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya di sekitar ruang aktivitas perusahaan dan masyarakat Provinsi Jambi pada umumnya.
Satu sinergi mewujudkan Jambi Mantap.
*Tenaga Ahli Gubernur Bidang Tata Kelola Pemerintahan


SETIAP tahun, suasana Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu dirayakan dengan gegap gempita di berbagai daerah. Namun, ada ironi besar di balik semua itu. Semangat merayakan hari lahir Rasulullah sering kali hanya berhenti pada simbol, tidak menembus ke substansi.
Rasulullah SAW bukanlah figur yang gemar pada kemewahan perayaan. Beliau diutus membawa risalah kebenaran, menegakkan amanah, kejujuran, dan keadilan. Yang beliau wariskan bukanlah seremonial kosong, melainkan teladan akhlak mulia yang seharusnya menjadi pedoman para pemimpin umat, termasuk pemimpin daerah kita.
Padahal, inti dari peringatan Maulid bukanlah sekadar mendengar ceramah atau memajang baliho besar gambar Kepala Daerah di masjid. Inti Maulid adalah meneguhkan kembali teladan Rasulullah:
1. Amanah dalam kepemimpinan;
Rasulullah menunjukkan bahwa jabatan adalah titipan, bukan alat memperkaya diri atau keluarga. Kepala daerah hari ini mestinya meneladani itu, memastikan setiap rupiah APBD digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperbesar rekening pribadi.
2. Kejujuran dalam setiap kebijakan;
Rasulullah tidak pernah berbohong meski dalam perkara kecil. Pemimpin seharusnya berani berkata jujur pada rakyat: tentang kondisi keuangan daerah, tentang keterbatasan, bahkan tentang kegagalan. Bukan malah menutup-nutupi dengan angka manipulatif demi pencitraan.
3. Kesederhanaan hidup;
Rasulullah hidup sederhana, bahkan ketika memiliki peluang untuk kaya raya. Sedangkan para kepala daerah kita sering kali larut dalam gaya hidup mewah: mobil dinas berderet, perjalanan dinas berulang, pesta perayaan digelar besar-besaran, sementara rakyat kecil masih kesulitan biaya pendidikan dan kesehatan.
Jika para kepala daerah benar-benar ingin menjadikan Maulid sebagai momen penting, seharusnya mereka tidak hanya sibuk di atas panggung, tapi juga menjadikan amanah dan kejujuran sebagai kompas kepemimpinan sehari-hari. Tidak ada artinya mengeluarkan kata-kata manis tentang Rasulullah jika kebijakan yang diambil justru menyengsarakan rakyat.
Rasulullah pernah bersabda bahwa sebaik-baik pemimpin adalah yang paling dicintai rakyat karena keadilannya, dan seburuk-buruk pemimpin adalah yang dibenci rakyat karena kezalimannya.
Pertanyaannya: apakah kepala daerah hari ini sudah berada di jalan yang benar? Ataukah mereka hanya menumpang nama Rasulullah untuk memperindah citra di depan rakyat?
Maulid seharusnya menjadi alarm moral: jangan sibuk dengan perayaan tapi lalai dari keteladanan.
Jadikanlah Rasulullah sebagai teladan dalam kejujuran, jadilah pemimpin yang Al-Amin bukan yang Al-Korup. Sebab, yang paling dibutuhkan rakyat bukanlah panggung megah dan sambutan panjang, melainkan pemimpin yang benar-benar meneladani sifat Al-Amin, Amanah, Jujur, dan Adil.
*Pengamat sosial dan politik, tinggal di Jambi

FENOMENA Penambangan Emas Tanpa Izin (Peti), bukanlah terjadi baru-baru ini saja. Sejak transmigrasi masuk, sudah banyak bekas galian PETI di sepanjang lokasi yang dijadikan perkebunan. Seperti yang terjadi di Kecamatan Renah Pamenang, Pamenang Selatan misalnya, bekas galian para warga yang mencari butiran emas bisa disaksikan secara kasat mata. Hanya saja cara mereka awalnya hanya mengunakan dulang atau alat tradisional yang digunakan untuk memisahkan butiran pasir dan buliran emas, cara mereka menggalinya pun mengunakan alat sederhana seperti linggis.
Namun memasuki tahun 2010, aktivitas PETI berubah total, dari yang awalnya tradisional, berubah mengunakan mesin dan merambah mengunakan alat berat sampai sekarang.
Tapi diakui atau tidak, di Provinsi Jambi, aktivitas peti khususnya di Jambi Wilayah Barat, seperti Tebo, Muara Bungo, Merangin, dan Sarolangun aktivitas PETI terus terjadi, namun pola-pola yang dilakukan oleh masyarakat untuk mendapatkan emas dilakukan dengan tiga cara, seperti dompeng darat, lanting, dan menggunakan box
Dompeng darat, biasanya oknum masyarakat mencari emas menggunakan alat berat dengan cara mengali tanah dengan kedalam tertentu, dibantu dua mesin penyedot air dan mesin penyedot batu dan mampu menampung sampai delapan tenaga kerja, dengan kelebihannya setelah ditambang bisa direklamasi ulang dan bisa ditanami kembali.
Berbeda dengan dompeng lanting, biasanya masyarakat mengunakan rakit buatan yang dilakukan di dalam sungai, dengan cara menyedot batu dan pasir di dalam sungai dengan dua mesin yang biasanya dilakukan oleh tiga tenaga kerja, Terkadang pasir yang disedot dimasukan kembali ke sungai sehingga membuat aliran sungai menjadi dangkal.
Lain halnya PETI menggunakan alat berat yang bekerja, mengambil pasir dan batu menggunakan baket alat berat kemudian dimasukan dalam alat box, dan biasanya ada dua sampai tiga pekerja yang melakukan pekerjaan secara terus menerus di bantaran aliran sungai sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup parah dan susah untuk direklamasi ulang.
Tentu ada hal yang menarik dari tiga katagori PETI yang sering dilakukan oleh warga, Bagaimana pengunaan merkuri atau logam berat. Dari pantauan penulis, masyarakat yang beraktivitas PETI rata-rata mengunakan logam berat untuk memisahkan emas dari pasir hitam dengan cara memasukan ke dalam ember, kemudian diaduk di satu tempat agar logam berat tidak terbuang lalu di peras mengunakan kain tipis untuk memisahkan emas dan logam berat, atau bagi masyarakat pendompeng mengenalnya dengan istilah “ngepok”, setelah terpisah air tak tadi dimasukan ke dalam botol untuk bisa dipergunakan lagi.
Lalu kemana para pemain petugas menjual hasilnya? Banyak di sejumlah tempat yang biasa menampung hasil PETI, ada pemilik modal yang bekerja sama dengan cara main “DO”, dengan sistem pembelian yang berbeda dengan harga toko emas, dan ada juga yang langsung menjual lepas ke penadah emas dengan harga yang lebih tinggi di banding pemilik “DO”. Tak perlu harus menelisik toko emas mana yang menjadi langganan pelaku PETI menjual hasilnya dan “aman dari pengamatan petugas” dan sudah jadi pengetahuan umum masyarakat Merangin.
Dari sisi ekonomi, bagi sebagian masyarakat, kerja di Penambangan Emas Tanpa Izin tentu sangat menjanjikan, sebab banyak masyarakat yang tertolong dari pinjaman pinjol, tagihan angsuran bank, angsuran kredit motor dan biaya anak sekolah, belum lagi bagi oknum NGO, oknum organisasi profesi, institusi tertentu, yang sering mendapatkan rezeki dari para pemilik mesin dompeng, walaupun hanya sekedar berbasa-basi dengan pemilik PETI.
Lalu bagaimana PETI yang sudah terjadi puluhan tahun tetap berlangsung sampai saat ini? Meskipun sudah banyak pekerja PETI yang tertangkap dan dipenjara, apakah ada efek jera?
Bagi sebagian kecil pekerja pasti dapat efek jera, sebab hanya pekerja saja yang jadi tumbal dan jarang pemilik dan pemodal PETI yang tertangkap. Namun fakta di lapangan bisa dilihat hari ini dirazia aparat keamanan berhenti bekerja, besok pasti sudah bekerja lagi demi tuntutan kebutuhan perut.
Terkadang ada juga faktor x yang berpengaruh, agar saat razia terkesan ada hasil, di lokasi tertentu para pemilik alat berat dan dompeng bisa berkoordinasi dengan baik dengan para oknum, maka sudah pasti akan selamat, tetapi jika di satu wilayah para pemain alat berat dan pemilik dompeng di anggap “pelit”, dan sering masuk pemberitaan bisa dipastikan bakal ada yang kena, dan ini fakta yang terus menerus terjadi.
Mari kita lihat bagaimana peran penting PETI yang dicaci tetapi membawa rezeki. PETI tidaklah akan berjalan sampai hari ini jika bahan bakar distop dari hulunya, tetapi ada fakta lainnya yang tidak bisa dipisahkan, ibarat PETI adalah gula manis, tentu banyak jenis semut yang mendekati untuk mendapatkan rasa manisnya.
Siapa yang berani menjual bahan bakar PETI seperti solar subsidi dalam jumlah besar jika bukan ada oknum aparat keamanan yang bermain? Pemandangan antrian solar subsidi pasti mengular di sejumlah SPBU di Merangin yang menyediakan bio solar, banyak cara dilakukan dengan mengisi berkali kali dengan nomor barcode yang berbeda beda, lalu hasil antrian solar sudah pasti sudah ada pembeli yang dijual ke lokasi PETI. Lalu kenapa PETI bisa sebagian aman saat dirazia dan sudah bocor duluan saat didatangi ke lokasi, sudah bisa diduga ada oknum aparat keamanan yang pasti ikut mendapatkan bagian dari kegiatan ilegal tersebut, dan bahasa sederhananya adalah mendapatkan “bulanan” per alat berat di setiap wilayah di Merangin pasti berbeda beda nominalnya.
Lalu ada peran Pemerintah Daerah yang tidak mau kehilangan cara, dengan menerbitkan surat edaran Kepala Daerah yang ditujukan kepada perangkat pemerintahan kecamatan hingga level desa untuk tidak terlibat PETI, apalagi Kades merupakan pemangku adat di desanya.
Situasi ini tentunya mudah disampaikan tapi sulit dikerjakan. sebagian besar masyarakat di Merangin sudah puluhan tahun banyak yang bekerja dan menggantungkan hidup di sektor “per-PETI-an” , dan saat pemerintah menghimbau tidak melakukan aktivitas PETI tetapi sayangnya edaran tersebut tidak disertai solusi konkrit yang bisa dikerjakan masyarakat agar bisa beralih ke pekerjaan lainnya selain kerja PETI.
Jikalau mau dan serius dalam memberantas PETI, Pemerintah Daerah wajib membentuk Tim Terpadu untuk melakukan kerja sama dan secara serius mencarikan solusi agar masyarakat bisa mendapatkan pilihan pekerjaan selain PETI, dan berani tegas untuk menindak semua oknum aparat keamanan yang berani menjual BBM kepada para pelaku PETI, tidak menerima uang bulanan, dan sama-sama mengawal kebijakan soal wilayah pertambangan rakyat, bagaimana izin pertambangan rakyat bisa didapatkan, sehingga tidak ada lagi cara-cara ilegal untuk mendapatkan uang demi kebutuhan hidup masyarakat banyak.
Seperti kaga pepatah, jika air keruh di hilir tengoklah dari hulunya.
Salam santun.
*Penulis adalah wartawan DETAIL.ID yang tinggal di Kabupaten Merangin.
OPINI
Pembangunan Stockpile Batu Bara dan Penolakan Warga: Ujian Serius Bagi Pemerintah
Oleh: Eko Saputra S. Lumban Gaol, SH*

PEMBANGUNAN stockpile batu bara di Kelurahan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, telah memicu gelombang penolakan besar. Warga menilai proyek ini bukan sekadar persoalan teknis perizinan, tetapi ancaman langsung terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak hidup mereka.
Provinsi Jambi selama ini menjadi salah satu lumbung batu bara nasional. Namun, di balik sumbangan devisa, masyarakat justru menanggung dampak: jalan rusak akibat truk over tonase, kemacetan kronis, polusi udara yang memicu penyakit, dan meningkatnya kecelakaan lalu lintas yang berujung korban jiwa. Terakhir, pembangunan stockpile batu bara di tengah pemukiman padat semakin memperparah beban masyarakat.
Pemerintah Harus Memihak Rakyat
PT Sinar Anugerah Sukses (SAS), pemilik IUP ±1.273 hektare di Sarolangun, mengklaim memiliki izin sah untuk membangun stockpile sekaligus pelabuhan pengangkutan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan minimnya keterbukaan:
- Tidak ada sosialisasi yang layak bagi warga terdampak.
- Lokasi di jantung pemukiman yang rawan banjir, macet, dan polusi.
- Dugaan pelanggaran tata ruang dan peruntukan lahan.
Penolakan pun meluas, para aktivis lingkungan, mahasiswa, pemuda, hingga warga sekitar menegaskan ketidaksetujuan mereka. Bagi masyarakat, proyek ini bukan peluang ekonomi, melainkan ancaman hidup.
Klaim PT SAS soal kepatuhan izin tak bisa menjadi tameng. Pemerintah dari pusat hingga kota dituntut berhenti bersikap pasif. Jika izin memang diberikan, prosesnya perlu diaudit terbuka. Bila memang menyalahi RTRW atau mengancam keselamatan warga, pencabutan izin atau relokasi harus menjadi langkah tegas.
Just Transition Bukan Sekadar Konsep
Transisi energi yang adil (Just Transition) adalah pendekatan yang menekankan perlunya transisi energi yang adil, inklusif dan adil untuk semua pihak. Di Aur Kenali, Just Transition menjadi satu hal yang prinsip, tidak ada pembangunan yang mengorbankan kesehatan, keselamatan, dan ruang hidup warga yang mengatasnamakan investasi dan keuntungan segelintir perusahaan.
Penolakan warga Aur Kenali adalah peringatan keras bahwa investasi tak boleh menindas hak masyarakat, tapi seyogyanya mendorong transisi energi dan ekonomi yang adil, dengan memastikan tidak ada yang tertinggal.
Pemerintah wajib hadir sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar pemberi izin. Tanpa keberpihakan tegas, pembangunan stockpile batu bara hanya akan meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam.
*Warga RT 014/002 Desa Mendalo Darat, mahasiswa Pascasarjana Universitas Jambi dan Ketua DPC FSB NIKEUBA Muarojambi